Buku Kedua Mpokgaga Berjudul “Amigdala: Residu Yang Bersemayam”

Cover buku karya Mpokgaga berjudul “Amigdala: Residu Yang Bersemayam”. (Foto: J5NEWROOM.COM)

Judul Buku: Amigdala: Residu Yang Bersemayam
Penulis: Ega Mpokgaga/Mpokgaga
Genre: Fiksi
Penerbit & Distributor: Independen
Tanggal Rilis: 21 Februari 2024

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Setelah memperkenalkan trilogi Amigdala dengan merilis buku pertama di tahun 2020 silam, penulis Mega Arnidya atau juga dikenal sebagai Mpokgaga merilis buku keduanya berjudul “Amigdala: Residu Yang Bersemayam”.

Buku kedua dari trilogi Amigdala ini kembali melanjutkan kisah sang tokoh utama Ishtar Mahendra Sumoprawiro melalui perjalanannya melintasi berbagai kota hingga negara serta pertemuannya dengan tokoh baru dan tokoh lama.

Bergumul dengan berbagai memori, emosi, reaksi yang menjadi residu dalam diri, pembaca diajak untuk masuk ke dalam dunia Ishtar lebih dalam lagi. Buku ini resmi dirilis dalam bentuk fisik dan didistribusikan secara independen yang bisa didapatkan melalui lokapasar digital Shopee atau Tokopedia dari tanggal 21 Februari 2024.

Mega Arnidya atau biasa dikenal sebagai Ega Mpokgaga ataupun Mpokgaga, adalah seorang seorang penyintas kekerasan dalam rumah tangga sekaligus pekerja penuh maupun paruh waktu di industri Advertising & Digital Marketing selama lebih dari 14 tahun.

Ia berkesempatan untuk menetap di Ubud sejak 2021 lalu, dan masih terus belajar untuk tidak tergesa-gesa dalam melakukan apapun di hidupnya.

Berikut ini sinopsis buku “Amigdala: Residu Yang Bersemayam”.

Ishtar mengajak setiap pembaca untuk memasuki semestanya lebih jauh dalam sekuel ini: Amigdala Residu Yang Bersemayam. Lapisan demi lapisan kisah akan terkuak dan melintasi berbagai tempat, kota, dan negara; di mana setiap tokoh di kehidupan Ishtar –baik yang telah lama maupun yang baru hadir– akan saling berkelindan dalam ingatan, kebahagiaan, maupun kepedihan.

Sosok ayah angkat yang menyelamatkan nyawanya di negeri orang dari ancaman perkosaan, sosok mantan kekasih yang berjuang mati-matian untuk pulih, karakter-karakter yang baru hadir namun sebenarnya telah lama terkait dengan lingkaran terdekatnya, pergerakan seni dan sosial yang diamanatkan oleh salah satu sahabatnya, kepahitan mendalam maupun pemulihan batin dalam keluarga-keluarga yang dikenalnya, serta hantaman pandemi global yang menorehkan gurat-gurat kesedihan permanen yang mengubah hidupnya.

Ada cinta yang terlarang dan terlunta, namun tetap hidup bersama detak jantung. Ada residu campuran ingatan dan rasa yang bersemayam; menghantui, menikam, menjerat, dan mendorong Ishtar ke sudut-sudut kenyataan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Editor: Agung