Oleh Dhorifi Zumar
TANGGAL 17 Oktober lalu Heru Budi Hartono resmi dilantik oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, menggantikan Gubernur sebelumnya, Anies Rasyid Baswedan yang telah purna masa tugasnya.
Pelantikan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 100/P Tahun 2022 tentang Pengesahan Pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Masa Jabatan 2017-2022 dan Pengangkatan Penjabat Gubernur DKI Jakarta.
Heru diangkat sebagai PJ Gubernur DKI Jakarta setelah dipilih oleh Presiden Jokowi. Presiden konon memutuskan nama Heru setelah mendengar pertimbangan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan anggota tim penilai akhir (TPA) serta menteri terkait. Salah satu alasan yang melatarbelakangi dipilihnya Heru, yang sebelumnya menjabat Kepala Sekretariat Presiden itu adalah karena Heru memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
“Saya sudah kenal Pak Heru lama sekali. Sejak jadi apa, Wali Kota di DKI, kemudian waktu memegang badan keuangan, saya tahu betul rekam jejak cara bekerja, kapasitas, kemampuan, saya tahu semuanya. Komunikasinya sangat baik dengan siapapun sehingga kita harapkan nanti ada percepatan-percepatan,” ujar Presiden Jokowi di Istana Negara, Senin (10/10/2022), seminggu sebelum Heru dilantik.
Dengan dipilihnya Heru Budi, maka dia menyingkirkan dua calon lainnya yang diajukan oleh DPRD DKI, yaitu Sekretaris Daerah DKI Jakarta Marullah Matali dan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bachtiar.
Usai dilantik, sehari setelahnya Heru membuat gebrakan, dengan membuka lagi posko pengaduan warga di Balai Kota Jakarta. Posko pengaduan masyarakat tersebut sempat digelar pada era kepemimpinan Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, hingga Djarot Saiful Hidayat.
Namun, posko pengaduan itu sempat hilang di era kepemimpinan Anies Baswedan, yang kemudian diganti dengan aplikasi JAKI (Jakarta Kini), diluncurkan pada September 2020. Melalui JAKI, warga Jakarta bisa melaporkan berbagai kejadian dan langsung bisa melihat tindak lanjut dari pemerintah.
Dalam 3 hari dilaporkan sebanyak 83 warga telah membuat laporan di posko pengaduan yang terletak sejak 18-20 Oktober 2022. Artinya dalam sehari rata-rata ada 27,6 aduan yang dilaporkan ke Balai Kota DKI Jakarta. Sementara melalui JAKI rata-rata ada 100 lebih (aduan) per hari. Artinya JAKI lebih acceptable dan efektif.
Beberapa hari berikutnya, Heru muncul lagi dengan membuat sensasi dan kontroversi, yakni menelantarkan jalur sepeda peninggalan Anies Baswedan. Ada kesan membiarkan jalur tersebut hingga tak terproteksi lagi dan banyak pembatasnya mulai rusak. Padahal jalur itu dibuat dalam rangka mendorong masyarakat menggunakan kendaraan alternatif yang ramah lingkungan.
Heru malah berseloroh, bahwa apa yang baik di Eropa belum tentu cocok diterapkan di Jakarta, termasuk jalur sepeda. Alhasil, pada APBD 2023 Heru hanya mengalokasikan dana untuk pemeliharaan jalur sepeda sebesar Rp 7,5 miliar. Padahal sebelumnya di era Anies anggaran untuk jalur sepeda ini diberikan porsi yang lumayan, yakni sekitar Rp 38 miliar.
Tidak cukup hanya itu, Heru kembali bikin sensasi dengan mencopot Dirut MRT Jakarta yang baru dua bulan dilantik Anies. Berikutnya mencopot Komisaris PT LRT Jakarta, lalu Dirut/Direksi PT Jakarta Propertindo (Jakpro), hingga Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Marullah Matali. Selanjutnya, Heru mengganti tagline Jakarta yang ada di era Anies Baswedan, yakni “Jakarta Kota Kolaborasi” menjadi “Sukses Jakarta Untuk Indonesia”.
Teranyar, Heru memagari dengan seng Tebet Eco Park, di mana orang mengasumsikan bahwa taman tersebut akan ditutup. Namun masyarakat malah berduyun-duyun mendatangi ruang publik itu untuk sekedar berekreasi.
Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto malah berseloroh ada kemungkinan Tebet Eco Park akan dibulldozer. Padahal baru saja rancangan Tebet Eco Park oleh Siura Studio ini telah mendapatkan penghargaan dalam kategori Parks and Recreational pada Singapore Landscape Architecture Awards 2022.
Memantik Reaksi
Serangkaian tindakan dan langkah yang dilakukan Heru tersebut karuan saja memantik reaksi dari berbagai pihak, baik pengamat maupun masyarakat (netizen). Pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, misalnya, mengkritik keras sikap Heru Budi Hartono yang dianggap terlalu sewenang-wenang.
Achmad menganggap penunjukkan Heru Budi sebagai pejabat sementara DKI Jakarta merupakan bentuk upaya pemerintah pusat mempertahankan kekuasaan mereka. Pemerintah pusat itu ingin menikmati kekuasaannya secara lebih absolut. Dia meyakini Heru Budi akan secara membabi buta menuruti perintah pihak-pihak yang mengatasnamakan Istana.
“Meskipun itu melawan logika publik. Itu yang saya bilang Plt ini tidak demokratis,” tandasnya, dikutip dari video yang diunggah pada kanal Youtube pribadinya, Jumat (9/12/2022).
Setali tiga uang, pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun juga menganggap bahwa Heru Budi Hartono bersikap tak sopan karena sekonyong-konyong mengubah berbagai peninggalan Anies. “Saya anggap enggak sopan ya, tidak dipilih tapi karya Anies semua mau dimusnahkan,” ungkap Refly Harun seperti yang dikutip dari Wartaekonomi–jaringan Suara.com.
“Pejabat yang dipilih itu kan Anies Baswedan dan dia sudah meninggalkan karya dan karyanya itu ya harusnya paling tidak dihargailah ya, jangan kemudian dirombak semua,” imbuhnya.
Sementara itu, pengamat politik dan akademisi, Rocky Gerung juga angkat suara. Menurutnya, apa yang dilakukan Heru bukanlah fokus menghapus masalah sampah di Jakarta tapi malah berupaya menghapus jejak Anies. “Jadi kelihatan bahwa dia membersihkan DKI itu bukannya membersihkan sampah tapi membersihkan Anies,” kata Rocky.
“Apalagi sebagai pejabat gubernur (Pj), dia itu buat apa bikin prestasi? Kan dia memang tidak ditugaskan untuk bikin prestasi. Dia ditugaskan untuk merawat yang sudah ada di Jakarta sampai ada Gubernur baru yang dipilih,” tambahnya.
Anggota DPR-RI Fadli Zon, pun tak ketinggalan ikut menyorotinya. Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu mengingatkan Heru Budi Hartono untuk tidak sewenang-wenang menggunakan kekuasannya. Fadli merespon tindakan Heru yang mencopot Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Marullah Matali.
“Setahu saya Sekda Marullah orang yang profesional dan berpengalaman. Kenapa harus diganti?” kata Fadli di Jakarta, Senin (5/12/2022).
Perlu Rambu-Rambu
Saking getolnya Heru melakukan bersih-bersih terhadap semua legacy, warisan, ataupun karya Anies Baswedan, maka tak ayal lagu Peterpan atau Noah yang berjudul ‘Menghapus Jejakmu’ kembali viral di jagat media sosial. Karena apa yang dilakukan oleh Heru saat ini memiliki kemiripan dengan syair atau lirik lagu tersebut. Heru dipersepsikan ingin mengapus jejak Anies Baswedan di DKI Jakarta.
Kita tidak tahu pasti, apakah tindakan Heru itu murni inisiatif dia sendiri, atau atas kehendak pihak lain, alias ada kekuatan lain yang menyetirnya. Istilahnya, Heru hanya sebagai wayang saja yang siap dimainkan oleh sang dalang.
Yang jelas dengan kasus Heru ini, keabsahan penunjukan seorang Pelaksana Tugas (Plt) atau Penjabat Sementara (Pjs) kembali dipertanyakan, karena rawan penyalahgunaan (abuse of power). Apalagi kalau tidak ada pembatasan masa jabatan bagi seorang Plt atau Pjs.
Mestinya seorang Plt atau Pjs bisa dibatasi maksimal 3-4 bulan saja menjabat. Karena jika lebih dari itu, ada kecenderungan untuk disalahgunakan, sebagaimana adagium ‘Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely’ (kekuasaan itu cenderung korup, kekuasaan absolut korup seratus persen).
Selain itu juga perlu ada rambu-rambu, apa yang boleh dilakukan oleh seorang Plt atau Pjs dan apa yang tidak boleh dilakukan. Karena mereka hanya bersifat sementara menjabat, lantaran tidak dipilih langsung oleh rakyat/masyarakat, tetapi cuma ditunjuk sementara untuk waktu.
Jangan sampai seorang Plt atau Psj merasa seolah-olah dia dipilih oleh rakyat, sehingga akan bertindak kebablasan atau seenak mereka sendiri. Istilah Jawa-nya ‘nggege mongso’ (terburu nafsu) karena terlalu GR (gede roso), sehingga mereka akan menerapkan aji mumpung, bertindak adigang adigung adiguna.
Semoga hal itu tidak terjadi. Apalagi kita sekarang sudah 24 tahun berada di era Reformasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedaulatan rakyat dan demokrasi. Jangan sampai seorang pejabat yang tidak dipilih secara langsung berlaku over acting dan jauh dari nilai-nilai reformasi.
Kita berharap Heru segera memperbaiki gaya kepemimpinannya di DKI Jakarta, sehingga tidak menimbulkan polemik dan preseden buruk di kemudian hari. Masih ada waktu untuk memperbaiki, sepanjang masih ada goodwill. Agar kepemimpinannya nanti bisa berakhir dengan manis dan dicatat dengan tinta emas sepanjang sejarah. *
Penulis adalah Aktivis Nazhir Wakaf Uang Pimpinan Pusat Muhammadiyah