Oleh Dahlan Iskan
BEGITU CEPAT: perubahan politik. Satu hari tidak membuka HP saya ketinggalan berita: Kaesang Pangarep jadi ketua umum baru Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Saya jarang buka HP belakangan.
Saya lagi asyik membantu tukang. Membangun rumah bambu. Tidak sepenuhnya bambu. Hanya agar sesuai dengan lingkungan yang banyak bambu: pegang gergaji, angkat batu, mencangkul, pegang palu. Apa pun. Dari pagi sampai senja.
Keasyikan inilah yang membuat saya juga ketinggalan soal Rempang. Sampai tulisan saya soal itu hanya biasa-biasa saja. Pun beberapa topik yang lain.
Berita baiknya: berat badan bisa turun. Mungkin kelihatan lebih tua. Seperti foto di kereta cepat itu. Lebih hitam. Tapi bisa sedikit mengurangi tembem.
Tentu saya kaget mendengar langkah kuda Kaesang. Saya pernah dengar ia akan ke Amerika. Menyertai istrinya meneruskan kuliah yang lebih tinggi di sana. Berarti ada yang sangat penting bahwa Kaesang harus terjun ke politik. Menjelang Pemilu pula.
Mengapa pilih PSI? Partai kecil yang belum punya wakil di DPR? Bukankah semua partai besar menantinya? Pun partai yang juga kandang asli keluarga besar Presiden Jokowi?
Kaesang menceritakan sendiri jawabnya. Yakni saat memberi sambutan di acara pengukuhannya sebagai ketua umum Senin malam lalu.
“Saya jatuh cinta ke PSI,” katanya.
Tentu itu omongan politikus. Yang sebenarnya di balik itu hanya ia yang tahu. Mungkin juga bapaknya. Atau juga kakaknya, wali kota Solo itu.
Rasanya pilihan itu tepat. Masuk partai besar ia harus merangkak dari bawah. Apalagi di PDI-Perjuangan berlaku aturan jenjang kaderisasi. Tidak mungkin langsung jadi ketua umum. Jadi sekjen pun mustahil. Pun jadi salah satu ketua partai.
Apalagi dalam situasi hubungan Pak Jokowi beserta anaknya lagi penuh misteri belakangan ini.
Kaesang anak muda. Baru 28 tahun. Ia perlu tantangan. Khas anak muda yang mau punya jalan sendiri. Merintis karir sendiri. Dari kecil. Dari sulit. Tidak mau langsung enaknya. Ia harus merasakan keringat sebagai pejuang.
Tentu akan ada yang bilang ia tidak benar-benar langsung dari bawah. Begitu masuk partai langsung jadi ketua umum. Juga langsung mendapat dukungan relawan Jokowi. Para relawan itu hadir di acara pengukuhan.
Kaesang sendiri yang mengungkapkan peran relawan bapaknya. Mungkin dengan tujuan tertentu: menembak ke segala arah.
“Di sini hadir relawan Pak Jokowi. Jumlahnya….”, ujar Kaesang melirik teks pidato, “137 relawan. Tapi saya dengar sudah menjadi 200”.
Kepada para relawan Jokowi itu Kaesang mengucapkan selamat berjuang di tempat berbeda, tapi tetap di tujuan yang sama: ikut Pak Jokowi.
Cara Kaesang berpidato lebih menarik dari gaya bapaknya.
Sebagai anak muda 28 tahun pidatonya sangat matang. Gayanya masih khas Solo: datar, tidak meledak-ledak, tidak bombastis, tapi sangat lancar. Tanpa terlihat seperti melihat teks. Ia menguasai yang ia pidatokan.
Pun ketika meneriakkan yel-yel nama suaranya tidak sampai menggelora. Dan ketika memberikan tantangan kepada kader PSI, nada tantangan itu tidak terasa menantang.
“Mana solidaritasmu” katanya agak datar. Sahutan yang diberikan pun kurang meriah.
Dalam keseluruhan pidatonya tiga kali Kaesang memberikan tantangan seperti itu. Baru yang kali ketiga terasa sedikit lebih menantang. Sambutan pun lebih meriah.
Menariknya: Kaesang bisa sesekali menyeletukkan humor-humor kecil. Maksudnya melucu. Dengan mimik yang tetap dingin. Tapi hadirin bisa menangkap kelucuan itu. Mereka tertawa. Humor khas Solo.
“Setelah masuk PSI ini banyak yang mengejek saya di medsos. Saya anggap dosisnya masih rendah,” katanya.
Bapaknya saja kuat dihantam ejekan dosis tinggi. “Saya tidak sampai dibilang PKI, anti Islam, antek Cina, dan plonga-plongo,” tambahnya.
Saya tidak tahu proses Kaesang masuk PSI. Dilamar atau melamar. Berapa lama pula negonya. Apa pula deal-deal di baliknya.
Kaesang menyebut PSI adalah partai yang mengusung ayahnya jadi presiden. Sampai dua periode. Dan tetap akan mendukung sang ayah. Selamanya.
Itu berarti PSI akan mendukung siapa pun calon presiden yang didukung Presiden Jokowi. Maka saat yang ditunggu pun tiba:
“Siapakah calon presiden yang akan kita dukung?” ujar Kaesang membuat penasaran yang hadir.
“Calon yang akan kita dukung adalah….,” ucap Kaesang seperti akan menyebut nama tertentu, “….jangan kesusu”.
Tawa pun riuh.
“Ojo kesusu” adalah ucapan Presiden Jokowi setiap kali ditanya siapa capres yang harus dipilih.
Jangan kesusu.
Awalnya Pak Jokowi seperti menjagokan Ganjar Pranowo. Belakangan seperti beralih ke Prabowo.
Entah akhirnya.
Waktu yang mepet akan memaksa pilihan itu harus segera dijatuhkan. Kalau pun tidak ke susu bisa ke dada.
Banyak yang menafsirkan jangan kesusu itu untuk menunggu putusan Mahkamah Konstitusi soal batasan umur calon wakil presiden. Kalau bisa diubah dari 40 tahun ke 35 tahun mungkin saja Prabowo akan menggandeng kakak Kaesang yang wali kota Solo. Maka yang tidak kesusu tadi bisa jelas maksudnya.
Tapi mantan Ketua MK Mahfud MD membuat penegasan. Anda sudah tahu dari media: MK tidak boleh membuat aturan baru. Hanya boleh membatalkan atau tidak membatalkan peraturan. Tidak boleh mengubah. Yang bisa mengubah adalah DPR.
Tapi itu tidak lagi mutlak. MK sudah beberapa kali membuat putusan yang dimaksud. Kita lihat saja putusannya nanti.
Malam itu semua yang hadir pakai dress code partai Mawar: serba merah. Tapi Kaesang sendiri pakai baju kotak-kotak kecil. Itu, katanya, sebagai simbol keberagaman. Juga simbol menyatunya kotak-kotak di masyarakat. Kota-kotak juga menggambarkan kemeriahan.
Kaesang akan membawa PSI menjadi seperti bajunya. Berpolitik dengan gembira.
Optimistis.
Santai.
Santun.
Tidak berkelahi.
Tidak menjatuhkan.
Tidak memfitnah.
Ia masuk PSI karena ini partainya anak muda. Tapi Kaesang akan membawanya sampai ke anak muda di pedesaan. Juga sampai ke orang tua yang berjiwa muda.
Mungkin Kaesang membayangkan dirinya sedang menjadi seperti tokoh muda Thailand. Yang berhasil mengguncang politik mapan di sana. Politik dari kalangan tua. Bahkan partai muda di sana sampai berhasil memenangi Pemilu.
Kaesang sejak SMA sudah sekolah di Singapura: SMA Anglo-Chinese School International. Kuliahnya pun di Singapore University of Social Sciences.
Seberapa besar Kaesang akan memainkan medsos? Tentu besar. medsos adalah dunianya. Ia dikenal sebagai blogger. Sejak masih di Singapura. Daya tarik blog-nya tinggi. Terutama setelah ia bercerita soal salah makan. Termakan daging babi.
“Ternyata daging babi lebih enak dari kambing”.
Lalu ketika ia bercanda di blog-nya itu. Yang jadi sasaran candaannya adalah bapaknya sendiri. Yakni bahwa sang bapak suka memelihara kodok. Setelah itu muncullah panggilan ejekan untuk pengikut Jokowi: cebong (anak kodok).
Rintisan usahanya pun diberi nama bernada canda. Misalnya saat ia jualan kaus kecebong. Atau ketika jualan kue pisang: Sang Pisang.
“Saya orang yang optimistis. Tapi juga bukan orang muluk-muluk,” katanya soal target di Pemilu.
Ia tidak menjanjikan PSI menjadi pemenang Pemilu. Harapannya: PSI melewati parliamentary threshold dan punya fraksi di DPR.
Bisakah Kaesang menjadi faktor durian runtuh seperti awal zaman SBY?
Waktu itu begitu banyak calon anggota DPR yang tidak berharap jadi ternyata bisa mendapat suara satu kursi.
Jangan-jangan itu juga akan terjadi untuk para caleg PSI –di nomor sepatu pun.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia