J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Konsulat Jenderal Indonesia di Kota Jeddah, Arab Saudi, Yusron Ambary menjelaskan 37 jemaah haji asal Indonesia ditangkap pada Sabtu lalu (1/6) di Kota Madinah karena tidak menggunakan visa haji. Tim KJRI Jeddah langsung mendampingi ke-37 warga Indonesia itu saat diperiksa. Hasilnya, 34 orang dibebaskan dan dipulangkan ke Indonesia dengan menggunakan pesawat Qatar Airways, Senin (3/6).
“Sementara tiga orang lainnya yang ditengarai sebagai koordinator, yaitu dengan inisial SJ, SY, dan MA saat ini masih berada di kejaksaan di Madinah untuk proses hukum lebih lanjut. KJRI Jedah akan memastikan hak-hak hukum mereka terpenuhi,” kata Yusron.
Ditambahkannya, berdasarkan pengakuan 34 jemaah haji yang telah dipulangkan ke Indonesia, mereka menyadari bahwa mereka datang ke Arab Saudi menggunakan visa ziarah, bukan visa haji. Mereka dijanjikan bisa mendapat izin berhaji oleh seorang warga Indonesia yang bermukim di Kota Makkah, dengan tarif masing-masing 4.600 riyal atau setara Rp 19,9 juta.
Dia mengatakan aparat keamanan Arab Saudi sejak 2 Juni lalu sudah mulai memperketat pengamanan agar tidak ada jemaah tanpa visa haji yang dapat masuk ke Makkah, Madinah, Mina, Muzdalifah, dan Arafah. Jemaah yang diketahui tidak memiliki visa haji akan langsung ditangkap dan dedenda 10 ribu riyal atau sekitar Rp43,2 juta, dideportasi dam dilarang masuk ke Arab Saudi selama sepuluh tahun.
Sementara mereka yang mengkoordinir jemaah yang datang berhaji tanpa visa haji, diancam hukuman denda 50 ribu riyal atau Rp 216 juta, penjara enam bulan, dideportasi, dan dilarang masuk kembali selama sepuluh tahun.
KJRI Jeddah menekankan visa yang dapat digunakan untuk beribadah haji adalah visa bagi haji reguler dan khusus yang diterbitkan berdasarkan kuota yang telah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi. Selain itu adalah “haji mujammala” yang merupakan undangan dari Kedutaan Besar Arab Saudi kepada individu-individu tertentu di tanah air.
Yusron mengimbau kepada masyarakat Indonesia untuk memastikan jenis visa yang dimiliki sebelum berangkat ke Arab Saudi untuk berhaji. Dia juga meminta kepada masyarakat untuk tidak mudah tergiur tawaran haji dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Ketua Rabithah Haji Indonesia: Sanksi Tak Timbulkan Efek Jera
Menanggapi kejadian tersebut, Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin menjelaskan pihak yang pantas disalahkan dalam kasus penangkapan 37 jamaah haji karena tidak memiliki visa haji adalah semua pihak yang terkait, terutama jemaahnya sendiri yang tergiur iming-iming berangkat haji tahun ini padahal secara ilegal.
“Kedua, memang atrean yang panjang sehingga jemaah mencari solusi ingin berangkat lebih cepat. Ketiga adalah pemerintah kurang memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang boleh tidaknya orang berangkat haji dengan menggunakan visa di luar visa haji dan mujamalah,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, sanksi yang dijatuhkan ternyata tidak timbulkan efek jera. Oleh karena itu pemerintah, tambahnya, sedianya mengambil tindakan-tindakan pencegahan sehingga jemaah tidak selalu menjadi korban karena tergiur iming-iming pihak yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Ade, korban haji ilegal paling banyak berasal dari Jawa Timur dan Sulawesi. Ia tidak merinci provinsi di Pulau Sulawesi yang kerap berangkat haji lewat jalur belakang. Namun Ade menyarankan pemerintah untuk melakukan sosialisasi yang lebih masif dan gencar, setidaknya di kedua wilayah itu.
Agar kasus penangkapan dan deportasi jemaah haji illegal tidak terulang lagi di tahun-tahun mendatang, Ade juga meminta peningkatan pemeriksaan visa di maskapai dan bandar udara Indonesia.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah