Oleh Dahlan Iskan
“UC ini sepertinya meniru UC”.
Memang banyak komentar yang masuk soal tulisan di Disway tentang struktur manajemen Universitas Ciputra (UC) Surabaya. (Disway 15 September 2023). Salah satunya yang bernada canda di atas.
Yang dimaksud UC satunya adalah, Anda sudah tahu: University of California. Yang sekarang punya 10 UC. Masing-masing UC punya ‘rektor’ sendiri tapi presidennya satu. Semua ‘rektor’ di bawah sang presiden.
UC yang di Amerika Serikat itu dulunya juga hanya satu universitas: di Oakland, satu kota di tetangga utara San Francisco.
UC Oakland. Lahir tahun 1600-an. Lalu lahir UC Berkeley, di kota Berkeley, tetangga timur laut San Francisco.
Setelah itu lahir UC Irvine, UC Los Angeles, UC Riverside, UC San Diego, UC San Francisco, UC Santa Barbara, UC Santa Cruz, dan anak bungsunya yang lahir di tahun 2005: UC Merced.
Semua di negara bagian California. Dan memang UC didirikan oleh pemerintah negara bagian yang kekuatan ekonominya paling besar di Amerika itu.
UC yang di Surabaya juga akan seperti itu. Punya anak-anak di banyak kota.
Yang pertama lahir adalah UC Makassar (2022).
Tahun depan UC Jakarta. Lalu UC Medan. UC Palembang.
Pokoknya di mana grup Ciputra punya proyek real estate besar di situ akan didirikan UC. Presidennya satu: Dr Ir Denny Bernardus MM.
Sebenarnya Universitas Muhammadiyah juga mirip itu. Di banyak kota.
Namanya sama: UM Malang, UM Yogyakarta, UM Solo, UM Medan, dan masih banyak UM di kota lainnya.
Hanya saja tidak ada satu presiden untuk semua UM. Yang ada adalah ketua Majelis Pendidikan di Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Majelis itu memang punya ketua tapi juga punya struktur sendiri. Beda dengan seorang presiden UC di Amerika maupun presiden UC yang di Surabaya.
UM di Muhammadiyah lebih kompleks. Tapi, buktinya, juga bisa maju. Juga bisa bersinergi.
UM Malang, misalnya, bisa diminta investasi untuk mengambil alih satu universitas di Bekasi.
Mirip UC Surabaya yang berinvestasi di UC Makassar dan Jakarta.
Bedanya semua UC itu di bawah satu presiden UC di Surabaya.
Saya belum tahu apakah satu UM yang mampu berinvestasi di UM baru memiliki hubungan khusus seperti di UC Surabaya.
NU kini juga mulai punya banyak universitas. Terutama sejak zaman KH Said Aqil Siroj jadi ketua umum PBNU. Tapi juga tidak di bawah satu presiden. Mereka di bawah Lembaga Pendidikan Tinggi yang menjadi bagian dari PBNU.
Tentu masih banyak universitas NU yang lebih otonom lagi: tidak di bawah NU tapi dimiliki oleh orang NU. Mereka punya struktur sendiri-sendiri. Juga berkembang sendiri-sendiri.
Tentu struktur bisa berbeda-beda. Yang penting bisa maju. Apalah arti struktur kalau tidak bisa bikin maju. Di Amerika kampusnya memang sangat merdeka. Pun merdeka dalam menentukan struktur.
Di Indonesia memang mulai dikenalkan istilah kampus merdeka. Tapi baru untuk merdeka belajar. Belum ada kemerdekaan untuk struktur.
Semua masih harus ikut aturan. Harus ada yayasan. Harus ada rektor. Tidak disebutkan boleh atau tidak punya seorang presiden seperti di UC Surabaya itu.
Untuk memenuhi peraturan itulah di UC Surabaya, UC Makassar, dan UC-UC lainnya kelak, tetap punya rektor masing-masing.
Di UC maupun CU (Colorado University) di Amerika Serikat, presidennya satu orang. Sedang di tiap UC atau CU punya pimpinan operasional sendiri yang disebut chancellor.
Persis seperti yang kemarin diceritakan perusuh baik Mirwan Mirza di Colorado University –saya pernah ke yang di Boulders.
UC Surabaya tidak berani menyebut jabatan rektor sebagai chancellor.
“Saya doakan struktur yang dipakai di UC Surabaya tidak dipersoalkan sebagai melanggar peraturan,” ujar seorang guru besar, mantan rektor universitas terkemuka.
“Sejak dulu saya ingin seperti itu. Tapi terbentur aturan,” katanya. “Ternyata UC menerapkannya”.
Ia bercerita pernah ditugaskan ke Midwest, Amerika Serikat. Ke banyak universitas di sana. Tujuannya: mempelajari struktur universitas di sana.
“Setelah pulang, mau saya terapkan. Tidak bisa. Terbentur peraturan,” katanya.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia