Judul Buku : Membaca SANI
Penulis : Ramon, dkk
ISBN : 979998397-5
Penerbit : Akar Indonesia – PWI Kepri
Cetaka Pertama : 2013
Jumlah Halaman : 122
Buku berjudul ‘Membaca SANI’ ini ditulis oleh 19 orang wartawan Provinsi Kepri, salah satunya, Pemimpin Redaksi Majalah Siber Indonesia, J5NEWSROOM.COM, Saibansah Dardani. Dikoordinir oleh Ramon Damora, yang saat penerbitan buku ini menjabat sebagai Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Provinsi Kepri.
Para wartawan yang menulis buku ini adalah, Agus Harsanto, Ahmad Suroso, Alfan Zainal, Andra S Kelana, Candra Ibrahim, Dedi Suwadha, Evy R Syamsir, Febry Mahendra Putra, Hasan Aspahani, M Iqbal, Muhammad Nur, Novianto, Ramon Damora, Rizal Saputra, Saibansah Dardani, Sigit Rahmat, Sofyan Tanjung dan Taufik Muntasir.
Buku ini didedikasikan untuk mantan Gubernur Kepri, H. Muhammad Sani. Sebagai sosok tokoh yang berperan penting dalam suksesnya kegiatan hajatan nasional insan pers Indonesia di Provinsi Kepri. Yaitu, Hari Pers Nasiona (HPN) tahun 2015 lalu.
Berikut ini tulisan Pemimpin Redaksi Majalah Siber Indonesia, J5NEWSROOM.COM :
Kisah Sang Penjaga Beranda Terdepan RI
Oleh Saibansah Dardani
SEBAGAI wartawan ekonomi yang fokus pada masalah perbatasan, saya mencatat satu poin penting dari profil Gubernur Kepri H Muhammad Sani. Yaitu, concern pada strategi pembangunan ekonomi wilayah perbatasan.
Ya, Pak Sani sesungguhnya bukan hanya sekadar seorang gubernur. Tapi juga sedang memainkan peran penting sebagai “penjaga beranda terdepan” Republik Indonesia.
Provinsi Kepri adalah salah satu provinsi kepulauan di wilayah perbatasan strategis di Indonesia. Maka, memimpin wilayah dengan 19 pulau yang berbatasan langsung dengan tiga negara, Malaysia, Singapura dan Vietnam, harus memiliki prioritas.
Saya melihat, salah satu prioritas Pak Sani adalah membangun ekonomi wilayah perbatasan. Untuk membuktikan kebenaran pengamatan saya itu, mari kita simak sejumlah langkah Pak Sani yang akan menjelaskan betapa concern-nya dia.
Mendesak BNPP Bangun Sarana Pulau Terluar
Pak Sani rupanya galau melihat sejumlah pulau terluar yang sudah memiliki populasi penduduk di Provinsi Kepti, tapi masih miskin sarana dan sarana infrastruktur.
Karena itulah, maka dalam rapat pleno BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan) yang dipimpin Kepala BNPP yang juga Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, bersama 12 gubernur yang wilayahnya berperbatasan dengan negara tetangga serta menteri terkait, di Jakarta, Senin 13 Desember 2012 lalu, Pak Sani mendesak pemerintah pusat segera membangun sarana dan prasana di pulau-pulau terluar yang berpenduduk di Provinsi Kepri. Sumber anggarannya diambil dari APBN.
Dalam rapat itu, Pak Sani menyampaikan, ada alasan strategis mengapa dirinya sebagai “penjaga beranda terdepar” mendesak agar 4 pulau terluar di Provinsi Kepri segera dibangun sarana dan infrastruktur.
Yakni, karena keempat pulau itu secara geografis lebih dekat dengan negara tetangga. Secara kultural, penduduknya juga sudah akrab dengan budaya negara tetangga. Bahkan, mereka pun sudah terbiasa mengkonsumsi produk-produk makanan ataupun minuman dari negara tetangga itu.
Contohnya, Pulau Sekatung atau Pulau Laut. Jarak Pulau Sekatung dengan Vietnam hanya dipisah laut seluas 40 mil. Sementara jarak laut dengan Natuna jauhnya 60 mil. Padahal, Pulau Sekatung mengandung cadangan sumber gas alam yang sangat melimpah. Bayangkan, apakah dua fakta itu, pada satu waktu tidak mengundang “air liur” negara tetangga?
Apalagi, jika fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa penduduk Pulau Sekatung lebih “happy” dengan pemerintah Vietnam daripada pemerintah Indonesia? Apakah tidak mungkin pada satu waktu kelak, penduduk Pulau Sekatung ingin memutuskan dan menentukan nasibnya sendiri?
Saya melihat, desakan Pak: Sani kepada Jakarta itu memiliki dua poin penting. Pertama, membangun sarana dan infrastruktur di pulau terluar adalah strategi pengamanan paling efektif dan taktis.
1