J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Singapura menghentikan ekspor babi hidup dari Indonesia sejak April 2023. Penghentian itu dilakukan karena Badan Pangan Singapura/Singapore Food Agency (SFA), menemukan penyakit flu babi (African Swine Fever/ASF) pada babi hidup yang dikirim dari dari Pulau Bulan, Batam Provinsi Kepri ke Singapura.
Hal ini juga dibenarkan oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementan. Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Barantan, Wisnu Wasisa Putra mengatakan, hasil pengujiannya juga menghasilkan bahwa babi yang dikirim dari Pulau Bulan ke Singapura positif flu babi.
“Hasil pengujian lanjutan baik oleh Laboratorium BBUSKP dan BVet Bukittinggi adalah positif ASF dan negatif CSF, sehingga perlu dilakukan sequencing untuk mengetahui genom virus terkait kemiripan asal virus,” jelas Wisnu dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (6/5/2023).
Barantan juga menyatakan hasil investigasi bersama antara Indonesia dan Singapura terjadi kematian babi yang cukup besar di Pulau Bulan, namun dengan gejala klinis mengarah ke Classical Swine Fever (CSF)/Hog Cholera.
Sebagai langkah tindak lanjut, Barantan, Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Singapura (Singapore Food Agency dan NS Park) telah melakukan dialog pada 28 April 2023 yang lalu di Kantor PT ITS.
Sebagai langkah antisipasi, Karantina Pertanian Tanjung Pinang, melakukan langkah-langkah berupa pengujian ASF terhadap ternak babi yang akan dilalulintaskan. Pihaknya juga akan melakukan pengetatan tindakan karantina hewan.
“Selain itu, pemantauan terhadap importasi pakan dan bahan pakan yang masuk ke Pulau Bulan sebagai langkah kewaspadaan kemungkinan masuknya ASF di pulau ini,” jelas Wisnu.
Saat ini, Kementan juga telah melakukan gerak cepat dengan memberikan pendampingan pelaksanaan disposal, disinfeksi dan pelaksanaan biosekuriti pasca penutupan pintu ekspor ternak babi asal Pulau Bulan, Provinsi Kepulauan Riau ke Singapura.
“Kementan telah usulkan sistem sub-kompartemen bebas ASF di Pulau Bulan dan telah disetujui oleh pihak Singapura, sehingga kedepan kita dapat kembali mengekspor ternak babi ke Singapura,” kata Kepala Barantan, Bambang dalam keterangan pers sebelumnya.
Adapun perusahaan yang melakukan ekspor hewan babi dalam kasus ini adalah PT Indotirta Suaka (PT ITS). Sebelumnya, PT ITS ditetapkan sebagai kompartemen bebas ASF dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan Keputusan Nomor 669/KPTS/PK.320/M/11/2021 tentang Penetapan PT ITS Suaka sebagai Kompartemen Bebas dari Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Ternak Babi.
Namun, karena ditemui banyak babi yang mati karena terkena virus ASF, status tersebut telah dicabut oleh Kementan.
“Dengan pembekuan ini, kami akan menindaklanjuti dengan melakukan evaluasi secara berkesinambungan agar dapat ditinjau pemberlakuan kompartemen bebas ASF dengan sistem sub kompartemen,” katanya lagi.
Badan Pangan Singapura (SFA) menerangkan flu babi Afrika adalah penyakit yang sangat mematikan dan menular pada babi, penyakit ini tidak menginfeksi manusia.
Untuk mengurangi risiko masuknya demam babi Afrika, SFA mewajibkan daerah pengekspor daging babi mentah ke Singapura agar bebas dari penyakit karena daging mentah dari babi yang terinfeksi merupakan sarana penularan virus yang mungkin terjadi.
Produk daging babi olahan dari perusahaan yang disetujui di daerah yang terkena flu babi Afrika diizinkan untuk diimpor dan dijual, asalkan telah dipanaskan untuk menonaktifkan virus.
“Kondisi impor babi, daging babi, dan produk babi Singapura didasarkan pada sains, dan mengambil referensi dari pedoman dan standar dari Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan,” pungkas SFA.
Editor: Saibansah