Gincu
Aku memoles gincu ke bibir
untuk menghormati seraya bersyukur
kepada Sang Penyayang
atas kejelitaan yang dianugerahkan untuk kaum perempuan.
Tak malu kuungkap
setiap hendak bergerak dari rumah
kusapu gincu pada bibir
warna terpilih tergantung keserasian dengan rias paras dan busana.
Bahkan kuselipkan gincu di tas
agar setiap saat dapat dimanfaatkan.
Aku memulas gincu di bibir upaya merawat keelokan wajah.
Aku faham sefaham-fahamnya
Penguasa Semesta Alam tak membutuhkan kecantikanku
juga kecantikan siapapun.
Sang Maha Pengasih tidak menuntut apapun dari kita
apalagi sekedar keayuanku
Cukuplah bagi Yang Maha Adil keimanan dan ketaqwaan.
Akulah yang memerlukannya.
Mengulas bibir agar senantiasa mempesona
niatan pribadi menghormati Yang Maha Memberi.
Menjungjung tinggi Zat Yang Maha Kuasa.
Membaktikan yang terbaik buat Sesembahan manusia.
Aku berhasrat menakzimkan Yang Maha Mengatur di tempat tertinggi.
Paling terhormat.
Paling indah.
Dengan mengatak keindahan bibir yang telah diberikan
aku persembahkan
syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Mengatur.
Tak mengabaikan bibir pemberian dari Sang Maha Besar
terbengkalai kusam.
Oh ho, bukan, bukan aku bermaksud mengoda para lelaki jalang.
Biarlah aku tegaskan:
mereka yang tidak dapat membedakan
penghormatan terhadap kecerlangan bibir dari Sang Pencipta
dengan nafsu birahi pribadi
serendah-rendahnya
pemangku budi pekerti.
Mengangumi laksmi bibir bergincu
meluhurkan ciptaan Yang Maha Agung.
Sedang menatap gincu di bibir yang menawan
seketika menyembul nafsu birahi liar
selemah-lemahnya pengendalian diri.**
Hotel Atlet Century, Senayan, 6 Mei, 2023