Dr Aqua, dan Belajar Melalui Mengajar

Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional, Dr Aqua Dwipayana. (Foto: J5NEWSROOM.COM)

Oleh Sunarko

BELUM sempat “menaruh badan” setelah sekitar dua pekan mengikuti acara Pulang Basamo ke Sumatera Barat pada awal hingga pertengahan September 2025 ini, Dr Aqua Dwipayana M.Ikom langsung tancap gas.

Doktor Ilmu Komunikasi itu sepertinya justru “lesu” kalau cukup lama absen dari melakukan Sharing Komunikasi dan Motivasi  —kegiatan yang selama ini menjadi “trademark” Aqua.

Padahal, kegiatan sharing dan silaturahim itu membuat Aqua harus melanglang jagat, yang tentu membutuhkan stamina0 ekstra-kuat.

Dalam sepekan, misalnya, dia bisa berada di 3-4 provinsi berbeda, dan tentu dengan lebih banyak lagi jumlah kabupaten/kota yang dijelajahinya. Bahkan, ia juga melakukan kegiatan serupa hingga ke mancanegara.

Yang mengherankan, ia mengaku bahwa kegiatan-kegiatan tersebut malah jadi semacam proses “recharging” energinya.

Aqua merasa bahwa semangat dan kekuatannya justru terisi ulang (recharge) dengan kegiatan sharing, komunikasi dan silaturahim tersebut.

“Semakin banyak kegiatan sharing dan silaturahim, saya justru makin bersyukur,” demikian diungkapkan Aqua dalam satu tulisannya pada 21 September 2025 lalu.

Saya terkesan dengan pengakuan itu, tapi sekaligus penasaran.

Menurut saya, mustahil terjaganya bara semangat Dr Aqua Dwipayana untuk  sharing dan silaturahim itu hanya dilandasi alasan profesi dan pengabdian semata.

Jika motifnya “ya memang sudah profesi” dan sekadar pengabdian, saya yakin kesibukannya yang seabrek itu hanya akan menghasilkan kelelahan, bahkan perbudakan.

Nyatanya, kesibukan sharing dan silaturahim itu justru membuat semangat Aqua bergelora. Jelas ada alasan yang lebih dalam daripada sekadar tuntutan profesi dan pengabdian.

“Pasti ada panggilan!” demikian keyakinan saya.

Mengapa?

Sebab, pengabdian dan profesi yang disemangati oleh panggilan hati itu berisikan makna (meaning), dan makna melahirkan cinta!

Nah, cinta-lah yang membuat seseorang seakan tidak pernah kekurangan energi dan  daya —sebagaimana yang dibuktikan Aqua melalui aneka kegiatan Sharing Komunikasi dan Motivasi serta silaturahim.

Dengan kata lain, mengerjakan sesuatu dengan landasan cinta membuat pelakunya menikmati setiap proses dan apapun hasil yang ditimbulkannya.

Mengerjakannya pun menjadi sebuah kesenangan sekaligus hobi. Dan, Dr Aqua Dwipayana membenarkan pernyataan itu sebagaimana yang diungkapakannya di bawah ini.

“Saya senang belajar dari orang-orang yang saya temui. Semakin banyak orang yang saya temui, berarti semakin banyak saya belajar. Guru saya bertambah,” ucap Aqua.

“Filosofi saya, semua orang yang saya temui adalah guru; dan setiap  tempat merupakan kelas buat saya belajar,” demikian Aqua menambahkan.

Filosofi “mengajar sekaligus belajar” ini mengandung arti yang dalam.

“Belajar melalui mengajar adalah cara paling ampuh (powerful) dan komplet dalam menguasai suatu ilmu atau skill,” kata Jim Kwik –seorang pelatih (coach) tingkat dunia untuk pembelajaran otak dan meta-learning.

“Belajar melalui mengajar adalah akselerator dalam pencapaian ilmu dan skill Anda,” tandas Jim Kwik, yang juga penulis buku laris  Limitless.

Kerendahan Hati
Dengan mengajar, jelas Jim Kwik, Anda harus mempelajari materi setidaknya dua kali. Pertama, Anda mempelajarinya untuk Anda pahami sendiri. Kedua, Anda mempelajarinya lagi untuk Anda bagi dan  sampaikan kepada  yang lain.

“Mempelajari berulang membuat ilmu dan skill yang Anda pelajari itu jadi solid,” ungkap Jim Kwik.

Sebab, mengajarkan sesuatu mendorong si pengajar memahami materinya dengan lebih dalam, plus harus memahami lebih dulu siapa audiens yang jadi sasaran dan apa kebutuhan mereka.

Bahkan, ketika ada yang tak terduga dalam kegiatan mengajar, misalnya audiens bertanya tentang sesuatu yang baru, hal itu bisa memberi perspektif lebih luas pada si pengajar.

Mengajar juga menuntut si pengajar untuk berefleksi. Yakni, merenungkan apakah materi ajar-nya sudah berhasil dipahami atau belum oleh audiens.

Proses ini otomatis mendorong si pengajar terus belajar –baik dari umpan balik (feedback), dari kesalahan dan dari pengalaman.

Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa belajar dan mengajar (learn and teach) adalah satu kesatuan yang saling memperkaya.

Dengan kata lain, sebagaimana diungkapkan oleh Dr Aqua Dwipayana, saat seseorang mengajar, dia tak hanya menjadi guru, tetapi secara bersamaan juga jadi murid.

Inilah “benang merah”  di balik ungkapan “semua adalah murid, semua adalah guru”.

Filosofi ini mengajarkan pelakunya jadi  memiliki kerendahan hati (humility).

Dan menurut para ahli psikologi, kerendahan hati adalah salah-satu tanda sehatnya jiwa.

Bagaimana pendapat Anda?*

(Dalam perjalanan dari Jakarta ke Surabaya via tol Trans Jawa, Senin 29 September 2025)

Penulis adalah wartawan senior yang pernah menjabat Pemimpin Redaksi harian Tribun Bali.