KKP Hentikan Aktivitas Tambang Pasir di Pulau Citlim Kabupaten Karimun

Petugas KKP memasang plang penghentian aktivitas tambang pasir di Pulau Citlim. (Foto: CNN Indonesia/Arpandi)

J5NEWSROOM.COM, Karimun – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) menghentikan aktivitas pertambangan pasir di Pulau Citlim, Desa Buluh Patah, Kecamatan Sugie Besar, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Sabtu (19/7/2025). Penutupan dilakukan karena kegiatan tambang tidak mengantongi izin pemanfaatan ruang laut dan pulau-pulau kecil sesuai ketentuan yang berlaku.

Penghentian dilakukan dengan pemasangan plang larangan beraktivitas di area tambang. “Kami menjalankan perintah undang-undang untuk menghentikan sementara aktivitas di Pulau Citlim,” ujar pejabat PSDKP, Ipunk Nugroho.

Pulau Citlim diketahui memiliki luas sekitar 2.200 hektar, sehingga termasuk kategori pulau kecil yang penggunaannya harus mendapatkan rekomendasi dari KKP, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2021 serta Permen KP Nomor 10 Tahun 2024.

Selain persoalan izin, penghentian tambang juga didorong oleh keluhan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, terkait dampak lingkungan. Ipunk mengatakan, aktivitas pencucian pasir menyebabkan aliran air keruh ke laut yang menutupi terumbu karang dan merusak ekosistem.

Perusahaan yang menjalankan tambang, PT Jeni Prima Sukses, akan diperiksa lebih lanjut oleh tim PSDKP Batam. Selama proses penghentian berlangsung, seluruh aktivitas di Pulau Citlim dilarang dilakukan. Pemantauan akan dilakukan melalui sistem satelit dan pengawasan masyarakat setempat (Pokmaswas).

“Namanya penghentian, ya berhenti dulu. Aktivitas bisa dilakukan lagi setelah perizinan lengkap,” kata Ipunk.

Terkait dampak kerusakan ekosistem laut, KKP masih melakukan pendalaman termasuk kemungkinan penerapan sanksi administratif dan denda lingkungan.

Sementara itu, Direktur PT Jeni Prima Sukses, Jeki Sudianto, mengakui bahwa perusahaannya telah beroperasi sejak 2019 tanpa mengantongi izin ruang laut. Ia menyebutkan bahwa permohonan izinnya dua kali ditolak melalui sistem perizinan daring (OSS).

“Sudah kami urus, tapi ditolak dua kali di OSS. Peraturan izinnya sering berubah, jadi kami kesulitan memenuhi persyaratan,” kata Jeki.

Ia menambahkan akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil (DJPK) KKP untuk menyelesaikan izin yang diminta. Jeki juga membantah pasir yang ditambang diekspor ke luar negeri. Menurutnya, hasil tambang hanya dikirim ke Batam dan Karimun menggunakan tongkang.

Editor: Agung