ASITA Kepri Minta Pemerintah Tertibkan Travel Bodong

Dari kiri ke kanan: CEO Fusion Adventure, Sumatri Bambang, Ketua ASITA DPD Kepulauan Riau, Eva Betty Siahaan, Presiden Direktur Nettour Group, H. Kamaruddin Saban, dan CEO Lintas Nusa Indah Tours, Linda Ng, saat menjadi narasumber, Sabtu (12/11/2022). (Foto: Humas Asita Kepri)

LAPORAN: Alia Safira

J5NEWSROOM.COM, Batam – Denyut pariwisata di Batam tahun 2022 mulai berdetak. Ini seiring dengan menurunnya kasus Covid-19 di Batam. Kendati demikian, membangkitkan gairah sektor pariwisata yang sempat tenggelam sejak pandemi tidak semudah membalikan telapak tangan.

Salah satu terobosan untuk menggairahkan sektor pariwisata, DPD Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Kepulauan Riau (Kepri) menyelenggarakan ASITA Kepri Travel Mart (AKTM) IV. Acara dipusatkan di Grand Mall Penuin Batam dan Grand Lagoi Hotel Bintan, 10-13 November 2022.

Ada sesi menarik di sela-sela acara AKTM IV di Grand Mall Penuin Batam lantai dasar pada Sabtu (12/11/2020) sore. Satu jam talkshow mulai pukul 15:00 sampai 16:00 WIB bertajuk momentum ASITA Kepri Travel Mart – New Experience New; recovery umrah, in bound, dan out bound.

Narasumber andal di antaranya Ketua ASITA DPD Kepulauan Riau, Eva Betty Siahaan, Presiden Direktur Nettour Group, H. Kamaruddin Saban, CEO Lintas Nusa Indah Tours, Linda Ng, dan dipandu moderator Sumatri Bambang, CEO Fusion Adventure.

Dikatakan Eva Betty Siahaan, ASITA didirikan di Jakarta pada 7 Januari 1971. ASITA tingkat nasional berkedudukan di Jakarta. ASITA memiliki 31 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) yang ada di seluruh Indonesia. Salah satunya ASITA DPD Kepulauan Riau di Kota Batam.

“ASITA adalah asosiasi yang menaungi biro perjalanan berizin. Artinya biro perjalanan yang memiliki legalitas hukum (notaris) bisa bergabung ke ASITA. Termasuk biro perjalanan umrah juga di bawah naungan ASITA,” ujar Ketua ASITA DPD Kepulauan Riau, Eva Betty Siahaan, Sabtu (12/11/2022).

Di seluruh Indonesia, lanjut Eva Betty Siahaan, 7.000 perusahaan (biro travel) adalah anggota ASITA. Pada awal tahun 2020 atau awal masa COVID-19 melonjak, hampir 95 persen tutup sementara. Akibatnya jumlah pelaku pariwisata terkena dampak COVID-19 mencapai puluhan ribu orang.

“ASITA memiliki visi misi sebagai asosiasi yang memberikan rasa aman dan perlindungan kepada para anggotanya. Sehingga kredibilitas dan legalitas suatu biro dan agen perjalanan wisata memiliki kepastian dan jaminan,” jelas Eva.

Tidak bisa dimungkiri, di Kepulauan Riau terdapat juga biro travel dan agen tiket tidak berizin (bodong). Tentu saja ini menjadi atensi khusus ASITA DPD Kepulauan Riau. Dia berharap pemerintah menertibkan para pelaku biro travel dan agen tiket palsu yang menjual paket wisata melalui media sosial (medsos).

“Kami berharap pemerintah menertibkan dan menindak tegas keberadaan travel bodong di Kepulauan Riau. Keberadaan travel bodong sangat merugikan. Masyarakat dimohon lebih hati-hati dan teliti memilih biro travel,” ujar Eva menambahkan.

Dijelaskannya, modus travel bodong gencar menawarkan paket-paket wisata dengan harga murah dan tidak rasional melalui Facebook, Twitter, Instagram, atau media sosial lainnya. Produk ditawarkan empat bulan sebelum pemberangkatan. Saat tanggal keberangkatan dijanjikan tiba, nomor agen travel tidak bisa dihubungi dan alamat kantornya ternyata fiktif.

“Begitu customer tertipu karena sudah membeli paket wisata dan nomor travel tidak bisa dihubungi, mereka akhirnya melaporkan kepada ASITA, padahal kenyataannya travel tersebut tidak berizin dan tidak terdaftar di ASITA Kepri,” tegas Eva.

Sementara Presiden Direktur Nettour Group, H. Kamaruddin Saban mengakui selama COVID-19, hampir 99 persen biro travel umrah di Indonesia tutup total. Hal ini dikarenakan kebijakan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melarang penyelenggaraan ibadah umrah dan haji.

Menurut Kamaruddin Saban, travel yang dipimpinnya selama waktu itu juga terdampak COVID-19. Pada Maret 2020 lalu, sebanyak 46 calon jemaah calon umrah gagal berangkat. Meskipun pihaknya sudah membayar penuh hotel, pesawat, dan lainnya sehingga perusahaannya mengalami kerugian 60 persen.

1