J5NEWSROOM.COM, Surabaya – Aliansi Ulama dan Tokoh Jawa Timur menolak peristiwa PKI melalui Gerakan 30 September 1965 / Peristiwa 1965-1966 masuk pelanggaran HAM Berat yang diselesaikan secara non yudisial.
Menurut Aliansi Ulama dan Tokoh Jawa Timur, gerakan G30 S/PKI bukanlah pelanggaran HAM berat, akan tetapi upaya pemberontakan PKI yang mengancam keselamatan bangsa dan negara.
Aliansi Ulama dan Tokoh Jawa Timur keberatan dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang penyelesaian kasus HAM berat secara non yudisial. Kemudian, memasukan G30 S/PKI di dalamnya.
Ketua Aliansi Ulama, Habaib dan Tokoh Jawa Timur, Rahmat Mahmudi menyampaikan pernyataan sikap yang isinya sebagai berikut :
Penerbitan Keppres dan Inpres tersebut secara etis maksudnya untuk menginventarisasi peristiwa peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia.
Pada dasarnya sebuah upaya yang baik dan patut mendapatkan dukungan sepanjang dalam pelaksanaannya secara objektif, faktual, dan proporsional.
Namun, dalam realitasnya, Keppres dan Inpres tersebut tidak mampu menginventarisir peristiwa pelanggaran HAM berat secara objektif, faktual, dan proporsional.
Ada 12 jenis pelanggaran HAM Berat yang merupakan hasil dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) yakni :
1. Peristiwa 1965-1966
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989.
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999.
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Dari 12 jenis pelanggaran HAM berat ini, Aliansi Ulama dan Tokoh Jawa Timur keberatan memasukan gerakan G30 S/PKI sebagai pelanggaran HAM berat.
Menurut Aliansi Ulama dan Tokoh Jawa Timur, memasukan peristiwa G30 S/PKI dalam pelanggaran HAM berat, memiliki makna bahwa pemerintah pada waktu itu (TNI/ABRI) telah melakukan pelanggaran HAM berat, dan korbannya adalah anggota PKI.
Justru sebaliknyalah pada waktu itu, PKI melakukan pembunuhan terhadap 6 Jenderal dan beberapa perwira TNI/ABRI lainnya sebagai bagian dari pemberontakan.
Bahwa TNI/ABRI melakukan penumpasan terhadap PKI adalah menjadi tugas TNI/ABRI sebagai aparat pertahanan dan keamanan demi menyelamatkan Negara.
Sebaliknya, Aliansi Ulama dan Tokoh Jawa Timur mempertanyakan kinerja Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) yang tidak memasukan peristiwa peristiwa yang masuk pelanggaran HAM berat.
Antara lain, peristiwa Tanjung Priok tahun 1984, tewasnya 800 an petugas KPPS dalam Pemilu 2019, dan peristiwa KM 50 tahun 2020.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sangat menyesalkan terjadinya 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat,” ujar Jokowi.
Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah akan berusaha untuk memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM berat secara adil dan bijaksana tanpa meniadakan penyelesaiaan secara yudisial.
Sumber: Disway.id
Editor: Agung