Mengenang Wartawan Tempo di Kepri, Rumbadi Dalle

Foto-3: Tahlilan dan doa malam pertama wafatnya bang Rumbadi Dalle. Dari kiri-kanan: wartawan LKBN Antara Joe Seng Bie, Pemred Kabarbatam.com, Anwar Sadat Guna, wartawan Metro TV, Agus Fathurrohman (Bagas), Pemred Majalah Siber Indonesia J5NEWSROOM.COM, Saibansah Dardani, adik ipar almarhum yang juga mantan wartawan televisi, Saiful Brantap, putra almarhum Jerry Vernandes, Pemred Beritabatam.com, almarhum Ahmad Fahmi Rangkuti, wartawan The Jakarta Post, Fadli dan Redaktur Pelaksana Batamnews.co.id, Slamet Widodo. (Foto: Ist)

Bahkan, saya berkesempatan ikut mengangkat keranda mayat lalu menaikkannya ke dalam mobil ambulance. Bersama sahabat saya, Fadli, wartawan The Jakarta Post. Juga, anak almarhum, Andre.

Setelah posisi keranda dikunci kuat dan rapi, ambulance bergerak menuju Masjid Raudhatul Jannah, sekitar 100 meter dari rumah duka, Bengkong Baru Blok A nomor 49, Kecamatan Bengkong, Kota Batam. Di sini kami menyolatkan ‘babe’, demikianlah bang Rumbadi biasa disapa oleh para wartawan muda di Batam.

Usai sholat jenazah, iring-iringan rombongan ambulance pelahan mulai bergerak menuju Taman Makam Umum (TPU) Taman Langgeng Sei Panas Batam. Langit mulai redup. Terik panas siang itu pun pelahan hilang.

Lalu, jasad sahabat, abang dan teman diskusi saya, Rumbadi Dalle, direbahkan perlahan di liang lahat. Sebelum ditimbun dengan tanah. Pria yang akrab dengan semua kalangan itu, menghadap Gusti Allah di usianya ke-62.

Selesai seluruh proses pemakaman wartawan Majalah Tempo itu, langit pun menangis. Hujan turun begitu lebatnya, sore itu. Selamat jalan bang Rum…

Siapa Sih Rumabadi Dalle?

Saya mengenal pria kelahiran koresponden Majalah dan Koran Tempo itu saat saya baru masuk Kota Batam, Februari 2002. Saya bekerja sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Harian Lantang, baru hijrah dari Jakarta. Saya lupa, di mana pertemuan pertama dengan suami Suryati itu.

Tapi, sejak 2002 persahabatan kami, banyak hal kami lalui bersama. Kami pernah meliput bersama di beberapa tempat di Batam, Tanjungpinang, Karimun dan Jakarta.

Ada beberapa ‘kode’ yang biasa disampaikan bang Rum dalam perbincangan kami. Misal, ‘anak ditimang jadi beruk’. Atau, ‘kijang patah kaki’ dan beberapa ‘kode’ lain yang sudah saling kami pahami.

Liputan bersama bersama dengan ayah dari Andre, Yulianti, Verina, Jerry dan si putri bungsu itu, menyenangkan. Karena bang Rumbadi, memiliki banyak pengalaman hidup yang menarik.

Karena sebelum menjadi wartawan tahun 1980 lalu, Rumbadi Dalle bekerja di perusahaan sub contractor yang bergerak di bidang perminyakan di Prabumulih Sumatera Selatan, sebagai salah seorang staf.

Di perusahaan inilah, pria yang menyelesaikan S1 dan S2-nya pada usia di atas 50 tahun itu, tertarik dunia kewartawanan. Pasalnya, perusahaan subcon tempatnya bekerja itu tidak membayar uang over time atau upah lembur kepada 60 orang karyawannya selama satu tahun. Dan Rumbadi adalah salah satunya.

Rumbadi dan kawan-kawan protes. Lalu mengadukan kasus ini ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Palembang. Awalnya para pekerja solid mendukung perjuangan ini. Rumbadi sebagai ‘tokoh buruh’ itu mendapat sorotan dari pihak perusahaan.

Lalu, satu per satu para pekerja pun mulai meninggalkannya berjuang sendiri. Pasalnya, mereka mendapat tekanan dari pihak perusahaan. Berprinsip, ‘sekali layar terkembang pantang surut ke belakang’, Rumbadi pun terus maju. Memperjuangkan nasib para pekerja dan menuntut hak-hak mereka.

“Saya berjuang seorang diri ketika itu, walaupun terjadi intimidasi. Apa yang saya perjuangkan akhirnya dibayarkan, tetapi konsekuensinya saya diberhentikan oleh pihak perusahaan. Dari kejadian itu terbersit di dalam hati saya untuk bekerja saja sebagai seorang wartawan, yang dapat bekerja secara independen dan sesuai dengan hati nuraninya,” tutur Rumbadi dalam catatan autobiografinya yang tak tuntas. Syukurlah, tulisan bang Rumbadi itu diserahkan kepada sahabatnya, Fadli. Lalu, diterbitkannya di media siber ‘Terasbatam.com’.

3