The Border Watchdog

SAATNYA : POLISI LAWAN POLISI

Bagi jaringan pengedar narkoba internasional, Batam adalah surga destinasi. Benarkah jaring mereka di Batam sudah menembus aparat?

Hampir setiap bulan, kurir narkoba tertangkap tangan di pintu-pintu masuk Pulau Batam. Tapi paling sering terjadi, penangkapan pada penumpang yang masuk Batam melalui Pelabuhan Batam Center, Batam. Dari tangan mereka – bahkan dari dalam perut mereka – berhasil disita barang haram berbagai jenis, mulai dari pil setan “inex” sampai dengan bubuk iblis “sabu-sabu”. Kurir mereka beragam penampilan, mulai dari ibu-ibu hamil, wanita lugu, pria parlente dan sebagainya. Paspor mereka pun berwarna warni, mulai dari paspor hijau (Indonesia) sampai dengan paspor merah (Malaysia), pernah juga kurir pemegang paspor Jepang. Tapi semuanya memiliki pola yang sama : jaring terputus. Sehingga, aparat hanya bisa menangkap kurirnya saja. Sedangkan bandar besarnya, apalagi bos besar internasionalnya, lesap bagai asap. Un touched. 

Dari mulut para kurir, terungkap, bahwa barang haram itu rencananya akan mereka bawa ke luar Batam. Pertanyaannya : lalu narkoba yang beredar di Batam, dan bahkan ditransaksikan dengan leluasa di sejumlah tempat dugem di kawasan Nagoya dan Jodoh, masuk dari mana? Kenapa stok mereka seolah tidak pernah habis. Apakah diproduksi di Batam? Atau, ada jalur khusus yang sudah ”aman” atau ”diamankan” sehingga pasokannya ”aman terkendali”?

Satu ketika penulis mendengar ada bisikan, bahwa jaringan bisnis narkoba internasional sudah merambah Batam. bahkan, jaring-jaring mereka telah berhasil ”merekrut” aparat penegak hukum, sebagai pengedar, pelindung dan pengguna. Untuk sekadar mengungkap bukti, sebut saja Brigadir Satu Doni, polisi yang sehari-hari bertugas di Bintan itu, kini sudah berstatus sebagai tersangka dan telah duduk di kursi pesakitan. Bahkan, di kesatuannya dia sudah disandangkan status : Oknum Polisi.  

Briptu Doni, tertangkap tangan bersama dua pengedar dan bandar nakorba. Mariuli dan Jek (DPO). Ketika ditangkap oleh rekannya sendiri, polisi, Doni sedang pesta narkoba jenis sabu di sebuah kamar kos di kawasan Suka Berenang, Tanjungpinang.

Lalu, sebut saja Frengki Anggara Pratama, sehari-hari bertugas sebagai aparat penegak hukum di Batam. Kepada Frengki juga telah disandangkan status : Oknum Polisi. Frengki adalah bandar sekaligus pemasok narkotika jenis sabu. Doni dan Frengki adalah fenomena gunung es. Di bawah permukaan gunung itu, jumlah ”polisi hitam” macam Doni dan Frengki, jauh lebih banyak lagi.

Pangkat keduanya pun barulah polisi muda dengan masa kerja di bawah 15 tahun. Masa depan karir mereka sebetulnya masih panjang. Tapi terhenti dengan tidak hormat karena narkoba. Di luar sana, oknum polisi dengan pangkat lebih tinggi, juga berperilaku sama. Menjadi pengedar dan pengguna. Yang baru ditangkap adalah Kepala Polsek Cibarusah, Bekasi, AKP Heru Budhi Sutrisno. Heru ditangkap rekannya sendiri, polisi, pada saat mengonsumsi narkoba jenis shabu di rumah dinasnya di Jalan Raya Loji, Cibarusah pada 9 Maret 2012 lalu.

Lalu, polisi juga telah menangkap rekannya sendiri, seorang polisi wanita yang merupakan staf di unit Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Polres Jakarta Selatan, Iptu ROS. Dia terbukti positif mengkunsumsi narkoba dan di dalam darahnya terkandung amphetamine. Lalu, ROS pun mengakui, dia menggunakan ”inex” di Diskotek Stadium Jakarta, pada Sabtu, 10  Maret 2012 malam.


Yang lebih miris lagi, di Polda Aceh, terdapat lebih dari 1000 polisi terbukti mengkonsumsi narkoba. Maka, jangan heran jika Ketua Majelis Hakim Morgan SH yang memimpin sidang Briptu Doni mengaku bingung dan bertanya kepada terdakwa Doni. Mengapa polisi begitu banyak menggunakan narkoba? Dalam dua bulan ini saja, Morgan sudah menyidangkan 4 kasus polisi di Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang menggunakan narkoba.


Di Batam, sejak Januari hingga pertengahan Maret 2012 ini, sudah 200 kasus pidana yang masuk ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam. 40% diantaranya adalah kasus narkoba. Mengapa begitu besar kasus narkoba? Inilah ”berkah” dari wilayah perbatasan. Ditambah lagi dengan banyaknya pintu-pintu masuk ke Batam, selain pelabuhan resmi internasional. Ditambah lagi dengan keberhasilan kaki tangan jaringan narkoba internasional, merekrut ”polisi hitam” untuk  menjadi bagian dari networking mereka.


Kondisi ini tidak boleh dibiarkan. Narkoba lebih berbahaya dari terorisme. Jumlah korban yang mereka bunuh jauh lebih banyak daripada bom teroris. Dan dampaknya pun jauh lebih mengerikan. Maka, kita tidak punya banyak pilihan, kecuali melawan. Termasuk, melawan ”polisi hitam” yang menjadi bagian dari networking pengedar narkoba internasional.

Sudah saatnya sekarang, ”polisi putih” lawan ”polisi hitam”. Ini perintah Kapolri  Jenderal Timur Pradopo seperti disampaikan Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Polisi Saud Usman Nasution. “Dalam rangka penertiban penyalahgunaan narkoba yang dilakukan anggota kepolisian, kami tetap konsisten dan konsekuen untuk menindak tegas siapa pun yang terlibat. Kalau perlu langsung dipecat. *

18