Program MBG, Mampukah Atasi Stunting Hingga ke Akarnya?

Distribusi makan bergizi gratis di sekolah-sekolah. (Foto: Net)

Oleh Nai Ummu Maryam

PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) sampai saat ini masih hangat diperbincangkan. Program yang merupakan andalan dari Presiden Prabowo dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka direalisasikan dengan target mampu mengatasi stunting dan memperbaiki gizi anak-anak di Indonesia.

Program ini telah bergulir dan telah diuji coba di beberapa sekolah di Indonesia. Namun, masih banyak ditemukan berbagai masalah yang dihadapi. Misalnya, dana yang rawan dikorupsi, variasi menu yang tidak sesuai selera anak-anak, keracunan, hingga kabar pemangkasan anggaran di berbagai kementerian dengan dalih efisiensi untuk mendanai MBG sehingga mengorbankan sektor vital seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Menjadi sebuah pertanyaan, apakah MBG mampu mengatasi stunting hingga ke akarnya di tengah kemiskinan dan pengangguran yang kian meningkat setiap tahunnya? Seyogianya, program MBG belumlah mampu mengatasi stunting dengan baik jika tingkat kesejahteraan masyarakat belum tersentuh secara keseluruhan.

Seperti kondisi saat ini, gelombang badai PHK menjelang hari raya makin tak terbendung. Contohnya PT. Sritex yang merupakan perusahaan tekstil terbesar se-Asia Tenggara, yang dianggap paling kuat dari PHK. Namun nyatanya harus menelan pil pahit dengan melakukan PHK massal sebanyak 8.400 hingga 10.969 pekerja, (CNBC Indonesia, 2-3-2025).

Bisa dikatakan PHK massal dan banyaknya pengangguran diakibatkan dampak sosial dari kebijakan pemerintah yang tidak tepat, yang di antaranya membuat kebijakan membuat kemudahan produk Cina (impor) masuk ke Indonesia melalui ACFTA maupun UU Cipta Kerja. Dampak kebijakan ini berujung mematikan produksi dalam negeri hingga berakhir pada banyaknya pengangguran.

Faktor ekonomi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap makanan yang bergizi.

Bagaimana mau makan makanan bergizi jika masyarakat tidak memiliki uang apalagi pekerjaan. Jika kepala rumah tangga tidak memperoleh lapangan pekerjaan dan gaji yang layak hal ini akan berpotensi maraknya kriminalitas dan kejahatan hanya demi sejengkal perut.

Maka, MBG bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi stunting hingga ke akarnya karena tidak bersifat sistemik. Problem yang sistemik maka harus diselesaikan dengan sistemik pula. Para pemangku jabatan hendaknya memperhatikan permasalahan stunting ini dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat dan gaji yang layak pula, memperhatikan kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau, menjamin kesehatan, hunian, pendidikan bagi setiap rakyat, serta mengembalikan kejayaan sumber daya alam yang melimpah ruah.

Negara harus mengelola SDA yang kaya raya ini untuk kepentingan rakyat bukan diperuntukan segelintir orang atau oligarki. Sejatinya kekayaan alam yang melimpah ruah jika dikelola dengan bijak dan amanah akan mampu memenuhi kebutuhan rakyat dalam negeri tanpa bergantung impor dari negara luar. Sehingga tidak akan ditemui juga pungutan pajak yang tinggi dalam negara karena telah mengelola SDA dengan sangat bijak.

Sudah selayaknya para pengambil keputusan melakukan evaluasi apakah sistem pemerintahan yang ada saat ini mampu dipertahankan atau butuh perubahan yang mendasar agar rakyat lebih sejahtera.

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Wallahu’alam.*

Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik Bermastautin di Batam