Mahkamah Agung AS: Trump Punya Imunitas atas Tindakan Resmi saat Menjabat

Puluhan warga AS berunjuk rasa di luar Mahkamah Agung, 1 Juli 2024, di Washington Dc.

J5NEWSROOM.COM, Washington DC – Namun, pengadilan tertinggi di AS itu juga memutuskan bahwa Trump tidak memiliki kekebalan untuk tindakan tidak resmi. Mahkamah Agung menyerahkan kepada pengadilan yang lebih rendah untuk memutuskan dalam hal apa Trump dapat dituntut.

Keputusan yang diambil dengan suara 6 banding 3, pada hari terakhir masa kerja pengadilan saat ini, menjamin bahwa Trump tidak akan diadili dalam kasus itu sebelum pemungutan suara 5 November di mana ia menjadi calon presiden dari Partai Republik, yang akan menghadapi Presiden Joe Biden, calon dari Partai Demokrat yang mengalahkannya pada tahun 2020.

Trump telah membantah melakukan kesalahan apa pun terkait hasil pemilu 2020, tetapi telah sejak lama mengklaim bahwa ada ketidakberesan dalam pemungutan dan penghitungan suara yang telah membuatnya kalah.

Jika dia kalah dalam pemungutan suara November mendatang, Trump akan segera menghadapi persidangan dalam kasus yang terkait dengan pemilihan 2020. Tetapi jika dia menang, dia dapat mengarahkan jaksa agung – yang merupakan jaksa penuntut utama – untuk membatalkan kasus tersebut.

Keputusan Pertama soal Apakah Mantan Presiden Dapat Dituntut dalam Kasus Kriminal karena Tindakan Saat Menjabat

Ini merupakan keputusan pertama yang diambil sebuah pengadilan tertinggi di AS, untuk memutuskan apakah seorang mantan presiden dapat dituntut dalam kasus kriminal karena tindakan yang dilakukannya selama menjabat, atau apakah ia memiliki kekebalan dari gugatan hukum.

Landasan yurisprudensi AS menyatakan tidak ada seorang pun kebal hukum, bahwa setiap orang memiliki kebebasan yang sama, namun setiap orang juga dapat dituntut karena melanggar hukum.

Trump telah membuat klaim imunitas eksekutif yang luas, dengan mengatakan saat berupaya membatalkan kekalahannya dalam pemilu empat tahun lalu, ia bertindak secara resmi sebagai presiden guna menegakkan integritas hasil pemilu. Trump bersikeras ia hanya kalah karena kecurangan dan ketidakberesan pemilu.

Trump kalah dalam lima lusin kasus pengadilan di mana ia mengklaim telah dicurangi agar tidak terpilih kembali untuk masa jabatan empat tahun kedua, dan hingga hari ini ia masih sering membuat klaim palsu yang sama. Trump hanya pernah satu kali mengatakan telah kalah dalam pemilu tahun 2020.

Penasihat Khusus Depkeh AS Tuduh Trump Berencana Batalkan Hasil Pemilu

Dalam empat dakwaan yang diajukan di Washington DC hampir satu tahun lalu, Penasihat Khusus Departeman Kehakiman, Jack Smith, menuduh Trump berencana membatalkan hasil pemilu 2020 dan terlibat dalam konspirasi untuk membatalkan kekalahannya agar dapat tetap berkuasa.

Smith menuduh Trump berusaha membuat para pejabat Departemen Kehakiman membantu memvalidasi klaimnya bahwa kecurangan yang meluas telah membuatnya tidak memenangkan pemilu untuk masa jabatan kedua.

Dakwaan tersebut juga menuduh bahwa Trump dan para pembantu utamanya menekan anggota-anggota parlemen negara bagian untuk membuat daftar pemilih palsu yang mengatakan bahwa ia telah memenangkan negara-negara bagian di mana hasil penghitungan suara menguntungkan Biden.

Dakwaan itu menjelaskan bagaimana Trump menekan Wakil Presiden saat itu, Mike Pence, untuk memblokir atau menangguhkan sertifikasi kemenangan Biden ketika Kongres mempertimbangkan penghitungan suara akhir di gedung Kongres AS pada 6 Januari 2021.

Di Amerika, hasil pemilihan presiden tidak ditentukan oleh suara terbanyak, tetapi oleh suara di electoral college. Pada dasarnya, pemilihan nasional adalah pemungutan suara negara bagian per negara bagian di tiap-tiap 50 negara bagian. Negara bagian terpadat akan meraih electoral college terbanyak.

Trump Klaim Tindakannya untuk Jaga Integritas Pemilu

Dalam kasus ini Trump mengklaim bahwa Mahkamah Agung menganggap tindakan yang dilakukannya untuk tetap berkuasa bukanlah tindakan kriminal, melainkan untuk menjaga integritas pemilu; dan ia tidak dapat dituntut. Pengacara Trump mengklaim bahwa tindakannya tersebut merupakan “inti dari” tanggung jawab resmi Trump sebagai presiden.

Dalam satu contoh, para pengacaranya bahkan berargumen bahwa seorang presiden tidak dapat dituntut karena menggunakan militer untuk membunuh saingannya kecuali ia terlebih dahulu dimakzulkan dalam proses Kongres.

Keputusan pengadilan lainnya telah memutuskan bahwa presiden memiliki kekebalan terbatas dari tuntutan hukum perdata yang menentang tindakan yang telah mereka lakukan.

Keputusan MA akan Jadi Preseden untuk Semua Presiden

Namun kasus hari Senin ini adalah pertama kalinya pengadilan memutuskan kekebalan presiden karena berkaitan dengan dugaan tindakan kriminal oleh seorang presiden, dan dengan demikian dapat menjadi preseden bagi semua presiden di masa depan, bukan hanya Trump.

Ketika kasus ini bergulir pada awal tahun ini, dalam konferensi pers dan pawai politik Trump selalu menyatakan secara terbuka bahwa semua presiden AS harus memiliki kekebalan dari dakwaan kriminal setelah mereka tidak lagi menjabat, karena jika tidak, saingan politiknya yang baru saja berkuasa di Gedung Putih akan segera berusaha mendakwa lawan-lawannya yang lama.

Empat Dakwaan terhadap Trump

Trump telah divonis bersalah atas 34 dakwaan kejahatan di pengadilan negara bagian New York pada akhir Mei lalu. Dalam putusan itu dewan juri menyatakan Trump bersalah memalsukan catatan bisnis untuk menyembunyikan pembayaran uang tutup mulut sebesar US$130.000 dolar AS kepada seorang bintang film porno sebelum kampanye pemilihannya yang sukses pada tahun 2016. Uang tutup mulut itu dimaksudkan untuk membungkam klaim bintang porno tersebut – yang dibantah oleh Trump – bahwa mereka pernah melakukan kencan semalam dengan Trump pada tahun 2006.

Trump akan dijatuhi hukuman pada tanggal 11 Juli ini dan dapat menjalani masa percobaan atau dipenjara hingga empat tahun.

Selain kasus campur tangan dalam pemilu di Washington, Trump juga menghadapi dua dakwaan kriminal lainnya. Satu dakwaan bahwa ia mencampuri hasil pemilu 2020 di negara bagian Georgia, di mana ia kalah tipis dari Biden. Dakwaan lainnya menuduhnya menimbun dokumen-dokumen keamanan nasional di tempat peristirahatannya di tepi pantai Mar-a-Lago dan tidak menyerahkannya ke Arsip Nasional seperti yang diwajibkan saat ia meninggalkan jabatannya pada awal tahun 2021.

Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah