Oleh Arif Firmansyah
KALIMANTAN Timur tidak hanya kaya dengan kesenian berupa tarian, tapi juga seni musik. Salah satu seni musik yang berkembang dan bertahan hingga sekarang adalah tingkilan. Kesenian ini merupakan salah satu identitas budaya masyarakat Kutai.
Berbeda dibandingkan kesenian lain di lingkungan masyarakat Dayak, tingkilan lebih dekat kesenian rumpun Melayu baik dari peralatan yang digunakan maupun tradisi bertutur dalam menyanyikan lagu yang disebut betingkilan.
Seperti halnya kesenian musik dari daerah lain, tingkilan banyak menyisipkan pesan moral pada lirik lagu yang berisi nasehat orangtua kepada anak, pemimpin kepada rakyat, dan sebagainya. Di sisi lain, lirik-lirik tingkilan juga bercerita tentang keindahan alam, kisah kasih percintaan, puji-pujian hingga parodi dan pesan satir sebagai sindiran dengan humor. Lirik ini dinyanyikan oleh penyanyi tunggal maupun dua penyanyi yang saling bersahutan.
Jika merujuk asal mula musik tingkilan, istilah tingkilan sendiri berasal dari sahut-sahutan antara dua penyanyi yang disebut betingkilan yakni bertingkah-tingkah atau bersahut-sahutan. Tidak jarang lirik musik tingkilan berisi pantun berbalas pantun sehingga kesenian ini banyak ditemui untuk pendukung acara keagamaan, upacara perkawinan, upacara pemberian nama anak maupun hiburan yang bisa dinikmati rakyat banyak. “Tingkilan identik dan budaya masyarakat Kutai,” kata Syaful Anwar, pemimpin Kelompok Musik Irama Bahari Tenggarong.
Selain ditampilkan sebagai sebuah tontonan musik, tingkilan sering digunakan untuk mengiringi tari pergaulan rakyat Kutai, yakni Tari Jepen. Dua tradisi seni ini makin menguatkan kedekatan tradisi Kutai dengan budaya Melayu.
Tari Jepen di Kutai menyerupai tarian sejenis yang dikenal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Selain itu, Jepen juga memiliki unsur-unsur tarian sejenis yakni Zapin Melayu di Riau. Selain gerakan tari, irama pengiring Jepen maupun Zapin memiliki kemiripan dari sisi nada maupun peralatan yang digunakan.
Beberapa alat musik yang digunakan dalam tingkilan antara lain gambus yakni alat musik petik seperti mandolin yang kental dengan pengaruh dan unsur Timur Tengah. Alat musik ini banyak dimainkan oleh warga Melayu yang mendiami pesisir timur Kalimantan Timur. Dari sinilah alat musik petik ini dikenalkan kepada masyarakat Kutai. Pengaruh Timur Tengah juga bisa dilihat dari ketipung, semacam kendang kecil yang lekat dengan budaya Arab.
Selain gambus dan ketipung, tingkilan juga dimainkan dengan kendang. Alat musik tepuk ini berperang mengiringi petikan gambus untuk mengatur ritme dan tempo permainan keseluruhan alat musik. Sedangkan biola yang belakangan digunakan merupakan pengaruh Eropa yang dibawa oleh Belanda. Empat alat musik ini merupakan pondasi permainan tingkilan. Namun, dalam perkembangan terkini, tingkilan juga dimainkan bersama alat musik lain seperti gitar, bas, drum, rebana hingga keyboard.
Dalam perkembangan terkini, tingkilan tidak hanya dimainkan untuk perayaan keagamaan maupun pesta pemberian nama bayi. Tingkilan dikembangkan sebagai tradisi musik yang dapat diterima di banyak tempat. Di beberapa kafe di Samarinda, tingkilan dimainkan anak-anak muda dengan semangat melestarikan musik tradisi ini.
Editor: Saibansah