Tiongkok Berupaya Tetap Stabil di Tengah Krisis Bangladesh

Perdana Menteri Sheikh Hasina ketika bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing, Juni 2014. (Foto: SputnikNews)

J5NEWSROOM.COM, Kekacauan politik di Bangladesh setelah Sheikh Hasina, pemimpin Partai Liga Awami dan mantan Perdana Menteri, dipaksa meninggalkan negara pada Agustus 2024 belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Di tengah transisi kepemimpinan ke Muhammad Yunus, peraih Nobel Perdamaian, situasi dilaporkan semakin tidak terkendali, dengan Tiongkok memanfaatkan ketidakstabilan ini untuk memperkuat pengaruhnya di negara tersebut.

Peran Tiongkok dalam Krisis Bangladesh

Tiongkok telah lama menempatkan Bangladesh sebagai bagian penting dari strategi Belt and Road Initiative (BRI). Investasi besar, seperti pembangunan Jembatan Sungai Padma dan pelabuhan BNS Sheikh Hasina di Chittagong, memperlihatkan keinginan Tiongkok untuk menguasai sektor ekonomi dan infrastruktur Bangladesh. Namun, pengaruh ini tidak lepas dari kontroversi. Proyek BRI sering dikaitkan dengan utang besar dan ketidakstabilan politik di negara-negara peserta.

Sejak Sheikh Hasina menolak beberapa proposal strategis Tiongkok, termasuk akses tanpa batas dalam proyek Sungai Teesta, Beijing diduga memainkan peran dalam melemahkan pemerintahannya. Setelah Yunus mengambil alih, Tiongkok segera menyatakan dukungan, menunjukkan fleksibilitas dalam menyelaraskan kepentingannya dengan siapa pun yang berkuasa. Selain itu, dukungan militer Tiongkok, termasuk pasokan 72 persen persenjataan Bangladesh dan pembangunan fasilitas angkatan laut, semakin memperkuat pengaruhnya.

Dampak Politik dan Ekonomi

Investasi besar Tiongkok, termasuk senilai 7 miliar dolar AS sejak Bangladesh bergabung dengan BRI, telah membebani ekonomi negara tersebut. Meskipun pertumbuhan PDB pada 2019 mencapai 7,88 persen, dampak jangka panjang dari “perangkap utang” dan ketidakstabilan politik semakin memperburuk situasi ekonomi. Ketergantungan pada Tiongkok mempersempit ruang gerak Bangladesh dalam mengelola perekonomiannya secara independen.

Dimensi Geopolitik

Posisi strategis Bangladesh di Asia Selatan, berbatasan dengan India dan Myanmar, menjadikannya titik penting dalam strategi geopolitik Tiongkok. Melalui koneksi dengan organisasi bersenjata di Myanmar dan kelompok pemberontak di wilayah Chittagong Hill Tracts, Tiongkok dapat memperluas pengaruhnya di kawasan. Selain itu, peran Tiongkok dalam isu Rohingya menunjukkan keinginan Beijing untuk tetap menjadi pemain kunci dalam mediasi regional.

Jalan Menuju Pemulihan

Para ahli menekankan bahwa untuk pulih dari masa transisi ini, Bangladesh perlu memutuskan hubungan yang terlalu bergantung pada Tiongkok. Selain itu, stabilitas politik melalui reformasi internal harus menjadi prioritas utama. Dengan pendekatan ini, Bangladesh dapat kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi yang stabil dan menghindari menjadi korban strategi geopolitik Tiongkok.

Ketergantungan yang berlebihan pada investasi asing tanpa perencanaan matang telah menjadi pelajaran penting bagi Bangladesh, yang kini harus menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan kedaulatan politik dan ekonomi di tengah tekanan dari kekuatan global.

Editor: Agung