Oleh Dahlan Iskan
SAYA merasa beruntung: Disway punya perusuh yang mengamati khusus perkembangan di Palestina dan Israel.
Anda sudah tahu: Bung Marwan Mirza. Tulisannya di Disway selalu sangat lengkap –meski sikap pribadinya jelas: memihak Palestina.
Saya pun merasa terbebas dari tekanan ‘harus menulis’ soal yang lagi hangat: Palestina-Israel-Iran.
Maka saya ikut Anda: percaya pada uraian Bung Mirza dan membacanya.
Saya pun lebih tenang setelah Presiden Joe Biden menegaskan: Amerika tidak akan ikut cawe-cawe kalau Israel melakukan serangan balasan ke Iran.
Amerika kelihatannya akan tetap memilih membantu Israel lewat cara ‘sniper’: satu drone untuk satu wanted. Bukan lewat perang terbuka.
Lewat gaya sniper. Inilah sniper masa kini. Tidak harus ahli dalam membidik satu sasaran dengan senjata api. Tidak perlu panjat pohon atawa gedung tinggi.
Sniper masa kini menembaknya pakai remote control.
Era Rambo dengan karabennya sudah tidak dipakai Amerika. Amerika memilih ‘tembak jitu’: pakai drone yang dikendalikan dari jauh.
Sniper masa kini tidak perlu sembunyi-sembunyi naik ke bangunan tinggi, sembunyi di situ berjam-jam, sambil mengintai sasaran di bawah sana.
Perang gaya baru ini ‘sukses’ dilakukan Amerika di Baghdad. Yakni ketika Amerika membunuh jenderal penting Iran yang lagi berkunjung ke Irak. Ketika sang jenderal berada di konvoi di jalan raya di pinggir kota Baghdad tembakan dari udara meledakkan mobil yang diincar.
Demikian juga ketika Israel mengincar tokoh Hamas Palestina. Sang tokoh lagi di Beirut, Lebanon.
Begitu diketahui sang incaran berada di sebuah bangunan dua lantai, tembakan dari udara meledakkan bangunan itu. Yang diincar tewas.
Pun ketika awal bulan ini Israel ingin membunuh jenderal Iran yang lagi di Syria. Senjata dari udara menghancurkan bagian bangunan kedutaan Iran.
Senjata itu tahu sang jenderal lagi di bagian mana di gedung kedutaan tersebut. Yang rusak hanya bagian yang diincar.
Ketika Biden minta Israel tidak membalas dengan cara menyerang Iran, bukan berarti Amerika tidak lagi membantu Israel. Amerika lebih menginginkan perang yang lebih dingin: bunuh komandannya, jangan bunuh prajuritnya. Apalagi warga sipilnya.
Maka Israel pun punya daftar ‘wanted’. Siapa saja yang harus jadi sasaran ‘sniper’ gaya baru: Tokoh-tokoh Hamas di Palestina, tokoh Hisbullah di Lebanon, dan tokoh-tokoh Iran di mana saja.
Rupanya Israel mengalami kesulitan menerapkan cara ‘sniper’ tersebut ke komandan Hamas. Bukan mata-mata Israel tidak tahu sasaran tembaknya, tapi sang sasaran selalu bersama warga Israel yang mereka sandera.
Iran sudah dua kali merasakan langsung kejamnya perang gaya sniper ini. Dua jenderal pentingnya tewas tanpa ada perang.
Iran belum menemukan cara yang efektif untuk melawan perang yang bukan perang ini.
Keahlian menembak para sniper kini tergusur oleh penembak remote control.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia