Bingung Tengah

Ilustrasi petunjuk arah ke dua arah. (Foto: Disway.id)

Oleh Dahlan Iskan

HASIL Pemilu 2024 kembali tidak memberikan gambaran yang kita inginkan: lahirnya satu partai tengah yang dominan.

Padahal orang seperti Anda pasti menginginkan negara kita maju tanpa meninggalkan demokrasi.

Yang kita bayangan dulu: dari pemilu ke pemilu pesertanya kian sedikit. Lalu muncullah dua-tiga saja partai besar.

Yang juga kita bayangkan: kian lama salah satu partai tengah menjadi kian besar, lalu dominan.

Semua itu tidak terjadi. Dari pemilu ke pemilu kita seperti jalan di tempat. Atau bahkan mundur.

Kita pernah punya partai tengah yang besar: Golkar. Bukan partai tapi partai. Di kanan Golkar ada PPP. Di kirinya ada PDI.

Tapi semua itu lantaran diatur. Bukan terbentuk lewat proses demokrasi.

Justru dari situ terbentuk citra bahwa partai nasionalis PDI ada di sayap kiri dan partai agama di sayap kanan.

Di masa demokrasi Golkar masih eksis. Juga masih bisa disebut partai tengah. Tapi tidak bisa membuktikan dirinya bisa menjadi partai tengah yang dominan.

Setelah itu kita juga pernah berharap Partai Demokrat bisa menjadi partai tengah yang dominan. Tengahnya berhasil tapi dominannya yang tidak.

Nasdem mungkin juga ingin menjadi partai tengah yang dominan, tapi statistik dari pemilu ke pemilu tidak memberikan gambaran bisa dominan.

Mungkinkah berharap pada PDI-Perjuangan? Agar partai itu lebih bergeser ke tengah? Lalu bisa jadi dominan?

Itu persoalan besar yang harus dihadapi PDI-Perjuangan. Orang seperti saya akan bersyukur kalau itu bisa terwujud. Modal 20 persen sekarang ini sudah sangat besar untuk bisa naik jadi 35 persen.

Jangan-jangan, kalau di awal periode kedua kepresidenannya kemarin Jokowi terpilih jadi Ketua Umum PDI-Perjuangan, bisa membuat partai itu menjadi partai tengah yang dominan. Tapi sama sekali tidak muncul wacana seperti itu saat itu.

Lalu, mungkinkah kita berharap pada PKB dan PKS? Agar kedua partai itu berubah menjadi partai tengah? Atau justru sebaliknya: ketika menjadi partai tengah justru kehilangan basis. Bukan saja gagal menjadi dominan, bahkan justru mengecil.

Yang juga punya potensi jadi partai tengah yang dominan adalah Gerindra. Tapi problem utamanya sama: figur ketua umumnya masih lebih dominan dari pada sistem kepartaiannya.

Maka untuk memiliki satu partai tengah yang dominan masih tetap dalam mimpi. Lima pemilu ke depan sekalipun.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia