Politik Hati

Harry Bayu. (Foto: Disway.id)

Oleh Dahlan Iskan

SEBELUM masuk ruang operasi, Harry Bayu kirim WA ke saya:

“Assalamu’alaikum…

Pak, saya Harry Bayu…. Insya Allah pagi ini Jumat saya mau operasi transplantasi hati di RSCM.

Mohon doanya supaya operasinya bisa berjalan lancar dan saya bisa sehat kembali… Aamiin.”

Keesokan harinya saya WA lagi ke Harry. Pasti ia masih di ICU. Tapi seharusnya sudah siuman.

Yang menjawab istri Harry. Sejak masuk ruang operasi HP memang dipegang istri. Sejak itu saya selalu kontak dengan sang istri.

“Sudah siuman tapi masih di bawah pengaruh obat bius,” jawab sang istri. Syukurlah. Berarti transplantasi hati di Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo Jakarta itu sukses.

Selama 24 tahun terakhir RSCM sudah melakukan transplantasi hati 89 kali. Hanya 10 yang orang dewasa. Selebihnya anak-anak –umumnya akibat cacat hati bawaan.

Karena itu salah satu ahli transplant di RSCM adalah dokter spesialis anak: Prof Dr Hanifah Oswari. Ia lulusan UI angkatan tahun 1989. Spesialis anaknya 10 tahun kemudian. Lalu ambil lagi konsultan pencernaan anak.

Prof Hanifah termasuk dokter anak yang sangat populer. Praktiknya di KiddieCare Centre Sunter, Jakarta Utara.

Kalau anak Anda menangis terus, tidak usah ke praktiknya. Lihat saja YouTube Prof Hanifah. Ia YouTuber masalah anak-anak.

Prof Hanifah-lah yang menjadi ketua tim transplantasi hati Harry Wahyu.

Ahli yang lain adalah Prof Dr dr Toar J. M. Lalisang SpB-KBD.

Prof Toar lahir di Oegstgeest, Belanda 1 Juni 1957. Tapi SMP, SMA di Jakarta. Lalu masuk UI, ambil spesialis bedah di UI, konsultan pencernaan di UI dan jadi guru besar juga di UI (2021).

Sukses transplant hati Harry ini membuat RSCM/UI sudah tepercaya melakukannya. Tidak harus di luar negeri lagi.

Tentu yang dilakukan Harry adalah transplant separo hati. Bukan seperti yang saya lakukan 17 tahun yang lalu.

Awalnya Harry, 54 tahun, kena demam berdarah. Ketika melakukan pemeriksaan diketahuilah bahwa SGOT/SGPT-nya sangat tinggi: di atas 100. Padahal paling tinggi seharusnya hanya boleh 42.

Itu setahun yang lalu. Harry pun pergi ke Malaka. Berobat ke sana. Orang Minang dan Riau memang suka berobat ke Malaka –seperti orang Medan suka ke Penang.

Di sana dilakukan pemeriksaan standar. Diketahuilah hatinya membesar. Lalu saluran darahnya juga membesar. Tiga bulan kemudian diminta datang lagi ke Malaka.

Kedatangannya ke kali ini untuk MRI: diketahuilah hatinya sirosis. Dokter di sana pun merasa aneh. Harry tidak mengidap hepatitis apa pun.  Kok bisa kena sirosis.

Maka Malaka menyarankan agar Harry transplant. Harus cepat. Dalam satu tahun. Sebabnya: sudah ada kanker di hati Harry.

Pulang ke Jakarta Harry banyak bertanya ke dokter. Ia punya kenalan dokter di RSCM. Kenalannya itulah yang menjelaskan bahwa kini Indonesia sudah mampu melakukan transplant hati: di RSCM.

Lalu disarankan segera mencari donor.

Sang istri mau. “Tapi postur saya terlalu kecil. Tidak cocok,” ujar sang istri.

Dua anaknya masih remaja. Yang pertama baru SMA. Tapi beberapa keluarganya mau jadi donor. Ada yang cocok, ada yang tidak.

Akhirnya diputuskan: kakak ipar Harry yang jadi donor. Namanya: Yafiet Mulyawan. Darahnya pun sama: golongan B.

Rasa kekeluargaan di keluarga Harry luar biasa. Sampai ipar pun mau jadi donor.

Maka Jumat pagi lalu Harry dan Yafiet sama-sama dimasukkan ruang operasi.

Hati Yafiet dipotong separo. Hati Harry diambil semua.

Potongan hati Yafiet itu yang kemudian dipasang di dada Harry.

Kelak, dalam waktu tiga bulan, hati Yafiet akan utuh kembali. Separo hati yang dipasang di Harry pun menjadi hati yang utuh.

Yafiet sendiri hanya satu malam di ICU. Keesokan harinya sudah masuk ke ruang inap.

Harry sampai kemarin memang masih di ICU tapi beberapa selang sudah dilepas. Termasuk selang makanan.

“Barusan sudah bisa ngobrol banyak,” ujar sang istri kemarin sore.

Sang istri tadi malam menelepon saya dari ruang ICU. Video call. Harry minta bicara dengan saya. Saya layani. Sebentar. Saya tidak mau merusak penjagaan pasca-transplant yang harus sangat steril.

Suami-istri ini memang berdarah Minang. Harry lahir di Jakarta. Tamat SMAN 1 Jakarta ia langsung masuk UI. Jadilah Harry sarjana ilmu politik.

Sang istri lahir di Bukittinggi. Dia sekolah di Madrasah Sumatera Thawalib Parabek. Lalu kuliah di IAIN Padang: jurusan tafsir hadis.

“Kok bisa berjodoh dengan Harry yang nun jauh di Jakarta?”

“Dijodohkan oleh keluarga,” ujarnyi.

Harry adalah seorang pengusaha. Pun Yafiet, iparnya.

Mereka sama-sama berdagang pakaian di pasar Tanah Abang.

Politik dagang di Tanah Abang bisa lebih seru dari ilmu politik yang ia perdalam di UI.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia