
J5NEWSROOM.COM, Batam – Sidang praperadilan yang diajukan oleh nahkoda KM Rizki Laut IV, M Fahyumi, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam dengan nomor perkara 8/Pid.Pra/2025/PN Btm. Sidang dipimpin oleh hakim tunggal Vabiannes Stuart Wattimena dengan agenda mendengarkan keterangan saksi fakta dan ahli pidana, Rabu (9/7/2025).
M Fahyumi, selaku pemohon, diwakili kuasa hukumnya Agustinus Nahak dan Yanuar Nahak, sedangkan pihak termohon adalah Polda Kepulauan Riau, cq Dirreskrimsus Polda Kepri, yang diwakili kuasa hukumnya Iptu Zainal dan Yudi Yudarma dari Bidkum Polda Kepri.
Kuasa hukum pemohon mempersoalkan keabsahan prosedur penangkapan kliennya yang dilakukan pada 29 Mei 2025. Mereka mengungkapkan bahwa menurut jawaban termohon dalam persidangan, Surat Perintah penindakan sudah terbit pada 1 Mei 2025. Namun, dalam rentang waktu tersebut, kuasa hukum menilai seharusnya kelengkapan administrasi penangkapan, termasuk surat perintah penangkapan dan penggeledahan, telah siap ditunjukkan.
“Saat penangkapan, tidak ada surat penangkapan ataupun penggeledahan yang diperlihatkan kepada klien kami,” tegas Agustinus Nahak di persidangan.
Sementara itu, pihak termohon membantah tudingan tersebut. Mereka menegaskan bahwa surat perintah tertanggal 1 Mei 2025 adalah surat perintah bulanan yang lazim digunakan dalam kegiatan kepolisian. Mereka juga menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan terhadap KM Rizki Laut IV adalah penindakan tertangkap tangan, bukan penangkapan yang memerlukan prosedur surat perintah di tempat.
Sidang juga menghadirkan ahli pidana Dr Ahmad Sofian, dosen tetap di Binus University, yang memberikan penjelasan soal prosedur hukum.
“Upaya paksa tak boleh melampaui harkat dan martabat seseorang. Kalau langsung penyidikan tanpa penyelidikan, berpotensi dipaksakan, karena penyelidikan adalah filter. Kecuali terjadi operasi tangkap tangan (OTT), meski tetap perlu penyelidikan untuk memastikan ada atau tidaknya tindak pidana,” papar Ahmad Sofian.
Ahmad Sofian menambahkan, penangkapan sah dilakukan setelah penyelidikan, disertai dua alat bukti yang sah, dan harus disertai surat perintah yang ditunjukkan kepada pihak terkait. “Kalau saat penangkapan tidak ditunjukkan surat perintah, hal itu bisa diuji ke praperadilan,” ujar Ahmad.
Dua saksi fakta, yakni Rusli dan Efendi, keduanya anak buah kapal (ABK) KM Rizki Laut IV, turut memberikan kesaksian. Rusli mengungkapkan bahwa pada 29 Mei 2025, sekitar pukul 12 malam, KM Rizki Laut IV dicegat speedboat berisi empat hingga lima orang yang mengaku sebagai anggota Polda Kepri.
“Empat orang naik ke kapal, mengaku polisi, tapi tidak menunjukkan surat penangkapan atau penggeledahan. Satu orang bawa senjata panjang. Kami lalu diarahkan ke Sekupang,” tutur Rusli.
Rusli juga menyebutkan bahwa minyak solar yang berada di kapal dipindahkan ke mobil tangki oleh pihak kepolisian tanpa menunjukkan surat penyitaan.
Efendi, saksi lain, membenarkan kronologi tersebut. Ia menyatakan tak melihat adanya surat perintah penangkapan maupun penggeledahan saat penindakan dilakukan.
“Saat solar dipindahkan ke mobil tangki, saya tidak tahu persis karena sedang diperiksa di Polda,” ungkap Efendi.
Dalam sidang, ahli pidana Dr Ahmad Sofian menegaskan berdasarkan rentang waktu penerbitan surat perintah dan pelaksanaan penindakan, tindakan terhadap KM Rizki Laut IV tidak dapat dikategorikan sebagai tertangkap tangan, melainkan penangkapan, sehingga wajib memenuhi prosedur hukum, termasuk penunjukan surat perintah.
Sidang praperadilan ini akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi dari termohon dan kesimpulan para pihak. Perkara ini menjadi sorotan karena menyangkut prosedur penegakan hukum yang harus dijalankan sesuai ketentuan.
Editor: Agung

