Menyorot Kinerja Ganjar Pranowo

Oleh Dhorifi Zumar

Oleh Dhorifi Zumar

SEBUAH lembaga riset politik belum lama ini merilis hasil surveinya yang bertajuk, ‘Proyeksi Kandidat Kuat Kandidasi Pilpres 2024’. Dalam survei tersebut terungkap bahwa kandidat capres/cawapres yang paling disukai responden adalah yang berlatar belakang sebagai kepala daerah, yakni mencapai 23,3% suara.

Adapun capres/cawapres yang memiliki latar belakang menteri meraih preferensi 9% dari suara responden, latar belakang politisi/anggota DPR 8,6%, dan kalangan birokrat 8,3%. Capres/cawapres dari kalangan akademisi hanya meraih preferensi sebesar 7,4% suara responden.

Kemudian dari kalangan purnawirawan TNI/Polri 5,1%, agamawan 3,8%, dan kalangan pengusaha 2,9%. Sedangkan responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 31,6%.

Saat ini setidaknya terdapat beberapa figur kepala daerah yang santer namanya dinominasikan sebagai kandidat kuat capres/cawapres pada 2024 mendatang. Dalam beberapa survei yang dilakukan oleh lembaga survei politik nama-nama mereka terus berada pada posisi lima besar sampai sepuluh teratas.

Adapun nama-nama kepala daerah yang digadang-gadang untuk bisa ikut kontestasi pemilihan presiden (pilpres) tahun 2024 mendatang antara lain Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), dan Khofifah Endar Parawansa (Gubernur Jawa Timur).

Kali ini kita coba menyoroti kinerja salah satu kandidat capres yang namanya selalu berada di posisi tiga teratas, yaitu Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah.

Ada 5 paramater yang kita soroti, yaitu pertumbuhan ekonomi (PRDB), pendapatan daerah, tingkat partisipasi angkatan kerja dan pengangguran terbuka, kemudian indeks pembangunan manusia (IPM) dan pengeluaran per kapita di Provinsi Jawa Tengah. Setelah itu secara bergiliran kita juga akan menampilkan kinerja kandidat capres berlatar kepala daerah lainnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Konstan Provinsi Jawa Tengah untuk tahun 2021 mencapai Rp997,32 triliun, atau tumbuh 3,32% dari tahun sebelumnya.

Selama periode 2014-2021 pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah berada pada kisaran -2,65% hingga 5,47%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015, yakni sebesar 5,47%, saat Ganjar Pranowo hampir dua tahun memimpin Jawa Tengah.

Tapi setelah itu pertumbuhannya cenderung terus menurun, dan puncaknya tahun 2020 saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia, dimana PDRB Jateng mengalami kontraksi -2,65%.

Namun setahun kemudian (2021) pertumbuhan ekonomi atau PDRB Jateng kembali positif ke angka 3,32%. Ganjar sendiri adalah Gubernur Jawa Tengah dua periode yang menjabat sejak 23 Agustus 2013.

Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yakni 2008-2013, saat Provinsi Jawa Tengah dipimpin oleh Gubernur Bibit Waluyo, pertumbuhan PDRB atau ekonomi Provinsi Jateng berada pada kisaran 4,71% hingga 6,34%.

Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2012 yakni sebesar 6,34% dengan nilai PDRB mencapai Rp210,85 triliun. Sebaliknya pertumbuhan terendah terjadi pada 2009 sebesar 4,71%, atau setahun setelah Bibit Waluyo menjabat sebagai Gubernur Jateng.

Bila dikomparasikan, maka pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sedikit lebih baik dibawah kepemimpinan Gubernur Bibit Waluyo dibanding ketika dipimpin oleh Gubernur Ganjar Pranowo, kendati untuk nilainya masih lebih tinggi dibawah Ganjar.

Hanya saja, kinerja setahun lebih memimpin Jateng Ganjar langsung berbuah pertumbuhan yang meningkat, yakni dari 5,27% pada 2014 menjadi 5,47% pada 2015. Sebaliknya, kinerja Bibit saat setahun memimpin Jateng berbuah pertumbuhan yang langsung drop, dari 5,46% pada 2008 menjadi 4,71% pada 2009.

Cuma, setelah itu kinerja PDRB terus kinclong hingga tahun 2013. Sebaliknya pada periode Ganjar, setelah meningkat pada masa awal, pertumbuhan ekonomi Jateng cenderung terus menurun hingga tahun 2021. Tapi Ganjar masih punya sisa masa jabatan hingga tahun 2023 nanti. Artinya, masih ada waktu dua tahun untuk mengatrol kinerjanya.

Bagaimana dengan kinerja pendapatan daerah Jawa Tengah? Untuk PAD (Pendapat Asli Daerah) Jateng selama periode 2014-2021 saat dipimpin Ganjar Pranowo mengalami pertumbuhan sebesar 63,88% atau rata-rata 8,13% per tahun, dari Rp8,97 triliun pada 2014 menjadi Rp14,70 triliun pada 2021. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015 yakni sebesar 21,63%, dengan angka PAD mencapai Rp10,91 triliun.

Begitu pula Dana Perimbangan, yang merupakan dana pembangunan atau alokasi umum dan khusus yang bersumber dari Pemerintah Pusat, pada periode yang sama mengalami kenaikan yang cukup tinggi atau tumbuh sebesar 367,32% atau rata-rata 52,48% per tahun, dari Rp2,54 triliun menjadi Rp11,87 triliun.

Sementara saat dipimpin Bibit Waluyo, PAD Jateng selama 5 tahun (2008-2013) tumbuh 105,16%, dari Rp3,70 triliun menjadi Rp7,59 triliun. Atau tumbuh rata-rata 21,03% per tahun. Sedangkan Dana Perimbangan Jateng juga tumbuh 64,67% selama 5 tahun, atau rata-rata 12,93% per tahun, dari Rp1,50 triliun pada 2008 menjadi Rp2,47 triliun pada 2013.

Dari sini pun terlihat bahwa kinerja pendapatan daerah Jawa Tengah di masa Gubernur Bibir Waluyo juga masih lebih baik bila dibandingkan dengan di masa Gubernur Ganjar Pranowo.

Berikutnya, tentang tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di wilayah Jawa Tengah. Selama 7 tahun terakhir (2014-2021) tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Provinsi Jawa Tengah cenderung fluktuatif atau naik-turun, dengan angka pencapaian sebesar 69,58% pada 2021.

Sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) selama kepemimpinan Ganjar berkisar antara 4,44% hingga 6,48%. TPT tertinggi terjadi pada tahun 2020, saat pandemi Covid-19 mendera negara kita, yaitu sebesar 6,48%. Sedangkan tingkat pengangguran terendah terjadi pada 2019, hanya 4,44%.

Sementara tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di wilayah Jawa Tengah pada era Gubernur Bibit Waluyo terlihat trennya cenderng meningkat, berkisar antara 68,37% hingga 70,43% selama periode 2008-2013. Hanya pada tahun 2011 sedikit menurun ke angka 70,60%.

Namun setelah itu naik lagi hingga tahun 2013 di masa akhir jabatannya. Namun demikian, angka tingkat penganggurannya juga lebih tinggi dibanding di masa Ganjar, yaitu berkisar 5,61% hingga 7,35%. Untuk pengentasan pengangguran harus diakui bahwa Ganjar masih lebih baik dibanding Bibit Waluyo.

BPS Provinsi Jateng mencatat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Tengah pada 2021 mencapai 72,16, naik sekitar 0,40% dari tahun 2020 mencapai 71,87. IPM di Jawa tengah tersebut masuk kategori tinggi. Hampir sama dengan IPM tingkat nasional (Indonesia) yang mencapai 72,29 pada 2021.

Kategori IPM terbagi menjadi empat golongan, yakni nilai lebih kecil dari 60 kategori rendah, kemudian 60-70 masuk kategori sedang, nilai 70-80 tergolong tinggi dan di atas 80 kategori IPM yang sangat tinggi.

Dari 2014 perkembangan IPM Jawa Tengah di bawah kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo terus meningkat dari 68,78 hingga 2021 mencapai 72,16. Sejak 2014 hingga 2021, IPM di Jawa Tengah meningkat 3,38 poin dengan rata-rata pertumbuhan 0,70% per tahun. BPS Jateng mencatat IPM di provinsi tersebut selalu di atas 70 atau termasuk kategori tinggi mulai 2017.

Sementara itu IPM Jawa Tengah di masa kepemimpinan Gubernur Bibit Waluyo, pada masa menjelang akhir jabatannya yakni tahun 2013 mencapai 74,05. Angka ini tentu lebih tinggi dibanding Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2021 yang mencapai 72,16.

Di awal masa jabatan Bibit Waluyo yakni tahun 2008, IPM Provinsi Jawa Tengah baru mencapai 71,60. Namun menjelang akhir masa jabatannya mampu mencapai 74,05, atau naik 3,42% dalam waktu sekitar 5 tahun, atau tumbuh rata-rata 0,68% per tahun.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, rata-rata pengeluaran per kapita Jawa Tengah sebesar Rp1.048.609 per bulan. Rinciannya, rata-rata pengeluaran untuk makanan Rp519.009 per bulan dan pengeluaran bukan makanan Rp529.600 per bulan. Pengeluaran tersebut lebih tinggi atau meningkat 2,96% dari pengeluaran per kapita tahun 2020 yang sebesar Rp1.018.487 per bulan.

Selama 7 tahun terakhir, sejak tahun 2014 kenaikan pengeluaran per kapita Provinsi Jawa Tengah di masa Gubernur Ganjar Pranowo mencapai 62,35% atau naik rata-rata 8,91% per tahun. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2019 yakni 19,11%, dari Rp802.981 pada 2018 menjadi Rp956.403 pada 2019.

Namun pengeluaran per kapita Jawa Tengah yang memiliki upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp1.8134.011 itu masih lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran per kapita di Indonesia yang rata-rata mencapai Rp1.264.590 per bulan atau Rp15.175.080 per tahun. Rinciannya, rata-rata pengeluaran untuk makanan Rp622.846 per bulan dan pengeluaran bukan makanan Rp641.744 per bulan.

Meski pengeluaran perkapita tingkat Provinsi Jawa Tengah mencapai 1.048.609 per bulan, namun Jawa Tengah tidak masuk 10 provinsi dengan pengeluaran per kapita tertinggi di Indonesia pada 2021.

Kesepuluh provinsi itu adalah DKI Jakarta (Rp2,3 juta), Kepulauan Riau (Rp1,9 juta), Kalimantan Timur (Rp1,7 juta), Kalimantan Utara (Rp1,6 juta), Kepulauan Bangka Belitung (Rp1,5 juta), Banten (Rp1,5 Juta), Bali (Rp1,5 juta), Papua Barat (Rp1,4 juta), DI Yogyakarta (Rp1,4 juta), dan Kalimantan Tengah (Rp1,4 juta).

Pada masa Gubernur Bibit Waluyo, periode 2008-2013, pengeluaran per kapita Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar 40,46% atau naik rata-rata 8,09% per tahun.

Menjelang akhir masa jabatannya, tahun 2013, pengeluaran per kapita Jawa Tengah mencapai Rp574.922 per bulan, atau naik 13,40% dari tahun 2012 yang mencapai  Rp506.974 per bulan.

Jika dikomparasikan antara masa kepemimpinan Bibit Waluyo dan Ganjar Pranowo selama memimpin Provinsi Jawa Tengah, maka kenaikan pengeluaran per kapita di Jawa Tengah tampak tidak terlalu jauh perbedaannya, yakni sama-sama di kisaran 8% per tahun.

Pada masa kepemimpinan Bibit Waluyo pengeluaran per kapita selama 5 tahun mengalami kenaikan rata-rata 8,09% per tahun, sedangkan pada masa kepemimpinan Ganjar Pranowo mengalami kenaikan rata-rata sebesar 8,91% per tahun.

Demikian paparan kinerja Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang diurai dari data BPS yang sudah dipublikasikan kepada khalayak umum dalam booklet Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2008-2022.

Dari situ kita dapat menilai capaian yang sudah ditorehkan oleh Ganjar Pranowo selama memimpin Provinsi Jateng. Tentunya masyarakat dapat menarik benang merah tanpa perlu diintervensi, diprovokasi ataupun diarahkan-arahkan.*

Penulis adalah anggota redaksi J5NEWSROOM.COM dan aktivis Muhammadiyah, tinggal di Kota Depok