Catatan J5NEWSROOM.COM: Pengalaman Spiritual Sholat Idul Fitri di Atas Laut Jawa

Suasana saat para penumpang KM Tidar hendak menunaikan sholat Idul Fitri 1446 Hijriah. (Foto: Abil/J5NEWSROOM.COM)

PERJALANAN mengarungi laut, dari perairan Pulau Bintan Kepulauan Riau ke Laut Sumatera melewati Selat Karimata yang ombaknya terkadang kurang ramah, sampai berhenti di Laut Jawa. Tentu, bukanlah perjalanan biasa. Selama lebih 30 jam diayun gelombang dan sapuan angin laut lepas, adalah pengalaman yang luar biasa. Apalagi, di atas laut itu pula menggema takbir dan sholat Idul Fitri. Itulah pengalaman wartawan J5NEWSROOM.COM, Ababil Alif Maulana. Bagaimana serunya perjalanan naik Kapal Pelni itu? Berikut catatannya.

Berangkat naik KM Tidar milik Pelni dari Pelabuhan Kijang Bintan, Jumat 28 Maret 2025 pukul 13.00 WIB. Tiba di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Senin 31 Maret 2025 pukul 21.00 WIB. Itu artinya, empat hari tiga malam perjalanan yang saya tempuh untuk bisa sampai Surabaya, kota kelahiran dan tempat ari-ari saya ditanam.

Berhenti di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Sabtu 29 Maret 2025 pukul 23.00 WIB, untuk menurunkan penumpang dan menaikkan penumpang tujuan Surabaya dan Kupang. KM Tidar akan sandar semalam. Lumayan, ada waktu cukup untuk bisa numpang mandi dan nginap semalam di rumah keluarga di kawasan Cipinang Jakarta Timur.

Minggu, 30 Maret 2025 pukul 14.00 WIB, kapal buatan Shipyard MTW Schiffswerft GmbH, Jerman tahun 1988 itu melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Sungguh, bepergian naik kapal Pelni tidak hanya sekadar menempuh jarak dan waktu mencapai tujuan. Tetapi juga sebuah pengalaman menarik yang mengajarkan ketahanan, kebersamaan, dan keindahan jalur laut Nusantara. Dalam setiap debur ombak yang dilewati, ada cerita dari para penumpang yang membawa harapan dan rindu untuk bertemu kembali dengan keluarga dan kampung halaman.

Nuansa rindu kampung halaman dan keluarga itu semakin membuncah saat para penumpang melantunkan takbir. Bersahutan. Tiada henti. Merefleksikan kisah perjalanan hijrah Nabi Ibrahim bersama istrinya Siti Hajar serta buah hatinya, Ismail. Takbiran itu pun semakin mengobarkan semangat pengorbanan dan persaudaraan sesama penumpang.

Ababil Alif Maulana di atas KM Tidar dan tiket kapal yang membukakan pintu untuk keberangkatan dari Kijang Bintan ke Surabaya. (Foto: Abil/J5NEWSROOM.COM)

Ketika waktu sholat Idul Fitri tiba, saya segera mencari tempat untuk melaksanakan ibadah. Kapal ini sudah seperti rumah bagi kami semua selama empat hari ini. Ada ruang mushola, kantin hingga tempat nongkrong sambil berbincang santi dengan sesama penumpang. Kami makan bersama-sama dan saling berbagi cerita.

Rupanya, pagi itu, para penumpang KM Tidar banyak yang akan berangkat ke Kupang. Mereka pun sama dengan saya, bergegas segera menuju mushola yang cukup luas itu, agar dapat tempat mendirikan sholat Idul Fitri. Tetapi, memang antusiasme para jamaah begitu tinggi, sehingga ruang dalam mushola penuh. Jamaah pun meluber ke luar bagian sisi kapal. Saya dapat tempat di pinggir kapal itu, dekat pintu mushola. Alhamdulillah, bisa mendirikan sholat Idul Fitri di atas laut.

Suara takbir yang menggema bertalu itu terus dikumandangkan pada jamaah tiada henti. Sampai akhirnya bilal mengumumkan waktu sholat Id akan dimulai. Tampak beberapa jamaah tak kuasa menahan haru dan rindu pada keluarga dan kampung halamannya. Pastilah tidak sama rasanya, sholat Idul Fitri di tanah lapang dengan di atas laut. Syukurnya, angin pagi itu begitu bersahabat dan ombak pun seolah memberi kado kedamaian untuk para jamaah.

Walau musholla penuh, suasana tetap khusyuk. Penumpang kapal yang tidak saling mengenal, meskipun berada dalam ruang terbatas, tetap merasa seperti satu kesatuan umat. Sholat Idul Fitri di kapal ini pun berlangsung dengan penuh kekhusyukan.

Pengalaman ini memberikan makna yang lebih dalam tentang arti Idul Fitri. Perayaan Idul Fitri bukan hanya tentang berkumpul dengan keluarga, tetapi juga tentang merasakan kebersamaan dalam satu umat, meskipun berada di tempat yang tak biasa.

Biasanya kita merayakan Idul Fitri dengan keluarga di rumah, saling bermaaf-maafan, tapi kali ini saya merasakannya dengan cara yang sangat berbeda. Di kapal ini, saya merasa seperti satu bagian dari umat Islam yang tak mengenal batas, tak terikat jarak. Di tengah lautan ini, saya benar-benar merasakan kedamaian.

Walaupun tidak ada kemeriahan seperti di daratan, sholat Idul Fitri di KM Tidar ini menjadi simbol kesatuan umat yang tidak terbatas ruang dan waktu. Saya merasakan bahwa ibadah tersebut bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi sebuah momen penting untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, meskipun dalam perjalanan yang jauh.

Suasana saat para penumpang KM Tidar hendak menunaikan sholat Idul Fitri 1446 Hijriah. (Video: Abil/J5NEWSROOM.COM)

Usai sholat Idul Fitri, saya bersyukur sekali karena bisa menjalani ritual nan fitri ini dalam keadaan sehat, meskipun di atas kapal. Ini membuat saya lebih menghargai kebersamaan, dan tentu saja, mempererat hubungan antar sesama umat, meskipun dalam kondisi yang tidak ideal.

Sungguh ini menjadi pengalaman perjalanan spiritual bagi saya. Untuk itu, catatan perjalanan ini saya bagikan untuk para pembaca J5NEWSROOM.COM, sebagai kado dari Majalah Siber Indonesia yang sedang merayakan kebahagiaan dan kebersamaan di hari nan fitri ini.

Akhirnya, KM Tidar sandar sempurna di dermaga Tanjung Perak Surabaya Senin, 31 Maret 2025 pukul 20.00 WIB. Lebih cepat satu jam dari jadwal yang ditentukan. Alhamdulillah.

Seolah menyambut kedatangan saya di Kota Pahlawan ini, saat kapal hendak lempar jangkar, langit menjadi gelap, lalu hujan lebat mengguyur sebagian besar Kota Surabaya. Suroboyo, aku wes teko!

Editor: Agung