Oleh Dr Aqua Dwipayana
J5NEWSROOM.COM, Jayapura – Awal pekan minggu keempat Maret 2024, tepatnya seminggu lalu, Senin pagi (18/4/2024) sekitar pukul 07.30 WIT begitu keluar dari pesawat Batik Air ID 6180 di Bandara Sentani Jayapura, Papua, tiba-tiba saya sesak nafas. Langkah saya terhenti begitu meninggalkan garbarata atau belalai gajah.
Saya langsung telepon Kepala Seksi Patroli Airud Ditpolairud Polda Papua AKP Wilston Latuasan yang menjemput saya di Bandara Sentani. Meminta beliau menjemput saya di atas.
Ongker, panggilan akrab Wilston Latuasan bersama atasannya Kasubdit Patroli Ditpolaurud Polda Papua Kompol Robert Hitipeuw dengan tergesa-gesa menghampiri saya. Kemudian berjalan pelan, kami menuju mobil.
Begitu di mobil, saya meminta Ongker untuk segera mengantarkan saya ke rumah sakit terdekat. Sedangkan Robert dan Bharada Immanuel Ronaldinho Awendi menunggu dua barang bawaan saya keluar dari pesawat.
Dengan kecepatan agak tinggi, Ongker membawa saya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari Jalan Raya Sentani – Depapre, Doyo Baru, Jayapura. Jarak tempuh dari Bandara Sentani ke rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Jayapura itu sekitar 20 menit.
Sementara Robert telepon ke Kepala Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Yowari, dokter Jetty Sp.B. Menginfokan tentang saya yang sakit dan minta tolong untuk segera ditangani. Jetty adalah adik ipar Robert.
Pelayanan Terbaik
Tiba di UGD RSUD Yowari para tenaga medis, beberapa dokter dan perawat bersama-sama menangani saya. Mereka memberikan pelayanan terbaik.
Data saya termasuk riwayat kesehatan diminta. Sambil memberikan oksigen agar nafas saya kembali normal. Lewat tangan, saya diinfus. Memasukkan berbagai cairan yang dibutuhkan tubuh saya.
Tidak lama saya di sana, datang dokter spesialis jantung dr. Agustinus Fatola, Sp.JP, FIHA. Selain menanyakan riwayat kesehatan saya, kronologis kejadian hingga sesak nafas, juga memberikan obat dan beberapa nasihat.
“Bapak harus istirahat total. Saya akan memberikan obat dan sekitar lima hari di sini. Setelah itu akan saya cek kembali kesehatan bapak,” ujar Agustinus ramah sambil mengecek kondisi jantung saya lewat alat yang disambungkan dengan laptopnya.
Saya ketika itu pasrah. Menyerahkan sepenuhnya kepada dokter yang merawat. Secara berangsur kesehatan saya mulai pulih.
Beberapa dokter dan perawat menghampiri saya. Mereka berusaha menenangkan saya. “Bapak istirahat saja sambil terus berdoa agar segera sembuh. Tenangkan pikirannya,” ucap mereka senada.
Saya yang sebelumnya sudah meniatkan puasa, akhirnya membatalkan puasa. Di pesawat menjelang imsak, sempat sahur roti yang dibagikan di pesawat. Waktu itu rotinya tidak saya habiskan. Sisanya saya simpan.
Kebiasaan saya sejak lama, berusaha untuk tidak menyisahkan makanan dan minuman. Jika tidak habis, saya simpan untuk dimakan dan diminum kemudian.
Saya sengaja melakukan itu karena pernah mengalami hidup susah. Selain itu tahu persis saat ini banyak orang yang dalam sehari belum tentu bisa makan dan minum karena tidak ada yang bisa mereka konsumsi.
Saat saya di UGD, Ongker dan Immanuel dengan setia menunggu. Mereka setiap saat siap dimintai bantuan terkait dengan kebutuhan saya.
Saat dirawat di UGD tersebut, saya berusaha tetap tenang. Mengambil hikmah dari cobaan itu. Saya meyakini hal tersebut adalah rezeki buat saya di bulan Ramadan 1445 H. TUHAN sangat sayang sama saya.
Alhamdulillah.
Penulis adalah motivator nasional dan penulis buku best seller