The Border Watchdog

BECENG DI JIDAT NELAYAN

Jidat Samin, ditodong pistol polisi perairan Malaysia. Di mana Bakorkamla?

Samin, hanyalah seorang nelayan asal Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun. Hidupnya bergantung pada hasil kekayaan laut Provinsi Kepri yang luas. Ia hidup dari menangkap ikan yang terus bergerak.

Pergerakan ikan itulah yang membawa Samin sampai ke perairan internasional. Di sana, dia dihadang oleh kapal polisi perairan (police marine) Malaysia. Lalu, moncong senjata pun diarahkan ke jidat Samin. Apa salah Samin?

Jika Samin diduga telah memasuki wilayah negara jiran Malaysia, fine, dia salah. Tapi apakah harus dikasih ”kenangan” seperti itu? Padahal, dalam perjanjian G to G antara Indonesia dengan Malaysia, jika ada nelayan yang karena pekerjaannya mencari ikan sampai memasuki wilayah kedua negara, maka tidak ditangkap, tapi dihalau untuk kembali ke negara asal. Apalagi, menurut Samin, dia masih berada di wilayah perairan internasional. Apakah polisi perairan Malaysia masih berhak atas laut di laut internasional?

Maka, tak salah jika Samin curhat pada saat sosialisasi batas maritim dan udara yang digelar Departemen Pertahanan dan TNI Angkatan Laut di Tanjungbalai Karimun, Kamis, 12 Juli 2012 lalu. Ternyata, Samin tidak sendiri. Masih ada nelayan lain yang bernasib sama seperti Samin. Harus merasakan dinginnya moncong senjata di jidat. Ternyata, nasib Samin masih tergolong mujur. Karena pernah kapal-kapal nelayan Indonesia terutama asal Kabupaten Karimun juga dibakar oleh polisi perairan Malaysia itu tanpa tuduhan yang belum tentu benar.

Pertanyaannya adalah, dimana kapal-kapal patroli Bakorkamla (Badan Koordinasi Keamanan Laut) kita? Jika pada saat Samin hanyut sampai ke perairan internasional, lalu berpasasan dengan kapal patroli polisi perairan Malaysia. Tapi pada saat itu, hadir kapal patroli Bakorkamla kita.

Apakah Samin akan mengalami penodongan itu? Penulis yakin, tidak! Sebab, polisi perairan Malaysia akan berpikir ulang melakukan itu di depan kapal patroli Bakorkamla. Masalahnya adalah, di mana kapal patroli Bakorkamla pada saat-saat seperti itu?

Menjawab pertanyaan itu, Kepala Subdit Batas Laut dan Udara Direktorat Wilayah Pertahanan, Kolonel Laut (KH) Haris Djoko mengingatkan kembali,  bahwa sesuai dengan nota kesepahaman (MoU) antara pihak otoritas Malaysia dengan Bakorkamla, jika terjadi terjadi pelanggaran maka nelayan semestinya hanya diusir ke negara asal nelayan itu. Namun jika terjadi tindak pidana, hal itu harus diselesaikan secara seksama. Dan nelayan bisa melapor ke Bakorkamla di Karimun.

Paling tidak, sosialisasi batas maritim dan udara yang digelar Departemen Pertahanan dan TNI Angkatan Laut ini bisa memperluas wawasan para nelayan di Karimun. Dan kalau bisa diperluas lagi sampai ke seluruh nelayan di perbatasan di Provinsi Kepri.

Sebab, masih banyak Samin lain yang mengalami nasib serupa. Penulis sadar, bahwa Bakorkamla hingga saat ini masih diliputi berbagai keterbatasan. Tapi apakah negara membiarkan begitu saja ribuan Samin direndahkan derajatnya dan dihina seperti itu di laut? Karena sudah menjadi tugas negara untuk melindungi warga negaranya, bukan? *

19