Oleh Dahlan Iskan
UNIVERSITAS Ciputra sudah beranak: punya universitas yang sama di Makassar. Sebentar lagi lahir anak kedua: UNIVERSITAS Ciputra di Jakarta.
Anak ketiganya akan lahir di Medan: Universitas Ciputra Medan. Menyusul kemudian Palembang.
Universitas Ciputra memilih berkembang dengan cara itu. Bukan membuka cabang seperti yang dilakukan Universitas Binus.
Tiap universitas itu berdiri sendiri. Punya rektor sendiri. Ngurus izin sendiri. Hanya saja yang melakukan investasi adalah Universitas Ciputra (UC) Surabaya.
Jumat pagi kemarin UC berulang tahun. Yang ke-17. Saya hadir. Buku ulang tahunnya diterbitkan oleh Harian Disway (Disway Books).
Umur 17 tahun sudah bisa beranak. Bukan main. Juga sudah hamil lagi untuk yang di Jakarta dan Medan.
Kelihatannya UC tidak akan mengejar jumlah mahasiswa menjadi yang terbanyak. Orientasinya lebih pada kualitas. Juga harus memegang teguh misi pokok: menjadi universitas wirausaha. Itu sudah ditegaskan oleh pendirinya dulu: ayatollah real estate Ciputra, almarhum.
Kini mahasiswanya mendekati 6.000 orang. Tahun ini menerima mahasiswa baru 1.300 orang. Terbanyak selama 17 tahun. Pendaftarnya selalu meningkat.
“Kami juga teguh memegang komitmen Pak Ciputra untuk memberikan kuota 10 persen bagi calon mahasiswa dari keluarga tidak mampu,” ujar Dr Denny Bernardus MM pada saya kemarin.
Dr Denny adalah president UC. Jabatan presiden itu juga unik. Tidak ada di universitas lain. Presiden lebih tinggi dari rektor. “Terlalu berat bila beban rektor sampai harus mikir keuangan dan marketing,” ujar Dr Denny.
Jabatan presiden di UC adalah seperti CEO di sebuah perusahaan. Rektor menjadi semacam direktur operasi. Sedang ketua yayasan menjadi semacam komisaris utama.
Dengan organisasi seperti itu tidak ada masalah di manajemen. Tidak ada ketegangan antara rektor dan ketua yayasan. Ketegangan seperti itu yang umumnya menghambat jalannya universitas swasta.
Di usia 17 tahun UC sudah meraih predikat tertinggi: universitas unggul. Juga sudah masuk kluster mandiri. Perpustakaannya kelas A. UC menjadi universitas termuda kedua yang berhasil meraih status unggul. Yang pertama adalah Universitas Binus.
Dengan status unggul itu UC sudah diizinkan untuk membuka program S-2 secara online. Yakni program manajemen. Peminatnya: 180 orang. Lebih banyak dari S-2 reguler.
UC juga sudah mewisuda, kali pertama, dokter. Sebanyak 14 orang. Sudah siap pula membuka fakultas kedokteran gigi.
Di acara ulang tahun kemarin ditampilkan empat alumnusnya. Semua jadi pengusaha.
Merlianny Effendy jadi pengusaha medsos.
Moch Rizky menjadi pengusaha studio foto. Juga punya akademi kreatif. Punya production house. Ia lulusan SMAN 6 Surabaya. Orang tuanya miskin, kerjanya serabutan. Dari hasil usahanya Moch sudah punya mobil dan anak tiga orang.
Satu orang lagi, Echa, punya usaha kuliner. Sudah punya dua restoran: e-Godhong Ijo.
“Di UC kreasi sangat dihargai. Tidak melulu harus nilai terbaik,” ujar Echa. “Lulus UC mau tidak mau jadi pengusaha. Lingkungannya sudah dibuat seperti itu. Badan ini seperti sudah ditempeli soal bisnis semua,” kata Moch.
“Saya terkesan dengan dalamnya pelajaran problem solving dan critical thinking di UC,” ujar Merlianny yang bisnis medsos.
Salah satu alumni yang tampil kemarin adalah Awdella. Anda sudah tahu: dia penyanyi. Juga pencipta lagu. Dia penyanyi yang berjiwa wirausaha.
Awdella terkesan dengan keanekaragaman di UC. Meski yang terbanyak Tionghoa tapi di setiap kelas selalu beragam. Suku maupun agama. Bahkan untuk fakultas kedokteran ada kuota untuk mahasiswa dari Indonesia Timur.
Komitmen menjadi universitas wiraswasta itulah yang terberat.
“Dosen harus sekaligus menjadi mentor,” ujar Dr Denny.
Tidak jarang dosen harus keluar uang. Misalnya ketika mahasiswanya jualan kue atau baju. Ada mahasiswa nekat menjadikan dosen sebagai konsumen.
“Tentu dosen harus beli karena nekat seperti itu sesuai dengan yang diajarkan”, katanya.
Denny sendiri awalnya profesional di real estate. Di grup Ciputra. Di Manado. Di Sidoarjo. Prestasinya tinggi. Lalu ditugaskan memimpin universitas.
“Saya pernah bertanya mengapa dipindah ke jalur pendidikan. Padahal prestasi saya di real estate sangat baik. Apakah karena ayah saya dosen?” katanya. “Lama-lama saya justru bangga pindah jalur ke UC,” tambahnya.
“Orang yang berprestasi di satu tempat akan tetap berprestasi di mana pun ditempatkan”.
Saya sering menulis prinsip seperti itu.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia