Pax Judaica atau Palestinaica

Muchid Albintani

Oleh Muchid Albintani

PERLAWANAN organisasi Hamas terhadap penjajahan-pendudukan zionisme Israel sudah satu bulan sembilan belas hari lebih kurang dengan masa jedah empat hari. Perlawanan ini memberikan multidampak bagi kehidupan khususnya kemanusiaan. Amerika dan kawan-kawannya (barat), jelas-jelas mendukung zionis Israel.

Sementara negara dunia dan masyarakat internasional lainnya, khususnya berpenduduk mayoritas muslim menyoal kejahatan penjajahan-pendudukan melalui pengeboman zionis Israel. Kejahatan ini sudah diklasifikasi sebagai genosida. Korbannya anak-anak, perempuan dan orang tua.

Beragam tulisan banyak yang mengulas ihwal perlawanan ini. Bahkan ada yang menghubungkaitkan dengan kenubuwahan (eskatologi) akhir zaman: menjelang kiamat. Perlawanan Hamas terhadap pendudukan zionis Israel dapat dipindai berdasarkan persektif pemastian kemenangan Israel di tanah Palestina. Dapat dipastikan menurut perspektif kalangan internal zionis Israel kemenangan pasti datang. Endingnya adalah ‘mencaplok’ Tepi Barat (Yerusalem, Al Aqsa).

Esensi di sebalik perlawanan Hamas benang-merahnya adalah rencana lama zionis Israel mencaplok Tepi Barat (Al Aqsa). Upaya ini yang sebelumnnya mendapat kecaman dunia. Perlawanan Hamas sejatinya memberikan zionis Israel ‘legitimasi tak langsung’ yang secepatanya dapat menguasai Yerusalem. Palestina [Yerusalem-Al Aqsa] membara atau tidak, tergantung perlawanan yang sedang berlangsung saat ini.

BACA JUGA: Post-World’, Kebohongan, dan ‘Orang Pintar’

Secara genea-ideologis Yerusalem adalah tempat lahirnya ‘tiga agama samawi’ yang selalu dikumandangkan. Esensi kuantitas istilah tiga agama menjadi paradoks secara kualitas. Paradoks ini berhubungan erat dengan keberadaan ke-Tauhid-an. Kata tiga menjadi rancu manakala dalam sumber agama tersebut menjadi tidak logis jika ‘tiga agama’ akan berafiliasi kepada ‘tiga tuhan’ yang berbeda. Secara kualitas, hingga akhir zaman ‘ketiga agama’, yang pasti tetap berproses memperjelas identitasnya menuju ke-Ahad-an tuhan

Dalam upaya pencaplokan Tepi Barat oleh zionis Israel, istilah Pax Judaica (israel raya) yang disandingkan dengan Palestinaica (kebangkitan-kemenangan Palestina) menjadi penting ditelaah. Upaya pencaplokan ini pula menjadi isu sensitif terkait pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem yang didukung Donald Trump, pemimpin negeri adidaya pun ‘pendukung penjajahan dunia’ yang kontroversi kala itu.

Tak ayal keinginan zionis Israel akan menghadapi penolakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Tak terkecuali Turki (anggota Nato), Rusia dan Uni Eropa (yang saat ini beberapa anggotanya mendukung penjajahan zionis Israel).

Bukan mustahil, kemenangan zionis Israel atas Hamas (bukan saja pindah ibu kota melainkan pencaplokan Al Aqsa) pun sebaliknya kemenangan Hamas atas Israel, dapat memicu Perang Dunia ke-3 (membatalkan terbentuknya Pax Judaica). Di sini sesungguhnya jika tidak berhati-hati kalah atau menang Hamas pun Zionis Israel menjadi simalakama.

Beraltar demikian esai ini berupaya mencermat-telaahi dibalik latar belakang begitu kuatnya keinginan zionis Israel menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota pun sebaliknya Hamas yang bertekad mempertahankan Al Aqsa. Dari sini dapat dimengerti keterkaitan antara Pax Judaika dan Palestinaica bersandar pendekatan DNA (garis keturunan).

BACA JUGA: Post-World, Glokalis Atau Geo-Ideologis

Hubungan Pax Judaica (Israel Raya) dan Palestinaica (kebangkitan-kemenangan Palestina) dengan DNA Ibrahim adalah kausalitas. Silang sengketa terkait konflik Israel-Arab bersandar keyakinan istilah tiga agama samawi [Yahudi-Nasrani-Islam] menjadi sederhana jika garis keturunan [DNA] Ibrahim menjadi titik-temunya.

Sebagai bapak Tauhid dunia, Ibrahim mengilhami keterhubungan penting dengan DNA sebagai garis keturunan Yahudi-Arab. Sehingga dalam konteks ini, pertanyaan yang perlu diajukan adalah: DNA yang menentukan ideologi atau ideologi menentukan DNA?

Belajar dari Ibrahim secara DNA menunjukkan bahwa Yahudi-Arab merupakan satu tali keturunan dari garis kakek moyang Ibrahim dengan nenek moyang (Sarah dan Hajar) yang berbeda. Berdasarkan DNA Ibrahim memberikan referensi bahwa konflik Arab-Israel tidak dilatarbelakangi oleh faktor ideologi (agama), melainkan pemahaman terhadap kitab rujukan yang berbeda.

Alquran sebagai kitab umat manusia, tidak membedakan dengan menstrukturasi (mendiskriminasi-rasis) manusia berdasarkan warna kulitnya. Atau bangsa yang satu lebih mulia dari bangsa lainnya (chauvisme). Strukturasi kemanusian Quranis hanya bersandar pada, pertama manusia muslim-beriman, dan kedua, manusia kafir-beriman dan non beriman.

Pencaplokan Yerusalem jika zionis Israel memang sesungguhnya dipicu oleh sumber kitab tambahan (Talmud) yang selalu meyakini bahwa manusia yang satu lebih tinggi derajatnya dari manusia yang lain. Ditambah dengan sumber inspirasi (entah dari mana) jika Yerusalem adalah tanah yang dijanjikan. Dalam konteks cara berpikir inilah keberadaan Pax Judaika menjadi dilegitimasi. Esensinya adalah kebangkitan Israel Raya yang menihilkan keberadaan bangsa Palestina sebagai si pemilik negeri.

Sederhananya konflik Yahudi-Arab dilandasi oleh dua alasan. Pertama, manusia terbelah mengklasifikasikan ikhwal identitas dalam konteks agama (ideologi), garis keturunan biologis (ras DNA), budaya, dan kepentingan bermotif cinta dunia, materi dan paham sekuler. Kedua, manusia lupa bahwa sesungguhnya kecirian identitas tertinggi adalah manusia sebagai sama-sama manusia.

BACA JUGA: Tragedi Konstitusional

Berpijak pada dua hal cara pendang (persepktif) ini, agar perang dunia ke-3 tidak terjadi (‘kiamat dapat diundur’). Dengan kata lain, kiamat dapat dikelola (di-manage) adalah kebangkitan-kemenangan Palestina (Palestinaica).

Artinya, kemerdekan Palestina  sesungguhnya kata kunci ‘kemerdekan manusia’ (ingat: Abu Ubaidah). Ini sesuai amanah alinea pertama pembukaan UUD 1945 ” Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Pertanyaannya: Pax Judaica dan Palestinaica bersandar pada apa? DNA yang menentukan ideologi atau ideologi yang menentukan DNA?*