J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Pekan depan, Mahkamah Agung (MA) akan menggelar pemilihan Ketua Mahkamah Agung (KMA) yang baru, menggantikan Prof. Dr. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H., yang akan memasuki masa purna tugas pada 17 Oktober 2024. Pemilihan ini akan dilakukan dalam Sidang Paripurna Khusus MA pada 15-16 Oktober 2024.
Beberapa nama hakim agung disebut-sebut layak mencalonkan diri sebagai KMA, termasuk Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Dr. Sunarto, S.H., M.H., Wakil Ketua MA Non-Yudisial Suharto, S.H., M.Hum., Hakim Agung Dr. Yulius, S.H., M.H., Hakim Agung Prof. Dr. Haswandi, S.H., S.E., M.Hum., M.M., dan Ketua Kamar Pidana Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H. Pemilihan KMA dan Wakil KMA dilakukan oleh para hakim agung yang berjumlah sekitar 46-50 orang.
Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI), Dr. TM Luthfi Yazid, S.H., LL.M., menekankan pentingnya pemilihan KMA ini bagi keberlangsungan sistem hukum Indonesia. Menurutnya, meski pemilihan KMA dilakukan secara rutin setiap lima tahun, proses ini harus berjalan tanpa intervensi dari pihak manapun, termasuk kekuasaan politik.
“Pemilihan KMA harus murni tanpa intervensi, agar Mahkamah Agung dapat tetap berfungsi secara independen dalam menjalankan tugas dan menjaga keadilan,” kata Luthfi Yazid.
Luthfi Yazid juga menegaskan pentingnya prinsip check and balances di antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. “Dengan terpilihnya Presiden RI, anggota DPR, dan pimpinan MA, ketiga lembaga tersebut harus dapat menjalankan tugasnya secara maksimal, sesuai dengan amanat UUD 1945,” jelasnya.
Menurut Luthfi, seorang hakim, dalam memutuskan perkara, harus bebas dari pengaruh atau intervensi pihak manapun, agar dapat menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 48 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman, yang menegaskan pentingnya negara menjamin kesejahteraan dan keamanan para hakim.
Kriteria Ketua Mahkamah Agung yang Diharapkan
DePA-RI menggarisbawahi pentingnya pemilihan KMA yang memenuhi beberapa kriteria. Pertama, integritas calon harus terbukti melalui rekam jejak yang bersih dari masalah hukum. Kedua, calon KMA harus memiliki kapabilitas dan kepemimpinan yang kuat. Ketiga, kemampuan berpikir hukum yang mendalam sangat diperlukan, mengingat KMA bertanggung jawab untuk meninjau dan memperbaiki putusan di tingkat bawah.
Selain itu, KMA yang baru diharapkan dapat menjadi teladan bagi hakim-hakim lain, baik dalam hal profesionalisme maupun moral. Luthfi juga menekankan pentingnya seorang KMA yang mengayomi seluruh insan peradilan dan mampu menjamin bahwa lembaga peradilan di Indonesia menjadi tempat yang memberikan harapan bagi para pencari keadilan.
Ketua Mahkamah Agung juga harus memiliki kearifan yang tinggi, atau wisdom, agar dapat menjalankan tugasnya tanpa kepentingan apapun selain menegakkan kebenaran dan keadilan. “Pada akhirnya, keputusan yang dibuat oleh seorang hakim harus berkualitas dan berpihak pada kebenaran serta keadilan,” tegas Luthfi.
DePA-RI juga menyoroti stagnasi Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index) Indonesia sejak tahun 2023. Faktor-faktor seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran etika institusi hukum, dan proses legislasi yang kurang melibatkan partisipasi publik menjadi penyebab utama stagnasi tersebut. Oleh karena itu, diharapkan KMA yang baru dapat membawa perubahan positif bagi sistem hukum di Indonesia.
“DePA-RI mendukung siapa pun yang terpilih, asalkan proses pemilihan berjalan demokratis, damai, dan sesuai dengan nurani para hakim agung yang memilih. Semoga Mahkamah Agung bisa terus menjadi rumah keadilan bagi semua pihak,” tutup Luthfi Yazid.
Editor: Agung