
J5NEWSROOM.COM, Makassar – Malam di kota Makassar, Senin (14/7/2025), berangsur hening. Jalanan mulai lengang ketika tiga sosok duduk dalam kehangatan sebuah meja makan di restoran New Aroma Labakkang, Jalan Chairil Anwar. Bukan makan malam biasa. Di antara suapan hidangan laut khas Sulawesi, tersaji pula kisah yang lebih dari sekadar memori—ia adalah pelajaran hidup, refleksi spiritual, dan keajaiban yang nyata.
Sore itu, Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Rusdi Hartono mengundang dua tamu istimewa: Dr Aqua Dwipayana, pakar komunikasi dan motivator nasional, serta Sukma Dwi Priardi, Regional CEO Bank Syariah Indonesia (BSI) Region Office Makassar. Undangan itu tak sekadar untuk berbagi santapan, tapi juga untuk berbagi cerita yang menggugah kesadaran.
Saat makanan tersaji hangat di meja—beragam menu khas Makassar yang menggoda selera—obrolan pun mengalir. Namun bukan cerita tentang tugas-tugas kepolisian atau perbankan yang mendominasi percakapan, melainkan kisah tentang nyawa, ujian iman, dan keteguhan hati.
Dengan nada tenang dan wajah penuh syukur, Irjen Rusdi memulai ceritanya. Kisah tentang jatuhnya helikopter Super Bell 3001 milik Polri di hutan belantara Bukit Muaro Emat, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, pada 19 Februari 2023. Sebuah tragedi yang hampir merenggut nyawanya saat ia menjabat sebagai Kapolda Jambi.
“Dari seluruh penumpang, saya yang mengalami luka paling parah,” ujar Rusdi perlahan. Namun dari nada bicaranya, tak ada kesan trauma. Yang terdengar justru rasa syukur yang dalam. “Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan untuk hidup, untuk memperbaiki diri.”
Dr Aqua dan Sukma yang mendengarkan kisah itu terdiam sejenak. Mereka tak sekadar menyimak, tapi menyerap setiap pelajaran yang tersirat.
“Sebagai manusia, kami merasa sangat kecil mendengar cerita itu. Betapa dekatnya maut saat itu, tapi Allah masih berkehendak lain,” ungkap Dr Aqua seusai pertemuan. Ia menambahkan, pertemuan malam itu adalah sebuah rezeki tak ternilai, bukan karena makanan yang tersaji, tapi karena kesempatan menyelami dimensi spiritual seorang jenderal polisi yang selamat dari maut.
Rusdi tidak bercerita dengan gaya menggugah simpati. Ia lebih memilih untuk membingkai kisahnya sebagai bentuk rasa syukur dan kehendak Ilahi. Di tengah perbincangan, Rusdi juga mengungkapkan bahwa pengalaman tersebut mengubah cara pandangnya terhadap kehidupan, terhadap amanah, bahkan terhadap ibadah.
“Saya semakin sadar, bahwa hidup ini bukan tentang jabatan atau pangkat, tapi tentang bagaimana kita menjalani sisa waktu yang diberikan Allah dengan sebaik-baiknya,” katanya pelan.
Sukma Dwi Priardi, yang turut menyimak cerita tersebut, menyebut pertemuan itu sebagai pengingat diri. “Dalam kesibukan dunia kerja, kita sering lupa bahwa hidup bisa begitu rapuh. Cerita Pak Kapolda memberi energi baru bagi saya—untuk lebih ikhlas, lebih berserah.”
Malam terus bergulir, dan obrolan semakin dalam. Suasana di restoran mulai sepi, namun pertemuan itu terasa hangat. Tak ada sorotan kamera, tak ada publikasi besar. Hanya tiga insan yang saling bertukar pandang dan pemahaman tentang hidup dan mati, antara rezeki dan ujian.
“Kalau Allah belum izinkan, maut pun tak bisa menjemput. Tapi kalau sudah waktunya, meski kita berada di ruang paling aman, tak ada yang bisa menolak,” ucap Rusdi, yang kini dikenal tak hanya sebagai petinggi kepolisian, tapi juga pribadi yang rendah hati dan penuh perenungan.
Di akhir pertemuan, ketiganya sepakat: pertemuan malam itu bukan kebetulan. Ia adalah bentuk qadarullah, garis takdir yang mempertemukan tiga insan untuk saling mengingatkan, bahwa setiap detik kehidupan adalah anugerah, dan setiap kisah hidup adalah ladang hikmah.
Alhamdulillah, kata mereka bersama, sambil menutup malam dengan senyuman yang tenang.
Editor: Agung

