The Border Watchdog

PENGANTAR PENULIS

Buku The Border Wathcdog yang sedang Anda baca ini adalah kumpulan tulisan kolom penulis yang diterbitkan setiap hari Senin di “Putera Kelana”, sebuah mingguan lokal terbit di Tanjungpinang dan terdistribusi di seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Nama kolomnya adalah : Saibansah@theborderwatchdog.

Kolom ini dimaksudkan sebagai sosial kontrol atas begitu rawannya wilayah perbatasan di Provinsi Kepri. Sebab, di provinsi yang masih tergolong muda ini, terdapat 19 pulau terdepan yang sekarang disebut dengan beranda terdepan Indonesia. Sementara kekuatan pasukan pengamanan yang ada saat ini, masih jauh dari cukup dibandingkan dengan luas wilayah yang harus dipantau dan diamankan. Sehingga, Selat Malaka, Selat Singapura atau pun Selat Philips menjadi primadona para perompak, jaringan narkoba, trafficking dan pelaku bisnis illegal lainnya.

Soal peredaran narkoba di Indonesia, salah satunya masuk dari Batam. Hampir setiap pekan, selalu saja ada kaki kaki jaringan narkoba yang berhasil ditangkap di pintu-pintu masuk ke Pulau Batam. Yang paling sering terjadi justru di Pelabuhan Internasional Batam Center. Bahkan, Polda Kepri juga telah berhasil menangkap kapten dan anak buah kapal fery yang merangkap menjadi penyalur narkoba.

Di pelabuhan ini juga menjadi primadona bagi para pelaku traficking untuk mengirim korban-korban mereka ke Malaysia atau Singapura. Tentu saja, setelah berhasil mereka bujuk kemudian ditipu. Dari pengakuan para korban perdagangan manusia itu, semua janji dan komitmen gaji yang dibicarakan ketika di kampung halaman asal, tidak terbukti. Maka, untuk tetap surveve, mereka pun melakukan berbagai cara. Termasuk, menjual diri!

Begitu pula halnya dengan kejahatan berbasis ekonomi. Penyelundupan BBM bersubsidi, khususnya solar, di wilayah perairan internasional, OPL, terjadi sangat terang terangan. Bahkan, ada sopir taksi yang biasa mangkal di kawasan Jodoh Batam, memilih untuk alih profesi menjadi ”tukang kencing” solar di OPL. Hasilnya lebih ”mak nyuss”. Sudah pasti, kegiatan ilegal ini tidak berdiri sendiri. Dari mulut sopir taksi tadi, dirinya harus berbagi. Berbagi hasil penjualan kencing solar itu kepada ”siapa-siapa” saja yang berpotensi memberangus usahanya itu. Bentuk ”pembagiannya” tidak hanya dalam bentuk uang saja. Tapi juga ”kesenangan” dan hiburan lainnya. Itulah, kegiatan ikutan dari bisnis ilegal bebasis ekonomi di perairan internasional di kawasan Provinsi Kepri.

Sementara itu, sebagai wartawan yang sudah berdomisili di Batam sejak Februari 2002 lalu, saya mengikuti terus kondisi satuan-satuan pengamanan laut kita. Mulai dari TNI Angkatan Laut, Polair, Bea Cukai dan DKP, hampir semuanya menghadapi masalah yang sama, keterbatasan! Keterbatasan alat, keterbatasan dana operasional, keterbatasan personel dan sebagainya. Semuannya itu terbaca dengan baik oleh para pelalu bisnis ilegal di perbatasan Provinsi Kepri. Maka, kolom Saibansah@theborderwatchdog dimaksudkan untuk menjadi kontrol dan pengingat kepada kita semua.

Saya menyadari, buku ini sangat sangat jauh dari sempurna. Karena itulah, dukungan teman-teman dan sahabat yang telah membantu penuntasan buku ini, sangat saya hargai. Terutama, saya mengucapkan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Dr. Connie Rahakundini Bakrie, yang telah berkenan memberikan pengantarnya. Juga, kepada bung Nizamul Achyar, Pemimpin Redaksi ”Putera Kelana” yang telah bersedia menyediakan halaman utamanya untuk kolom saya. Juga kepada bung Doby Fahrial, bung Ramon Damora, bung Fadli The Jakarta Post, bung Rumbadi Dalle Majalah Tempo, bung Surya Makmur Nasution…

2