
J5NEWSROOM.COM, Setelah pemakaman Paus Fransiskus yang dihadiri lebih dari 400.000 orang di Vatikan dan Roma, perhatian dunia kini berfokus pada konklaf para kardinal yang akan memilih pemimpin baru Gereja Katolik.
Upacara pemakaman di Lapangan Santo Petrus berlangsung penuh emosi, di mana umat dari seluruh dunia memberikan penghormatan terakhir kepada Paus pertama asal Amerika Latin tersebut. Fransiskus dikenang sebagai pemimpin reformis yang memperjuangkan kaum miskin dan yang paling rentan.
“Paus Fransiskus akhirnya berhasil mengubah Gereja menjadi lebih normal, lebih manusiawi,” ungkap Romina Cacciatore, seorang penerjemah asal Argentina.
Pemilihan Paus baru akan dilakukan oleh 135 kardinal yang memenuhi syarat, yaitu yang berusia di bawah 80 tahun. Sebagian besar dari mereka merupakan kardinal yang diangkat oleh Paus Fransiskus sendiri, yang berpotensi membawa Gereja untuk melanjutkan jejak reformis tersebut. Namun, para pengamat memperingatkan bahwa pilihan konklaf ini tetap tidak dapat diprediksi.
Kardinal Jean-Claude Hollerich memperkirakan bahwa konklaf akan dimulai pada 5 atau 6 Mei, setelah masa berkabung resmi selesai. Kardinal Reinhard Marx menambahkan bahwa konklaf tersebut kemungkinan akan berlangsung hanya beberapa hari.
Dalam homili pemakaman, Kardinal Giovanni Battista Re menekankan warisan Paus Fransiskus yang terkenal karena pembelaannya terhadap migran dan ajakannya untuk perdamaian. Banyak umat berharap bahwa Paus yang baru akan melanjutkan visi tersebut.
Evelyn Villalta, seorang pelayat asal Guatemala, berharap pemimpin baru yang terpilih akan terus menegakkan ajaran-ajaran Paus Fransiskus. “Mudah-mudahan Paus yang baru akan melanjutkan fondasi yang telah ditinggalkan Paus Fransiskus,” ujarnya.
Melihat sejarah sebelumnya, setiap pemilihan Paus membawa perubahan besar dalam gaya kepemimpinan Gereja, mulai dari Yohanes Paulus II yang karismatik, Benediktus XVI yang intelektual, hingga Fransiskus yang sangat aktif di lapangan.
Dengan 1,4 miliar umat Katolik yang menanti, kardinal-kardinal mengakui bahwa pemilihan ini merupakan tugas yang sangat berat.
“Kami merasa sangat kecil. Kami benar-benar perlu berdoa untuk diri kami sendiri,” ujar Kardinal Hollerich.
Sekarang, dunia menunggu dengan harapan besar, siap menyambut pemimpin baru yang dapat mengarahkan Gereja Katolik di tengah tantangan zaman yang ada.
Editor: Agung