J5NEWSROOM.COM, Suara-suara minta tolong dari puluhan orang dalam dua video yang viral di Indonesia telah menarik perhatian Kementerian Luar Negeri. Para individu tersebut diketahui sebagai warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Mereka mengaku telah disekap dan disiksa di Myawaddy, Myanmar.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon dan memperkirakan bahwa puluhan WNI tersebut berada di Hpa Lu, sebuah daerah terpencil di Myawaddy, Myanmar. Daerah tersebut saat ini dikuasai oleh kelompok pemberontak dan merupakan lokasi konflik bersenjata.
KBRI Yangon telah menjalin komunikasi dengan pihak berwenang Myanmar, termasuk jejaring di Myawaddy. Mereka juga telah berhasil menghubungi sebagian dari WNI tersebut. Judha menjelaskan bahwa terdapat berbagai cerita dari para korban yang tidak berasal dari kelompok yang sama dan tidak tiba di Myanmar secara bersamaan. Beberapa di antaranya mengaku telah ditipu, sementara ada yang sudah berada di sana selama tiga tahun.
Menurut Judha, mereka awalnya diiming-imingi pekerjaan dan kemudian terlibat dalam penipuan. KBRI Yangon mencatat ada 63 warga Indonesia di Myawaddy, dengan 38 di antaranya berada di Paluh. Mayoritas dari mereka berusia antara 20-30 tahun dan berasal dari Sumatera Utara, Bali, serta Jawa Timur.
Judha menjelaskan bahwa modus penipuan yang umum adalah menawarkan pekerjaan, sering kali di Thailand, namun akhirnya membawa korban ke Myanmar. Penyelamatan dan evakuasi mungkin memerlukan waktu karena Myawaddy merupakan wilayah konflik bersenjata.
Sejak 2020, Kementerian Luar Negeri telah menangani 3.703 kasus penipuan online dan memulangkan para korban ke Indonesia, namun kasus serupa masih sering terjadi. Judha menekankan pentingnya pencegahan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tawaran pekerjaan luar negeri yang tidak disertai kualifikasi resmi dan kontrak kerja. Ia juga menyerukan kampanye untuk mendorong masyarakat memverifikasi setiap tawaran kepada pihak berwenang terlebih dahulu.
Koordinator Advokasi Kebijakan Migrant Care, Siti Badriyah, mengkritik lemahnya pengawasan pemerintah sebagai penyebab berulangnya kasus penipuan online. Ia menilai tidak ada tindakan yang cukup terhadap kasus yang terungkap dan mengusulkan agar Kominfo menutup akun-akun media sosial yang mempromosikan lowongan kerja penipuan.
Badriyah menambahkan bahwa minimnya lapangan pekerjaan di Indonesia membuat banyak tenaga kerja terdidik dan melek teknologi lebih mudah tergoda tawaran pekerjaan di luar negeri. Ia siap bekerjasama untuk mengkampanyekan bahaya penipuan online ke seluruh Indonesia dan mendesak sanksi berat terhadap pelaku serta pemblokiran situs media sosial yang mempromosikan pekerjaan palsu seperti yang terjadi di Myawaddy.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah