Menapak Jejak Cinta di Bungus: Ziarah ke Mak Tuo Non Samad, Awal Perjalanan Pulang Basamo

Suasana peserta rombongan saat berziarah ke makam Mak Tuo Non Samad. (Foto: J5NEWSROOM.COM)

J5NEWSROOM.COM, Padang – Langit pagi di Bungus Teluk Kabung masih berselimut embun ketika rombongan Pulang Basamo tiba di sebuah dataran tinggi yang tenang, jauh dari riuh kota. Udara segar khas pesisir dan jejak basah tanah yang semalam diguyur hujan menjadi saksi bisu perjalanan penuh makna: ziarah ke makam Mak Tuo Non Samad.

Ziarah ini bukan sekadar kunjungan biasa. Ia adalah bentuk penghormatan, ungkapan rindu, dan perenungan atas jasa seorang perempuan tangguh yang hidupnya telah menjadi suluh bagi keluarganya.

Rombongan yang datang dari Jakarta menempuh perjalanan darat selama lebih dari 34 jam. Meski lelah menyelimuti, semangat dan kehangatan kekeluargaan yang terpancar dari wajah-wajah mereka justru menyala. Baru menginjakkan kaki selama 12 jam di tanah Minang, mereka telah bergerak, memulai agenda dengan langkah yang penuh cinta—ziarah ke makam sosok yang mereka panggil dengan penuh hormat, Mak Tuo.

“Mak Tuo Non Samad adalah kakak tertua dari ibu saya. Jasanya sangat besar dalam membesarkan keluarga kami. Dialah yang mengurus kakak-kakak saya ketika mereka menuntut ilmu di Padang,” ujar Dr Aqua Dwipayana, inisiator rombongan Pulang Basamo, yang juga dikenal sebagai pakar komunikasi dan motivator nasional.

Perjalanan menuju makam tidaklah mudah. Jalanan menanjak yang licin dan becek akibat hujan malam sebelumnya menjadi tantangan tersendiri. Namun, langkah-langkah itu tetap tegap, dibimbing oleh tekad dan cinta.

Sesampainya di pemakaman, keheningan menyelimuti. Satu per satu rombongan berdiri khidmat, menundukkan kepala, mendoakan almarhumah Mak Tuo dengan lirih yang nyaris bersatu dengan desir angin pegunungan. Di sanalah, di antara nisan yang sederhana, kenangan masa lalu mengalir kembali, membasuh batin dengan haru dan syukur.

Bagi Dr Aqua, ziarah ini adalah bentuk pendidikan ruhani bagi generasi penerus. Ia ingin nilai-nilai keikhlasan, pengorbanan, dan kasih sayang yang dicontohkan Mak Tuo tidak tergerus oleh zaman. “Kami mengenang semua kebaikan Mak Tuo dan berusaha meneladaninya. Alhamdulillah,” tuturnya lirih.

Rombongan Pulang Basamo bukan hanya kembali ke kampung halaman secara fisik, tetapi juga menziarahi akar spiritual dan sejarah keluarga. Dalam setiap langkah yang mereka tapaki, ada benang merah yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, melalui doa, ingatan, dan rasa syukur.

Ziarah ini menjadi simbol pembuka rangkaian perjalanan Pulang Basamo tahun ini—perjalanan yang bukan semata soal mudik atau pulang kampung, tetapi juga sebuah ikhtiar melestarikan nilai-nilai keluarga, silaturahim, dan kebaikan lintas generasi.

Dan di Bungus, di hadapan pusara yang sunyi, perjalanan itu dimulai dengan penuh cinta.

Editor: Agung