J5NEWSROOM.COM, Batam – Sebanyak 21 orang awak kapal MT Arman 114 yang semula menetap di atas kapal yang saat ini sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Batam, dipindahkan ke Hotel Grand Sydney (GS) Batam Centre, Jumat (10/5/2024) sekira pukul 00.00 WIB.
Para awak MT Arman itu masih menjalani proses persidangan di PN Batam atas dugaan pelanggaran pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup atas pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di perairan Natuna pada Agustus 2023 lalu dengan terdakwa Mohamed Abdelaziz.
Bahkan ada dugaan kalau pemindahan crew kapal tersebut dilakukan oleh kapten kapal yang saat ini berstatus sebagai tersangka. Kebijakan terlalu berani yang dilakukan oleh terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba (MMAMH), WNA Mesir yang memerintahkan dan menyuruh agar 21 kru kapal MT Arman 114 berbendera Iran turun dari atas kapal tersebut.
Sebanyak 21 orang awak kapal MT Arman 114 yang semula menetap di atas kapal, namun sejak kemarin, Jumat (10/5/2024), para kru kapal itu sudah dipindahkan ke salah satu hotel yang ada di Kota Batam, atau tepatnya Hotel Batam Grand Sydney (GS).
Terkait pemindahan crew kapal ini, Kepala Bakamla Zona Batam, Laksamana Rahmawanto saat dikonfirmasi dan juga mengirimkan rilis terkait 21 crew Kapal MT Arman 114 itu membenarkan, mereka sudah turun dari atas kapal.
Dijelaskannya, terkait penaikan/penurunan crew itu adalah hak penuh kapten kapal sesuai UU Pelayaran/Internasional, jadi bukan Bakamla.
“Kalau Bakamla itu hanya melaksanakan pengamanan saja dan itu sudah dilakukan sejak lama, mungkin sejak 10 bulan yang lalu, sejak ada permintaan bantuan pengamanan dari KLHK,” ujar Rahmawanto, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/5/2024) siang
Terpisah, Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari (Kejaksaan Negeri) Batam, Andreas Tarigan mengaku tidak mengetahui soal pemindahan 21 awak ABK tersebut. “Kami hanya tahu perkara soal kapal MT Arman masih sidang,” ungkap Andreas.
Andreas juga menegasakan, bahwa Kejari Batam tidak tahu kejadian tersebut. Bahkan pihaknya mengetahui setelah ada salah satu media bertanya pada Jumat pagi terkait adanya crew kapal MT Arman yang turun dari kapal dan inapkan di hotel.
“Kami belum tau pasti adanya crew kapal yang dipindahkan ke hotel. Ini akan kami cek dulu. Belum ada upaya hukum, karena perkaranya masih dalam persidangan,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Humas yang juga Hakim PN Batam, Welly Indianto. Ia bahkan menyebut jika baru mengetahui informasi tersebut setelah dikonfirmasi wartawan. Saat ini, ia pun tengah menelusuri terkait pemindahan kru kapal tersebut. “Saya justru gak tahu loh, baru tahu setelah ditelpon wartawan,” ujarnya.
Diketahui, Kapal tanker MT Arman 114 ditangkap oleh Badan Koordinasi Keamanan (Bakamla) RI pada April lalu, perkara ini dilimpahkan ke penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Nahkoda kapal berbendera Iran itu ditetapkan sebagai tersangka atas tindakan pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Perairan Natuna.
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK RI menemukan serta mengambil sampel crude oil di seluruh kompartemen kapal untuk dilakukan uji finger print di laboratorium KLHK. Dimana, sampel air laut yang tercemar limbah B3 memiliki karakteristik yang sama dengan limbah yang dimiliki oleh MT Arman 114.
Kapal raksasa ini mengangkut muatan tersebut mengangkut lightcrude oil sebanyak lebih kurang 272.629,067 MT dan kepergok melakukan pembuangan limbah dari lubang pembuangan buritan sebelah kiri kapal saat melakukan transfer ship to ship crude oil dengan Kapal MT S-Tinos di Zona Ekonomi Ekslusif Laut Natuna.
Berikut petikan rilis yang dikirim Bakamla Zona Batam kepada sejumlah awak media.
Terkait hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. 21 Crew kapal MT Arman sudah berada di atas kapal selama 1 tahun lebih, selama itu pula mereka tidak bisa bertemu dengan keluarga.
2. Karena sudah terlalu lama, emosional crew terganggu, sehingga dikhawatirkan akan berakibat fatal bagi barang bukti kasus limbah yang masih disidangkan di Pengadilan Negeri Batam. Beberapa bulan lalu, salah satu crew meninggal karena sakit.
3. Hukum Internasional menegaskan bahwa kapten adalah penguasa dan pengendali atas kapal, termasuk penyusunan dan penurunan anak buah kapal (IMO Conventions, UU Pelayaran Indonesia, KUHD), sehingga secara hukum Nahkoda berwenang untuk memerintahkan awak kapal untuk turun, dan kembali ke negara asal dan bertemu keluarga, atas dasar hukum dan kemanusiaan.
4. Bahwa penurunan awak kapal juga dilakukan karena Kapten “MAM”, merupakan pihak yang berwenang untuk melakukan perawatan barang bukti, berdasarkan surat perawatan barang bukti dari Penyidik KLHK. Agar kapal tetap terawat dan tidak terganggu selama proses hukum, maka untuk menghindari tindakan anarkis dari crew yang secara emosional terganggu karena tidak bisa pulang, maka tindakan menurunkan awak kapal sangat diperlukan. Kapten tidak mau kapalnya dirusak oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
5. Bahwa penurunan ABK (anak buah kapal) adalah inisiatif dan kewenangan penuh oleh Kapten Kapal MT Arman, sekaligus Kapten Kapal MT Arman adalah selaku pemegang kuasa penuh terhadap keselamatan kapal beserta isinya. Dan mengingat kapal ada di wilayah kelautan Kepulauan Batam, maka Kapten meminta secara resmi bantuan Bakamla Batam untuk mengawal penurunan ABK oleh Kapten Kapal.
6. Bahwa persiapan pemulangan awak kapal dilakukan karena saat ini agenda persidangan sudah masuk pada tahap Penuntutan, artinya secara hukum seluruh crew sudah tidak diperlukan dalam pembuktian, sehingga bisa secara hukum BERHAK UNTUK TURUN DAN KEMBALI KE NEGARA ASAL. Justru siapapun yang melarang mereka kembali ke negara asal adalah tindakan melawan hukum karena merampas hak asasi manusia para crew yang dijamin deklarasi HAM PBB.
7. Kapten melalui agen telah bersurat kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melakukan tindakan lanjutan proses pemulangan, mengingat para awak kapal kembali melalui pintu Imigrasi Indonesia.
8. Kapten MUM menyatakan proses turunnya awak kapal dilakukan semata-mata untuk menjaga agar barang bukti tidak rusak, dan untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia para crew kembali kepada keluarga.
9. Bahwa selain itu, keberadaan awak kapal di Indonesia tanpa alasan yang jelas (tidak ditahan dan tidak diperlukan lagi dalam pembuktian) akan menimbulkan masalah baru keimigrasian. Oleh karena itu tindakan memulangkan awak kapal diperlukan dan diharuskan secara hukum.
10. ABK yang diturunkan merasa bahagia dan senang mengingat mereka sudah hamper 1 tahun di dalam kapal dan ingin segera pulang ke Negara asalnya.
11. Permasalahan saat ini adalah ketika KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup) menyerahkan berkas kepada Jaksa (P21) paspor dan dokumen ABK tidak ikut diserahkan kepada Jaksa. Kapten Kapal ingin memulangkan Crew ke negaranya akan tetapi KLHK tidak mau mengembalikan dokumen ABK walaupun sudah berulang kali diminta oleh Kapten Kapal MT Arman.
Editor: Agung