Mengenal Jurnalisme CSR Lewat Lensa Fellowship Virtual

Nurcholis MA Basyari (kiri atas), Alexander Sudrajat (kanan atas), Frans Surdiasis (kiri bawah), dan Jamalul Insan (kanan bawah) tampil sebagai narasumber dalam Journalism Fellowship on CSR yang digelar secara daring pada Senin (21/4/2025). (Foto: DOK JFC)

J5NEWSROOM.COM, Senin, 21 April 2025, ruang virtual Zoom menjadi tempat berkumpulnya para peserta Journalism Fellowship on CSR. Kelas yang diadakan secara daring ini menghadirkan Alexander Sudrajat sebagai narasumber utama. Dalam paparannya, Alexander mengajak peserta untuk menilik kembali esensi jurnalisme di tengah arus informasi yang kian cepat, dangkal, dan cenderung mengejar klik semata.

Alexander membuka materinya dengan menggambarkan kondisi umum media online saat ini. Ia menyebut bahwa sebagian besar media bekerja berdasarkan algoritma dan mengutamakan kecepatan tayang, bukan kedalaman atau kepentingan publik. “Media sekarang ini mengejar viral dan trending, bukan lagi apa yang penting atau menarik,” ujarnya. Ia menyoroti bahwa kecepatan seringkali mengorbankan akurasi, dan strategi SEO lebih diprioritaskan daripada proses verifikasi.

Dalam konteks peliputan CSR, hal ini menjadi tantangan tersendiri. Alexander menyebut praktik jurnalisme klikbait sebagai penyebab turunnya kualitas berita dan hilangnya kepercayaan publik. Ia menjelaskan, “Banyak berita hari ini minim verifikasi atau sumbernya tidak jelas, bahkan seringkali hanya mengandalkan satu sumber.” Dalam beberapa kasus, komentar netizen dijadikan materi berita utama, tanpa pendalaman atau klarifikasi lebih lanjut.

Fenomena riding the wave atau mengikuti isu viral juga menjadi sorotan. “Kanal-kanal berita hari ini saling mengikuti isu yang sedang hits, tanpa memperhatikan apakah materi sesuai dengan judulnya atau tidak,” ujar Alexander. Akibatnya, materi berita menjadi seragam, monoton, dan tidak lagi mencerminkan kepentingan publik yang sebenarnya.

Alexander mengutip data pengaduan ke Dewan Pers sebagai cerminan dari krisis kualitas ini. Pada tahun 2023, terdapat 813 pengaduan, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. “Mayoritas sengketa terkait judul berita yang menghakimi dan abai dalam mengonfirmasi,” tegasnya, mengutip pernyataan anggota Dewan Pers, Arif Zulkifli.

Untuk itu, Alexander memberikan sejumlah panduan praktis bagi jurnalis, terutama wartawan pemula, agar tetap berada di jalur jurnalisme berkualitas. “Jangan buru-buru. Verifikasi sebelum publikasi,” pesannya. Ia juga mendorong peserta untuk lebih fokus pada nilai berita, bukan semata-mata traffic. Menurutnya, belajar dari media kredibel dan membangun reputasi pribadi sebagai wartawan serba bisa menjadi langkah penting untuk menghadapi tantangan industri media digital saat ini.

Kelas ini menjadi ruang pembelajaran yang menegaskan kembali pentingnya akurasi, keadilan, dan etika dalam dunia jurnalistik. Dengan pendekatan yang lugas dan pengalaman yang mendalam, Alexander Sudrajat mengajak para peserta untuk tidak sekadar menjadi penghasil konten, tetapi tetap menjadi pewarta yang berpihak pada kebenaran dan kepentingan publik.

Editor: Agung