Oleh Naila Ahmad Farah Adiba
PEMBANGUNAN. Lagi dan lagi. Di Batam, ini seolah itu sebuah pencapaian yang luar biasa. Padahal, lihatlah masyarakat sekitar yang semakin hari semakin terpuruk dan menderita. Ironis. Kaum papa yang tidak bisa menyuarakan isi hati mereka. Namun tidak perlu hal itu dilakukan, keadaan yang makin kacau ini seharusnya tak luput dari perhatian pemerintah.
Tampaknya, mereka lebih mementingkan pembangunan infrastruktur dibanding memperbaiki kehidupan masyarakatnya yang begitu menyedihkan. Misalnya, soal pasokan air bersih. Air mati berhari-hari telah menjadi hal yang kerap kali terjadi di sini. Itulah salah satu dampak dari pembangunan yang tidak memikirkan dampak jangka pendek dan jangka panjangnya.
Lihatlah dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan secara terus menerus, mati air dimana-mana dikarenakan pipa pecah atau bocor. Mestinya, sebelum melalukan pembangunan dan penggalian jalan, kontraktor sudah memegang peta jalur pipa air warga Kota Batam. Sehingga, tidak berkali-kali alat-alat berat mereka merusak dan menghancurkan pipa-pipa air bersih itu.
Ketika pembangunan itu terus berlangsung, yang juga menarik untuk dipertanyakan adalah dari mana dana itu berasal. Karena melakukan pembangunan infrastruktur itu pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Lagi-lagi, mereka pasti mengandalkan para oligarki atau pemilik modal, untuk mendanai proyek pembangunan infrastruktur tersebut.
Sebenarnya untuk siapa sih pembangunan ini dilakukan? Jika dikatakan untuk rakyat, sepertinya itu sangat jauh api dari panggang. Bagaimana bisa dikatakan untuk rakyat, ketika pembangunan dilakukan, pada saat yang sama masyarakat justru merasakan berbagai penderitaan. Seolah pembangunan yang ada ini berpihak kepada para pemilik modal (kapitalis) yang telah banyak memberikan sokongan dana saat pesta demokrasi. Maka wajar, ada istilah ‘tidak ada makan siang gratis’.
Lalu, pesta demokrasi yang sarat akan dana yang fantastis. Para politisi yang bersaing untuk dapat menduduki kursi kekuasaan, bukan hal yang mustahil mendapatkan suntikan dana sedemikian besar untuk kepentingan tersebut. Tentu saja pembangunan ini menguntungkan mereka para pemilik modal atau oligarki yang telah menyokongnya.
Pun semua hal yang kini dilakukan yang katanya demi rakyat hanyalah omong kosong belaka. Hal itu tak lebih hanya untuk sekadar pencitraan belaka. Wajar saja mereka melakukan hal itu, agar wajah hina mereka tidak terlihat, namun sebenarnya kebathilan itu tidak akan bertahan lama. Ia akan kalah dengan kebenaran yang digaungkan secara terus menerus.
Inilah dampaknya ketika sistem yang diterapkan hanya memikirkan para pemilik modal tanpa memikirkan rakyatnya. Padahal mengurus rakyat adalah tugas pemerintah. Karena pemerintah adalah pelayan rakyat bukan yang dilayani oleh rakyat.
Karenanya, segala kekacauan dan keadaan yang semakin karut marut ini tidak akan bisa selesai dengan sempurna kecuali dengan mematuhi ajaran agama Islam secara sempurna.
Wallahu a’lam bish showwab.
Penulis adalah Santriwati Peduli Generasi Muda Batam