EDIRNE, dulu pernah menjadi ibukota Dinasti Utsmani. Saat itu, Turki yang merupakan salah satu negeri muslim dengan jumlah penduduk muslim terbesar, menjadi pusat pemerintahan kerajaan dinasti Turki Utsmani (Utsmaniyah) atau Ottoman.
Apa saja yang dapat dieksplorasi dari kota bersejarah dan tua di Turki itu? Berikut penuturan pengusaha kuliner yang juga owner Restoran Jepang Misticanza, Akbar, kepada wartawan Majalah Siber Indonesia, J5NEWSROOM.COM, Alia Safira.
Edirne atau sering disebut Adrianopel adalah sebuah kota di seberang utara Selat Bosporus. Secara geografis, sejatinya Edirnemen adalah bagian dari benua Eropa. Edirne merupakan pintu sebelah barat yang dilalui oleh Sultan Muhammad Al-Fatih untuk masuk Konstantinopel. Bagi Romawi, saat itu, kota Edirne merupakan kota terbesar kedua setelah Konstantinopel.
Kota Edirne berhasil dikuasai oleh orang-orang Turki di bawah pemerintahan Murad I (1360-1389 M), penguasa Kerajaan Turki Utsmani (Utsmaniyah). Pada 1362, Murad I berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke kawasan Eropa, dengan merebut, antara lain, Kota Edirne dari tangan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur).
Sejak saat itu, kekuasaan Utsmaniyah menjadikan kota Edirne sebagai pusat pemerintahannya. Sebab, kawasan ini terletak di tempat yang sangat strategis dalam jalur utama yang menghubungkan Eropa-Turki.
Namun kejayaan tersebut tidak bertahan lama. Meskipun Kekaisaran Utsmaniyahn bertahan selama 600 tahun, tapi pada akhirnya menyerah pada apa yang kebanyakan sejarawan gambarkan sebagai penurunan yang panjang dan lambat.
Meskipun ada upaya untuk memodernisasi. Akhirnya, setelah berperang di pihak Jerman dalam Perang Dunia I dan menderita kekalahan, kekaisaran dilucuti oleh perjanjian dan berakhir pada tahun 1922.
Ketika Sultan Utsmaniyah terakhir, Mehmed VI digulingkan dan meninggalkan ibu kota Konstantinopel (sekarang Istanbul) menggunakan kapal perang Inggris. Dari sisa-sisa Kekaisaran Utsmaniyah muncul negara modern Turki.
Meski ada banyak faktor menurut sejarawan yang menyebabkan runtuhnya Kekaisaran Utsmaniyah. Para sejarawan memang tidak sepenuhnya setuju dengan berbagai faktor tersebut. Tapi mereka sepakat, berpihak pada Jerman dalam Perang Dunia I, mungkin merupakan alasan paling signifikan atas runtuhnya Kekaisaran Utsmaniyah.
Maka, mengunjungi Edirne sepertinya kurang begitu diminati oleh wisatawan Indonesia, karena Capadocia “is my dream” tetap menjadi pilihan utama.
Karena sisa-sisa kejayaan Ottoman seperti masjid Salimiye yang dikelilingi oleh toko-toko souvenir, kalah populer dibandingkan Hagia Sophia dan Blue Mosque. Juga, ada sisa-sisa jembatan kuno dan benteng-benteng yang kini mulai ditutupi oleh lumut dan rumput.
BACA JUGA: Sensasi Naik Mobil Sewaan Menempuh Jarak 800 Km Keliling Turki Barat
Akan tetapi, sebenarnya ada hal yang menarik dari kota Edirne, yaitu hanya dengan berkendara 15 menit, kita sudah bisa masuk ke wilayah Yunani, dalam bahasa Turki disebut Yunanistan (stan-negeri) dan 30 menit, kita bisa masuk ke Bulgaria/Bulgaristan. Tentu saja siapkan terlebih dahulu visa Schengen untuk masuk wilayah Eropa.
Saat mendekati perbatasan, terlihat deretan truk dan kontainer sepanjang 3 km menutup dua jalur kanan. Akibatnya, yang tersisa hanya satu jalur saja, maka kami dengan lancar melewati pintu perbatasan.
Rupanya untuk pemegang passport Indonesia, kita mudah saja melewati pos tersebut apalagi membawa mobil sendiri. Dan kota kecil di Bulgaria yang tidak jauh dari sana adalah Kota kapiten Andreavo,
Akan tetapi bagi pemegang passpor Bulgaria untuk masuk ke Turki pemeriksaannya cukup ketat. Karena ternyata di Turki sendiri ada etnis keturunan Bulgaria sebanyak lebih dari 500.000 jiwa atau 8,4 % populasi Turki.
Dari Bulgaria kami kembali ke Edirne menuju perbatasan Turki-Yunani. High way yang lebar dan baru dibuat itu menunjukkan bahwa perbatasan antara kedua negara mulai membaik. Padahal sebelumnya selalu terjadi sengketa perbatasan dan migrasi penduduk antara dua negara.
Hanya saja karena pos perbatasan masih baru, kebanyaka mobil yang berasal dari arah Turki, diparkir sebelum pos dan penumpangnya berjalan kaki ke kota terdekat, yaitu Kastanies.
Dari sana kami paham mengapa saat di pusat kota Edirne, aksara Rusia dan Yunani ada di mana-mana, bahkan rumah makan Balkan pun ada di samping resto-resto Rusia dan Yunani.
Di bulan Maret ini, sebagai awal musim semi, bunga sakura pink dan putih ada di mana-mana. Sayang, di Turki bunga sakura tidak dijadikan bunga yang didambakan sebagaimana di Jepang. Tumbuh sebagai tanaman liar yang tidak diurus.
Tentu saja kami tidak melewatkan kesempatan untuk mencicipi kuliner khas Edirne. Dan tips yang selalu kami digunakan adalah, jika ada antrian panjang customer berarti menu makanan istimewa.
Sebuah resto diantri sepanjang hampir 10 meter, dan saat di dalam kami perhatikan hampir semua tamu memesan Edirne Tava Ciger. Rupaya itulah makanan khas dan favorit yang cuma ada di Edirne. Yaitu, hati sapi goreng tepung. Satu piring haganya dibandrol di bawah Rp 100.000. Cara membuatnya pun mudah, cuma sayang si koki keberatan waktu di video.
Kalau kita biasa dengan paru goreng tepung, di sana hati sapilah yang diiris tipis-tipis dan dicelup ke adonan tepung dan langsung digoreng minyak panas.
BACA JUGA: Menikmati Sensasi Malam Tahun Baru 2023 di Singapura, Sebelum Terbang ke Istanbul
Di Turki tampak banyak gereja terlihat. Tetapi Sinagog atau rumah ibadah kaum Yahudi, baru bisa dilihat di Edirne, Grand Synagogue of Edirne. Rupanya sudah dibangun sejak tahun 1909. Ternyata, pada abad ke 15 lalu, karena alasan politik, orang Yahudi Spanyol dan Portugis mengungsi lalu ditampung oleh pemerintah Khalifah Utsmaniyah/ottoman.
Di Edirne kami menginap di Hotel Ramada Wyndham yang ternyata kebanyakan tamu berasal dari Bulgaria. Setelah cek out kami kembali ke Istambul yang jaraknya 246 km dan memilih hotel di tempat keramaian, Taksim square.
Target utama kami adalah mengunjungi satu menara yang berumur 600 tahun dengan ribuan sejarah di Istanbul Turki yaitu Galata Tower. Yang juga tidak masuk dalam paket tour Turki pada umumnya. Padahal dengan berjalan kaki dari Taksim Squre hanya 20-30 menit saja.
Galata Tower pertama kali beroperasi pada tahun 1348 di masa Bizantium (Kekaisaran Romawi) yang pada saat itu menguasi Konstantinopel.
Awalnya menara ini berfungsi untuk memantau pertahanan kota. Hal ini karena berbagai sudut kota yang berada di sekitar menara bisa terlihat dengan jelas, terlebih kapal-kapal yang berlalu-lalang.
Kemudian, pada tahun 1348 Galata Tower terkena gempa bumi dan mengalami kebakaran, sehingga dibangun kembali dengan bahan batu. Kemudian, setelah ditaklukannya Bizantium oleh Dinasti Turki Usmani, Menara Galata dialifungsikan menjadi penjara sekaligus sebagai pemantau titik kebakaran.
BACA JUGA: Bergegas ke Hamburg Demi Nonton Penampilan Indonesian National Orchestra
Setelah Dinasti Turki Usmani runtuh, menara ini akhirnya dibuka untuk umum pada 1960 dan dijadikan sebagai objek wisata. Karena terlalu panjangnya antrian untuk naik ke atas menara, maka kami lebih memilih menikmati kuliner khas Turki yang unik.
Biasanya di Indonesia kita kenal kerang hijau, yang dagingnya lembut dibanding kerang dara, maka saat melihat kerang hitam dan oyster, tertarik juga untuk mencicipi, apakah rasanya sama.
Ternyata, tumpukan kerang tersebut saat dibuka, isinya adalah nasi, serasa nasi kebuli, yang dicampur dengan kerang, lalu ditutup rapat lagi. Jadi dengan 100 Lira atau sekitar Rp 850.000, kita dapat menikmati semangkuk kerang yang berisi nasi. Cukup mengenyangkan. Seperti makan semangkuk kerang dan sepiring nasi kebuli rasa kerang.
Editor: Saibansah