J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Dua prajurit Indonesia yang tergabung dalam Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Lebanon, UNIFIL, mengalami luka ringan akibat tembakan dari Israel ke markas mereka pada Kamis malam (10/10).
Ini adalah insiden pertama yang menimpa anggota pasukan penjaga perdamaian PBB sejak konflik Israel-Lebanon pecah bulan lalu. Konflik ini dimulai setelah saling serang di perbatasan selatan kedua negara, menyusul perang antara Israel dan Hamas di Gaza.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, yang sedang menghadiri KTT ASEAN di Vientiane, Laos, segera memberikan pernyataan virtual pada Jumat pagi (11/10) setelah mendengar berita tentang penembakan tersebut.
Sebelum memberikan pernyataan kepada pers, Retno telah menghubungi Komandan Kontingen Garuda Kolonel Ghfar untuk mengkonfirmasi laporan tersebut. Kedua tentara Indonesia kini masih dirawat di rumah sakit.
“Indonesia sangat mengutuk serangan tersebut. Serangan terhadap personel dan aset PBB adalah pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional dan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1701. Kami meminta semua pihak untuk menghormati wilayah PBB dalam setiap keadaan,” tegas Retno.
Indonesia Sampaikan Pernyataan ke Dewan Keamanan PBB
Untuk menyampaikan pernyataan ini kepada Dewan Keamanan PBB, Retno juga berkomunikasi langsung dengan Kuasa Usaha Misi Permanen Indonesia di PBB, Hari Prabowo. DK PBB, atas permintaan Prancis, akan mengadakan pertemuan khusus untuk membahas situasi di Timur Tengah pada Jumat (11/10).
Dalam pernyataan yang disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB, terdapat kutipan yang menyatakan, “Serangan sembarangan oleh Pasukan Pertahanan Israel terhadap UNIFIL – yang melukai dua pasukan penjaga perdamaian kami – menunjukkan bahwa Israel berada di atas hukum internasional dan nilai-nilai perdamaian kita.”
Hari Prabowo juga menegaskan pernyataan Retno, dengan menyatakan, “Kami sangat mengutuk pelanggaran ini.”
Diplomat Indonesia di PBB juga menyoroti kekhawatiran mereka terkait kurangnya kompas moral Israel.
Indonesia mengecam keras serangan Israel ini sebagai pelanggaran terhadap Piagam PBB dan Resolusi DK PBB 1701. Retno merujuk pada laporan Sekjen PBB Antonio Guterres yang menunjukkan bahwa sejak 21 Februari hingga 20 Juni 2024, IDF telah melakukan 1.551 pelanggaran udara, meningkat 110 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Berlanjutnya pelanggaran Israel terhadap hukum internasional tanpa konsekuensi serius adalah masalah yang memprihatinkan dan merusak kredibilitas hukum internasional serta Dewan Keamanan,” tambah pernyataan Kuasa Usaha Misi Permanen Indonesia di PBB.
Dalam wawancara dengan VOA pada pertengahan September, Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Beirut Yosi Aprizal menyatakan bahwa ada sekitar 1.200 tentara Indonesia yang tergabung dalam UNIFIL, dan saat ini masih bertugas di zona penyangga antara Israel dan Lebanon.
KBRI Evakuasi WNI Secara Bertahap
Dalam perkembangan lain, mengingat situasi yang semakin memburuk di Lebanon, terutama di selatan, pemerintah Indonesia melalui KBRI di Beirut telah memulai evakuasi warga negara Indonesia (WNI) secara bertahap. Hingga laporan ini ditulis, sedikitnya 60 WNI telah dievakuasi dalam lima tahap.
Tahap pertama pada 10 Agustus lalu mengangkut 13 WNI pulang ke Tanah Air. Selanjutnya, tujuh orang dievakuasi pada 18 Agustus dan lima orang pada 28 Agustus, ketiga evakuasi tersebut dilakukan melalui udara.
Tahap keempat dan kelima dilakukan lewat darat, melalui rute Beirut-Damaskus-Amman, kemudian terbang ke Jakarta. Gelombang keempat berangkat dari Beirut pada 2 Oktober dengan 20 WNI. Sementara evakuasi kelima pada 3 Oktober memulangkan 20 WNI dan satu warga asing yang menikah dengan warga Indonesia.
Keempat puluh WNI dan satu WNA tersebut telah tiba di Tanah Air pada Senin (7/10). Gelombang evakuasi keenam terbang dari Beirut pada 9 Oktober dan tiba di Jakarta pada 10 Oktober.
Secara keseluruhan, 79 dari 85 WNI di Lebanon yang bersedia dievakuasi telah diterbangkan ke Tanah Air.
Pelanggaran Berat
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menilai serangan Israel terhadap UNIFIL, yang melukai dua tentara Indonesia, merupakan pelanggaran berat.
“Apapun alasannya, ini tidak bisa dibiarkan karena posisi dan status UNIFIL sangat jelas. Tugas mereka adalah menjaga perdamaian di perbatasan Lebanon-Israel. Saat terjadi eskalasi, pihak yang bertikai harus menghormati posisi penjaga perdamaian dan tidak menjadikannya sasaran,” ujarnya.
Yon menekankan bahwa Indonesia seharusnya menyampaikan protes keras kepada Dewan Keamanan PBB mengenai insiden ini dan mendorong langkah-langkah untuk menghentikan invasi Israel ke Lebanon.
Ia juga menyarankan Indonesia berkomunikasi intensif dengan Sekjen PBB Antonio Guterres agar serangan yang melukai dua tentara Indonesia di selatan Lebanon dapat menjadi perhatian resmi Guterres. Selain itu, PBB perlu mendesak Israel untuk mundur dari Lebanon, serta meminta negara-negara sekutu Israel untuk menahan diri dari invasi lebih lanjut.
Melihat sikap Israel yang tidak menghormati hukum internasional, Yon menyatakan pentingnya kolaborasi tindakan di kalangan masyarakat internasional. Dewan Keamanan PBB dan negara-negara besar lainnya seharusnya mempelopori agar Israel menghentikan serangannya di Lebanon.
UNIFIL Memastikan akan Tetap Berada di Lebanon
UNIFIL adalah Pasukan Sementara PBB di Lebanon, yang dibentuk pada 1978 untuk membantu penarikan pasukan Israel dari Lebanon Selatan. Misi UNIFIL adalah mendukung pemerintah Lebanon dalam memulihkan kekuasaan dan keamanan nasional.
Pasukan penjaga perdamaian UNIFIL juga bertugas memastikan area operasi mereka bebas dari aktivitas permusuhan dan melindungi pekerja kemanusiaan serta warga sipil yang menghadapi ancaman kekerasan. UNIFIL memiliki sekitar 10.500 pasukan dari 50 negara, termasuk Indonesia.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah