Oleh Dahlan Iskan
SEJAK saya masih di Kansas, drg Irawan sudah wanti-wanti agar saya mampir Los Angeles. Lalu kembali bermalam di rumahnya. Bahkan sudah bertanya makanan halal apa saja yang saya inginkan.
Dalam perjalanan dari San Gabriel ke rumah drg Irawan lebih terasa lagi seperti sedang di Asia. Dari hotel hanya 20 menit ke rumahnya di Arcadia. Lewat wilayah-wilayah yang loh jinawi. Rumah-rumahnya besar. Bagus. Indah. Dengan lingkungan yang rapi. Bersih. Tertata. Hijau. Banyak bunga. Lebih banyak lagi pohon-pohon hias.
Pun rumah drg Irawan: besar, sangat besar. Halaman depannya luas. Pun halaman belakangnya: ada kebun buah dan kolam renang.
Saya sudah dua kali bermalam di rumah itu. Termasuk saat membawa istri, anak, menantu dan cucu. Kamarnya masih berlebih.
Ada yang baru: drg Irawan kini sudah bisa berbahasa Mandarin. Maka ia tidak perlu pakai bahasa Inggris lagi saat berkomunikasi dengan Janet dan suami.
“Saya malu dengan Pak Dahlan. Saya kursus. Mendatangkan guru Mandarin,” katanya.
Drg Irawan juga tampak lebih sehat. Badannya tidak gemuk lagi. Turun lebih 15 kg. Waktu turun drastis itu ia sempat kirim foto diri. Ia curhat. Menjadi kurus kelihatan sangat tua.
Saya pun membalas curhatnya itu: Anda harus ganti baju. Buang semua baju lama. Beli baju baru. Jangan lagi pakai XXL.
Kini ia tidak lagi kelihatan tua. Saya lihat sudah beda dengan foto yang dikirim. “Ini baju baru semua,” katanya.
Istrinya juga sangat sehat. Ia baru datang.
“Dari mana saja?” tanya saya.
“Biasa,” katanyi, “mengedarkan majalah ke toko-toko dan restoran”. Dia masih belum bisa Mandarin.
Kevin Herjono tiba belakangan. Rumah itu pun tambah ramai. Bicara saya kalah keras dengan Kevin.
Drg Irawan tinggal hanya berdua dengan istri di rumah besar itu. Anak-anaknya sudah berumah sendiri. Salah satunya sudah menikah. Bryan, seumur Kevin, masih jomblo.
Lahir di Amerika Bryan bisa berbahasa Indonesia. Ia juga dokter gigi. Hobinya luar biasa: berlayar.
Bryan baru saja pulang dari naik kapal layar dari Amerika ke Eropa. Hanya berempat. Mengarungi lautan Atlantik. Dalam 28 hari.
Minggu depan Bryan berangkat lagi: menyelam di lepas pantai Athena. Papa-mamanya geleng-geleng kepala. Khawatir tapi bangga.
Sang istri kini jadi koordinator tour. Setahun tur empat kali. Dua bulan lagi ke Sichuan, Xian, Xinjiang dan Kazakstan.
Kami pun makan siang bertuju: nasi goreng, ayam saus lemon, salad dan udang goreng.
Kevin pun mengajak kami ke kantornya di Burbank, Los Angeles. Ini kali pertama saya ke pusatnya Walt Disney. Diajak Kevin keliling gedung-gedungnya. Poster-poster film di mana-mana. Juga piala-piala Oscar yang pernah diraih. Lalu patung-patung tokoh pemeran film dan miniatur lakonnya. Juga pajangan berbagai senjata yang digunakan dalam film Star Wars dan sebangsanya.
Bangga juga ada anak Indonesia berkarir di lingkungan Walt Disney.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia