J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Hadi Tjahjanto, mengaku tidak mengetahui penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) terkait pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Hadi menyebut dirinya baru mengetahui tentang sertifikat tersebut setelah polemik terkait pagar laut itu mencuat ke publik.
“Saya baru mengetahui berita ini dan mengikuti perkembangannya melalui media,” kata Hadi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/1/2025).
Hadi tidak banyak berkomentar terkait polemik pagar laut maupun penerbitan dokumen sertifikat atas aset tersebut. Ia meminta semua pihak menghormati langkah Kementerian ATR/BPN yang tengah mengklarifikasi keabsahan dokumen tersebut.
“Saya pikir kita harus menghormati langkah-langkah yang sedang dilakukan Kementerian ATR/BPN untuk memberikan klarifikasi,” ujar Hadi.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, Kementerian ATR/BPN tengah menelusuri kesesuaian prosedur penerbitan sertifikat tersebut di Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
“Salah satunya, jika tidak salah, adalah meneliti ke Kantor Pertanahan setempat untuk memastikan apakah prosedur penerbitan hak tersebut sudah sesuai dengan ketentuan atau belum,” pungkas Hadi.
Penemuan pagar laut ini bermula dari laporan yang diterima Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten pada 14 Agustus 2024. Pagar laut tersebut menjadi sorotan karena tidak memiliki izin resmi.
Belakangan, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkapkan bahwa pagar laut di perairan Tangerang memiliki SHGB dan SHM yang diterbitkan pada 2023, saat Hadi menjabat sebagai Menteri ATR/BPN. Sertifikat ini mencakup 263 bidang tanah, terdiri atas 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perorangan. Selain itu, terdapat 17 bidang tanah dengan status SHM di kawasan pagar laut tersebut.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid telah memerintahkan Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) guna memeriksa lokasi sertifikat tanah tersebut.
“Tujuannya adalah mengecek apakah lokasi dalam peta bidang tanah yang tercantum di SHGB maupun SHM berada di dalam garis pantai (daratan) atau di luar garis pantai (laut),” ujar Nusron.
Nusron menambahkan, pihaknya juga memeriksa dokumen-dokumen pengajuan sertifikat yang berasal dari tahun 1982, serta memetakan ulang garis pantai dari tahun 1982 hingga 2024.
“Kami minta besok (Selasa) sudah ada hasil, karena masalah ini tidak terlalu sulit untuk dilihat. Garis pantainya di mana, itu yang penting,” tutup Nusron.
Sumber: Kompas
Editor: Agung