Oleh Dahlan Iskan
BANDUNG siang dan malam. Siang menghadiri ujian terbuka Doktor Shidi Wiguna Teh di Unpar. Malamnya bertemu lebih 500 pengusaha warga Min Nan.
Anda sudah tahu: Sidhi arsitek FT Universitas Tarumanegara Jakarta berhasil jadi doktor di FT jurusan arsitektur Universitas Parahyangan, Bandung: bahwa fengsui itu ilmiah. Tentu sepanjang menggunakan alat yang disebut luopan. Atau juga disebut kompas geomantic. “Tanpa luopan, fengsui menjadi klenik”, katanya.
Masih perlu waktu bagi fengsui untuk diakui sebagai ilmu oleh dunia barat. “Akupunktur pun begitu. Dulunya tidak diakui. Sekarang WHO sudah mengakui,” ujar Sidhi yang mempelajari fengsui sampai habis sekitar Rp 800 juta.
Sidhi lantas melakukan penelitian di SCBD Jakarta. Di superblok Distrik 8. Di situ dibangun beberapa tower perkantoran dan apartemen. Juga ada mal: Astha.
Saya sering makan di mal ini. Tinggal jalan kaki dari rumah. Remaja Jakarta sering mejeng di situ. Swafoto. Mereka bilang ini Manhattan-nya Jakarta.
Sebagai master planologi perkotaan, Sidhi meneliti konsep ruang dalam pemikiran Barat. Lalu membandingkan dengan konsep ruang di pemikiran Timur (baca: Tiongkok).
Di samping belajar fengsui, Sidhi juga meneliti ratusan literatur arsitektur dan tata ruang di barat dan timur.
Bahwa yang diteliti adalah Distrik 8 SCBD, Sidhi melihat kontrasnya terasa sekali di situ. Di situlah bangunan-bangunan yang sangat modern tapi menerapkan prinsip fengsui paling nyata.
Gedung-gedungnya bagus, materialnya istimewa, kawasannya indah. Dan penerapan fengsuinya paling terlihat.
“Lihatlah betapa banyak air dan air mancur di Distrik 8. Cara meletakkan air pun sangat mempertimbangkan fengsui,” katanya. “Unsur air sangat penting dalam fengsui,” kata Sidhi.
Contoh lain? “Perhatikan pintu utama gedung Prosperity dan Tower Revenue”. Pintu utama itu sampai dibuat agak miring. Agar tidak lurus dengan pilar-pilar.
Sidhi sehari-hari tampil dengan rambut dikuncir gaya Jepang. Kuncirnya ditata dengan cara ditekuk-tekuk.
Menurut rencana ia akan menata rambut kuncirnya lebih indah lagi saat ujian doktor. Ternyata ia tampil secara etnik. Yakni pakai pakaian kebesaran adat Bangka. Warna kuning kehijau-hijauan. Lengkap dengan mahkota kainnya.
Sidhi bukan asli Bangka. Mantan Gubernur Bangka-Belitung Dr Erzaldi Rosman yang menghadiahkannya. Sang gubernur hadir bersama istri: Hj Melati Erzaldi. Sang istri tampil dalam ujian itu: bagaimana bisa Sidhi mengubah berbagai posisi di rumah mereka. Sampai karir suami-istri itu yang kurang baik menjadi sangat baik.
Dr Hadi Cahyadi, direktur riset family business Universitas Tarumanegara juga jadi penguji publik. Rumahnya juga didesain oleh Sidhi.
Penguji selebihnya adalah dari Unpar sendiri. Semua tokoh arsitek Indonesia: promotor Prof Dr Ing LMF Purwanto, co-promotor Prof Dr Ign Bambang Sugiharto.
Lalu ada Pror Dr Ir Purnama Salura MM MT, Dr Ir Y. Karyadi Kusliansjah MT, dan Dr Ir Rudy Trisno MT. Rektor Unpar sendiri hadir: Prof Tri Basuki Joewono PhD.
Saya tidak ikut makan siang di kampus. Sejumlah pengusaha mengajak saya makan di masakan ?? yang halal. Sekaligus mendiskusikan acara saya malam itu: bertemu lebih 500 pengusaha. Lokasinya di gedung Min Nan.
Penuh sesak. Yayasan Min Nan Bandung diketuai oleh Yo Tek Peng, pengusaha tekstil yang akrab dipanggil Pak Eddy.
Saya lihat Bu Karmaka hadir bersama putri-putri dan cucu yang sudah dewasa. Pak Karmaka, suaminya, meninggal sebelum Covid. Pemilik Bank OCBC NISP ini masih sehat dan cantik di usia 82 tahun.
Anda masih ingat: saya menulis buku tentang Karmaka. Yang sudah diterjemahkan ke dalam tiga bahasa. Anda juga sudah menontonnya. Buku itu sudah difilmkan: Tidak Ada Yang Tidak Bisa.
Maka acara saya di Bandung tinggal satu: 05.45 senam dansa. Apa pun makan malamnya harus senam pagi harinya.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia