Israel Setuju Gencatan Senjata Selama Ramadan, Hamas Masih Pikir-pikir!

Bantuan kemanusiaan dijatuhkan Amerika Serikat di Kota Gaza, Jalur Gaza, 2 Maret 2024. (Foto: Mohammed Hajjar/AP Photo)

J5NEWSROOM.COM, Gaza – Seorang pejabat senior Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan, Sabtu (2/3), bahwa Israel kurang lebih telah menerima kerangka gencatan senjata di Gaza, termasuk pembebasan sandera.

“Saat ini, keputusan ada di tangan Hamas, dan kami terus mendorong hal ini sekeras yang kami bisa,” kata pejabat tersebut, yang berbicara kepada wartawan secara anonim karena dia tidak berwenang untuk membahas pembicaraan tersebut secara terbuka.

Jika diterima sebagaimana diusulkan, kesepakatan itu akan mencakup gencatan senjata selama enam minggu dan pembebasan para sandera yang dianggap rentan. Kesepakatan itu juga akan memungkinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.

Pejabat itu menambahkan bahwa perundingan akan dilanjutkan di Mesir pada Minggu (3/3) dan mediator Mesir dan Qatar berharap menerima tanggapan dari Hamas.

“Saya tidak ingin berekspektasi dengan cara apa pun,” tambah pejabat itu, menurut Reuters.

Hamas bersikukuh dengan pendiriannya bahwa gencatan senjata sementara harus menjadi awal dari proses untuk mengakhiri perang sama sekali, menurut sumber-sumber Mesir dan seorang pejabat Hamas.

Para mediator telah berupaya agar gencatan senjata terwujud sebelum Ramadhan, bulan puasa bagi umat Islam yang dimulai pada 10 atau 11 Maret. Harapannya, kesepakatan itu dapat mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama hampir 5 bulan dan telah menghancurkan Gaza yang dikuasai Hamas.

Presiden AS Joe Biden juga telah mengungkapkan harapannya akan adanya gencatan senjata pada Ramadhan. Namun, Biden mengatakan kepada wartawan pada Jumat (1/3), “Kami belum mencapainya.”

Sementara itu, Wakil Presiden AS Kamala Harris akan bertemu dengan anggota kabinet perang Israel, Benny Gantz, di Gedung Putih pada Senin (4/3). Pembicaraan itu akan digelar ketika AS mencoba untuk mengamankan gencatan senjata sementara dan meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan pembicaraan tersebut diperkirakan akan fokus pada korban sipil Palestina, mengamankan gencatan senjata sementara dan pembebasan sandera yang ditahan di Gaza serta meningkatkan bantuan ke wilayah tersebut.

“Wakil presiden akan mengungkapkan keprihatinannya atas keselamatan 1,5 juta orang di Rafah,” kata pejabat itu.

Dia menambahkan bahwa Israel “mempunyai hak untuk mempertahankan diri dalam menghadapi ancaman teroris Hamas yang terus berlanjut.”

Dalam sebuah pernyataan, Gantz mengonfirmasi bahwa dia akan bertemu dengan Harris, serta penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan.

Gantz, mantan panglima militer dan Menteri Pertahanan Israel, adalah saingan politik utama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam jajak pendapat. Menurut Haaretz.com, sebuah surat kabar independen Israel, seorang pejabat senior yang dekat dengan Netanyahu dilaporkan mengatakan pada Sabtu (2/3) bahwa perdana menteri tidak menyetujui kunjungan Gantz ke Washington.

Biden secara pribadi mengkritik Netanyahu atas pengeboman “tanpa pandang bulu” yang dilakukan Israel di Gaza, menurut laporan berita.

Israel Janjikan Penyelidikan

Pada Jumat (1/3), Biden memberikan lampu hijau untuk pengiriman bantuan ke Gaza melalui udara, yang merupakan operasi kemanusiaan pertama, setelah sedikitnya 115 warga Palestina tewas saat berkerumun untuk mendapatkan pasokan dari konvoi bantuan yang dikirimkan pada Kamis (29/2). Ratusan lainnya terluka dalam kekacauan itu, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas.

Militer Israel berjanji pada Sabtu (3/3) bahwa mereka akan melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap penyebab kematian tersebut seiring dengan meningkatnya seruan internasional untuk melakukan penyelidikan.

Otoritas Kesehatan Gaza mengatakan 118 orang tewas dalam insiden pada Kamis. Mereka mengatakan penyebab kematian tersebut adalah tembakan Israel dan menyebutnya sebagai pembantaian.

Israel membantah angka-angka tersebut, dengan mengatakan sebagian besar korban terinjak-injak atau tertabrak selama pengiriman bantuan yang kacau-balau.

Seorang pejabat Israel juga mengatakan bahwa pasukannya kemudian menembaki kerumunan orang, yang dianggap sebagai ancaman, “dalam respons yang terkendali.”

“Itu adalah operasi kemanusiaan yang kami jalankan dan klaim bahwa kami dengan sengaja menyerang konvoi tersebut dan dengan sengaja melukai orang-orang sama sekali tidak berdasar,” kata juru bicara militer Israel (Israel Defense Force/IDF) Laksamana Muda Daniel Hagari kepada wartawan di Tel Aviv dan menambahkan bahwa ini adalah operasi keempat di wilayah tersebut.

Margaret Besheer berkontribusi pada laporan ini. Beberapa informasi diberikan oleh The Associated Press, Agence France-Presse dan Reuters.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah