Oleh. Yulweri Vovi Safitria
BEJAT. Mungkin itu kata-kata yang tepat disematkan pada orang tua yang tega menodai anak kandungnya sendiri. Orang tua yang seharusnya menjadi garda terdepan melindungi dan menjaga anak dan keluarganya justru menjadi orang nomor satu yang merusak masa depan mereka. Bahkan tindakan tidak manusiawi tersebut dilakukan berulangkali sejak sang anak berusia 8 tahun.
Hingga detik ini, beragam kekerasan seksual terus terjadi. Kasus di atas hanya salah satu dari sekian kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Mungkin tidak akan lepas dari ingatan kejadian di Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah beberap waktu yang lalu dan disebut-sebut sebagai kasus terberat sepanjang 2023.
Darurat!
Melihat tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak. KemenPPA juga mencatat jumlah kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak di Indonesia mencapai 9.645 kasus, yang terjadi sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023.
Jika dicermati, kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat dan makin brutal. Padahal berbagai kebijakan telah digulirkan untuk mengatasi kekerasan tersebut tetapi belum membuahkan hasil yang optimal. Lantas, apa yang salah dengan aturan yang ada?
Jika mau jujur, meningkatnya kasus kekerasan seksual tidak bisa dilepaskan dari beberapa faktor yakni sanksi yang tidak memberikan efek jera pada pelaku. Hukuman yang ditetapkan pun sebatas dipenjara. Alhasil, kejadian tersebut kembali terulang bahkan ke luar dari penjara, para pelaku makin beringas.
Tidak hanya itu, menjamurnya konten pornografi dan pornoaksi di internet memberi dampak buruk bagi masyarakat. Apalagi dengan kecanggihan teknologi dewasa ini, semuanya mudahnya diakses melalui ponsel, tidak hanya diakses oleh orang dewasa, tetapi juga oleh anak-anak yang dibiarkan akrab dengan gawai.
Belum lagi sistem pendidikan yang tidak dilandasi akidah Islam, makin mengikiskan akhlak dan budi pekerti yang luhur. Sistem pendidikan yang memisahkan agama dari kehidupan melahirkan output orang-orang yang mengabaikan aturan agama. Alih-alih merindukan surga, halal dan haram saja sudah tidak dipedulikan.
Mereka merasa bebas berbuat apa saja tanpa mempedulikan syariat Islam. Oleh karenanya, lahirlah masyarakat liberal yang mengagungkan kebebasan sehingga muncul beragam perilaku kejahatan di masyarakat. Alhasil, anak-anak pun menjadi korban kerusakan sistem.
Solusi Tuntas dengan Islam
Jika melihat fakta tersebut dengan hati dan pikiran yang jernih dan senantiasa berpegang pada aturan Islam, maka akan terlihat bahwa terjadinya kekerasan seksual terhadap anak akibat tidak diterapkannya aturan Islam dalam kehidupan. Sistem hidup manusia telah jauh melenceng dari akidah Islam, mulai dari level individu, masyarakat hingga negara.
Namun, akan berbeda jika standar berperilaku disandarkan pada aturan Islam, seseorang akan memiliki perasaan dan pemikiran sesuai dengan akidah Islam sehingga memiliki standar perbuatan sesuai dengan aturan Islam pula.
Persoalan kekerasan seksual bukanlah persoalan personal melainkan persoalan sistemik yang butuh penyelesaian secara tuntas mulai dari akarnya. Bukan hanya dipangkas di bagian atas dengan memenjarakan pelaku yang sama sekali tidak membuat jera, tetapi memutus mata rantai kekerasan dengan memberikan sanksi tegas berdasarkan aturan Islam. Jika pelecehan seksual yang terjadi sampai terkategori zina, hukumannya adalah 100 kali dera bagi pelaku yang belum menikah dan hukuman rajam bagi pelaku yang sudah menikah.
Sedangakan bagi pelaku rudapaksa bukan hanya soal zina, melainkan sampai melakukan pemaksaan yang perlu dijatuhi sanksi tersendiri. Imam Ibnu Abdil Barr dalam kitab Al-Istidzkar menyatakan, “sesungguhnya, hakim atau kadi dapat menjatuhkan hukuman kepada pemerkosa dan menetapkan takzir kepadanya dengan suatu hukuman atau sanksi yang dapat membuat jera untuknya dan orang-orang yang semisalnya.”
Betapa menenteramkan jika aturan tersebut diterapkan yang sudah pasti tidak lagi timbul ketakutan akan bayang-bayang kekerasan.
Wallahua’lam.
Penulis adalah Direktur Muslimah Cemerlang Publishing Batam