Tunjangan DPR vs Nasib Guru Honorer

Komunitas Muslimah Perindu Syurga, Widdiya Permata Sari (Foto: J5NEWSROOM.COM)

Oleh Widdiya Permata Sari

PUBLIK kembali dikejutkan dengan berita tentang besarnya pendapatan anggota DPR. Berdasarkan laporan yang dikutip dari KompasTV (24 Agustus 2025), gaji pokok anggota DPR sebenarnya hanya sekitar Rp4,2 – Rp5 juta per bulan.

Namun, setelah ditambah dengan berbagai tunjangan keluarga, komunikasi, transportasi, hingga perumahan, jumlah yang dibawa pulang bisa menembus lebih dari Rp100 juta setiap bulan. Angka ini terasa mencolok di tengah kondisi rakyat yang harus berjuang dengan harga kebutuhan pokok yang terus meningkat.

Sebaliknya, nasib guru honorer jauh berbeda. Dengan beban kerja mendidik anak bangsa setiap hari, mereka hanya menerima honor yang kadang tidak sampai Rp1 juta per bulan. Bahkan ada yang hanya dibayar beberapa ratus ribu rupiah saja. Itu pun sering terlambat cair. Padahal mereka memikul tanggung jawab besar untuk mencetak generasi penerus bangsa.

Guru honorer dituntut mengajar dengan penuh dedikasi, mendampingi siswa agar tidak hanya pintar secara akademik tetapi juga berakhlak dan berkepribadian baik. Namun, apresiasi yang diterima jauh dari layak. Di banyak sekolah, mereka juga harus mengurus administrasi, mendampingi kegiatan siswa, bahkan menggantikan tugas guru tetap jika berhalangan. Semua itu dilakukan dengan gaji yang tidak sebanding dengan kerja keras mereka.

Ironinya, wakil rakyat yang seharusnya menjadi representasi suara rakyat justru menikmati fasilitas mewah. Sementara guru honorer yang bekerja keras di kelas demi mencerdaskan kehidupan bangsa harus puas dengan upah pas-pasan. Pertanyaan besar pun muncul: di manakah letak keadilan itu?

Sistem demokrasi transaksional membuat kursi legislatif sering kali didapat dengan ongkos politik besar. Tak heran, ketika berhasil duduk di Senayan, orientasi yang muncul sering kali bukan memperjuangkan rakyat, melainkan mengembalikan modal. Maka wajar jika tunjangan besar dianggap wajar meski kinerja sering kali mengecewakan.

Berbeda dengan guru honorer. Mereka tidak mengenal politik uang, tidak ada kapitalisasi suara, tidak ada kursi yang bisa dibeli. Mereka bekerja murni karena panggilan hati, pengabdian, dan cinta pada profesi. Mereka hadir di kelas untuk mempersiapkan generasi muda agar mampu bersaing dan membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.

Namun kenyataannya, pekerjaan mulia ini tidak mendapatkan penghargaan yang pantas. Guru honorer tetap berjuang di tengah gaji rendah, sementara para elite politik hidup bergelimang fasilitas.

Jika dibandingkan, seorang anggota DPR bisa mengantongi lebih dari Rp100 juta per bulan, bahkan ketika kursi rapat mereka sering kosong. Sementara seorang guru honorer, dengan gaji ratusan ribu rupiah per bulan, harus mencari pekerjaan tambahan hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Perbedaan ini sungguh menyakitkan, apalagi jika diingat bahwa keduanya sama-sama dibiayai dari uang rakyat.

Logikanya, alokasi anggaran terbesar seharusnya diberikan pada sektor yang langsung menyentuh pembangunan peradaban bangsa, seperti pendidikan, kesehatan, dan riset. Bukan justru tersedot ke kantong elite politik.

Dari perspektif Islam, jabatan adalah amanah, bukan sarana memperkaya diri. Seorang wakil rakyat seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi, bukan menumpuk harta. Bandingkan dengan guru honorer yang hidup sederhana, bekerja dengan ikhlas, dan tetap setia pada tugasnya meski kesejahteraan jauh dari kata layak.

Islam menawarkan jalan keluar yang adil dan manusiawi. Diantaranya memunculkan kesadaran pada para pejabat negara bahwasannya jabatan adalah amanah. Pemimpin atau wakil rakyat semestinya hidup sederhana, bukan bermewah-mewah di atas penderitaan rakyat.

Kemudian guru wajib dimuliakan. Negara berkewajiban menjamin kesejahteraan guru karena mereka pilar utama pendidikan umat. Dan harta kekayaan milik umum yang menjadi hak rakyat harus lebih banyak diarahkan ke pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok rakyat, bukan fasilitas pejabat.

Dengan prinsip Islam, guru honorer tidak akan dipandang sebelah mata. Mereka akan dimuliakan di dunia dengan kesejahteraan yang layak, dan di akhirat mendapat pahala besar karena ilmu yang diajarkan adalah amal jariyah.*

Penulis adalah Komunitas Muslimah Perindu Syurga