
J5NEWSROOM.COM, Batam – Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan asuransi aset milik PT Persero Batam. Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara serupa yang lebih dulu diusut oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau.
Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Wayan Wiradarma, mengatakan keempat tersangka merupakan pejabat internal perusahaan pelat merah tersebut dalam kurun waktu 2012 hingga 2021.
“Ada empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini,” ujar I Wayan saat konferensi pers di lobi Kantor Kejari Batam, Kamis (17/10/2025).
Namun, hanya tiga dari empat tersangka yang memenuhi panggilan penyidik. Satu orang lainnya, TA yang pernah menjabat Pelaksana Tugas Direktur Utama pada 2015-2018, mangkir dengan alasan sedang berada di luar kota.
Empat orang tersangka itu masing-masing:
- HO, General Manager Akuntansi dan Keuangan (2013-2018)
- DU, Direktur Utama (2018-2020)
- BU, Fungsional Asuransi (2001-2013)
- TA, Plt Direktur Utama (2015-2018), tidak hadir saat pemanggilan.
“Dalam kasus ini, kerugian negara mencapai Rp 2,2 miliar,” tegas I Wayan.
Ketiga tersangka yang hadir langsung ditahan untuk 20 hari ke depan. Penahanan dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan dan mencegah upaya melarikan diri.
Kasipidsus Kejari Batam, Tohom Hasiholan, menyebut kasus ini bermula dari hasil penyidikan Kejati Kepri terhadap dugaan penyimpangan dalam penutupan asuransi aset perusahaan ke PT Berdikari Insurance Cabang Batam.
Dalam pengembangan perkara sebelumnya, penyidik telah menetapkan dua tersangka lain, yakni SS (Sekretaris Perusahaan PT Persero Batam) dan AMK (Kepala Cabang PT Berdikari Insurance Batam).
“Kedua tersangka menutup aset asuransi PT Persero Batam tanpa proses lelang dan tanpa penilai yang berwenang. Bahkan aset tidak produktif dan rusak juga diasuransikan. Akibatnya ada biaya akuisisi yang seharusnya menjadi pendapatan perusahaan justru bocor,” ujar Tohom.
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kepri menunjukkan kerugian negara sekitar Rp 2,22 miliar akibat praktik tersebut.
“Penahanan dilakukan karena penyidik khawatir para tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya,” tambah Tohom.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penyidik menyebut tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah seiring pendalaman perkara.
Editor: Agung

