Catatan Cak AT – Ahmadie Thaha
YA, itulah sebutan yang diberikan Majalah TIME edisi terbaru kepada Prabowo Subianto. Siapa yang bisa membayangkan perjalanan seorang mantan jenderal berpangkat tinggi di rezim Suharto yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia, kini beralih menjadi pemimpin yang disambut dengan antusiasme layaknya seorang pop star di era TikTok?
Tidak, ini bukan lelucon. Majalah TIME edisi 14 Oktober 2024 menyuguhkan kisah yang bisa membuat kita tersenyum. Di bawah kepemimpinan Prabowo, menurut Charlie Campbell di majalah itu, Indonesia tampaknya berada di ambang perubahan besar, atau setidaknya perubahan gaya.
Mari kita mulai dengan adegan ala film aksi Hollywood di mana sang presiden terpilih, yang juga Menteri Pertahanan, menaiki perahu hitam bak agen rahasia menuju salah satu kawasan kumuh Jakarta. Apakah misi kali ini menangkap teroris? Tidak, kali ini musuhnya lebih sederhana: bau busuk dan kemelaratan.
Dan seperti pahlawan film, Prabowo melangkah ke darat, disambut bak selebriti, dengan orang-orang mengelu-elukan namanya. Adegan ini tentu menawan, tapi apakah ini cerminan dari kepemimpinan yang nyata atau hanya episode reality show dengan naskah yang sudah disiapkan?
Namun, kita tidak boleh melupakan fakta bahwa pria berusia 72 tahun ini memenangkan lebih dari 58% suara dalam pemilu Februari 2024, mengamankan mandat besar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Angka 96 juta suara, lebih banyak dari populasi sejumlah negara, membuatnya tercatat dalam sejarah politik global.
Namun, di balik sorak sorai dan gemerlap kampanye dalam Pemilu yang menimbulkan hiruk-pikuk tak habis-habisnya, muncul pertanyaan penting: apakah ia akan membawa Indonesia menuju masa depan cerah atau kembali ke masa kelam yang penuh dengan isu HAM?
Sekarang, ini bagian yang paling menarik dari transformasi Prabowo, sebagaimana paparan TIME. Setelah dua kali gagal menjadi presiden, siapa yang menyangka bahwa strategi terbarunya untuk menjadi gemoy (ya, kata itu digunakan dalam artikel TIME) akan begitu efektif? Prabowo, yang dulu dituduh sebagai “jenderal pembantai”, kini mengubah citranya menjadi kakek yang menggemaskan, lengkap dengan tarian lucu yang viral di media sosial.
Bayangkan, seorang mantan jenderal Kopassus yang tangguh, sekarang digemari generasi Z yang mungkin tidak tahu apa-apa tentang masa lalunya yang kontroversial. Semasa Pilpres, baliho-baliho gemoynya berjejer di jalan-jalan di seanter negeri.
Apakah ini taktik politik yang jenius atau hanya upaya untuk menutupi sejarah kelam? Banyak aktivis HAM yang mengernyitkan dahi, khawatir akan kebangkitan otoritarianisme di bawah “kemasan baru” ini.
Mereka khawatir bahwa Prabowo, meskipun tampak bersahabat, bisa saja membawa militer kembali ke posisi berbahaya dalam politik Indonesia. Namun, bagi para pemilih muda yang terpikat oleh video dansa gemoynya, hal ini mungkin sekadar kenangan di masa lalu yang tak relevan.
Jangan salah paham, Prabowo bukan sekadar sosok militer keras kepala. Ia dikenal sebagai penggemar sejarah, bercengkerama tentang perang Napoleon dan membaca biografi Catherine de’ Medici. Makanya, tak heran jika ia senang bergaul dengan para intelektual dan budayawan seperti Fadli Zon.
Bahkan, ia juga sangat peduli pada kesehatan, dengan kebiasaan berenang setiap pagi sambil mendengarkan musik militer (tentu saja) di bawah air. Ia memang tampak berjalan sedikit terseok, tapi percayalah, konon itu terjadi karena kecelakaan saat dulu menjalankan tugas militer.
Dan, tunggu dulu, jangan coba-coba merokok di dekatnya! Prabowo begitu membenci rokok hingga ia berani menegur tamu asing yang berani merokok di hadapannya. Di negara di mana tiga perempat pria adalah perokok, ini jelas sikap yang menarik.
Lebih jauh lagi, Prabowo juga terobsesi dengan IQ dan pendidikan. Bayangkan, ia dengan santai membandingkan skor IQ Einstein dan Napoleon. Dan meskipun “hanya” memiliki IQ 105, ia bangga dikelilingi oleh orang-orang dengan IQ 130-140. Sebuah langkah cerdas, tentu saja, jika Anda lebih suka bekerja dengan otak-otak yang lebih tajam daripada harus berpikir terlalu keras sendiri.
Di bawah Prabowo, sebut TIME, Indonesia tampaknya bersiap untuk memainkan peran penting di panggung internasional. Dengan sumber daya mineral yang melimpah, Indonesia menjadi rebutan antara AS dan China. Namun, Prabowo, dengan gaya diplomasi serba bisa, tampaknya siap menggoyang keduanya.
Kunjungan pertamanya setelah pemilu adalah ke Beijing untuk bertemu Xi Jinping, diikuti dengan pertemuan akrab dengan Vladimir Putin di Moskow. Pesan yang disampaikan jelas: Indonesia adalah pemain global yang harus diperhitungkan, dan Prabowo siap untuk bermain di kedua sisi.
Namun, di balik senyum dan retorika diplomasi, terselip peringatan keras bagi negara-negara Barat: “Kami tidak benar-benar membutuhkan Eropa lagi,” ujarnya. Lantas, bagaimana sikapnya dengan Amerika yang selalu pro-Israel?
Di tengah krisis Gaza, dukungan AS untuk Israel menjadi bahan bakar yang mudah menyulut sentimen di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Di sisi lain, serangan kapal China di perairan Indonesia juga membuat hubungan ini sulit untuk dijaga tetap hangat.
Prabowo adalah figur yang rumit, kata TIME. Di satu sisi, ia ingin dikenal sebagai pemimpin yang peduli pada rakyatnya, siap bekerja keras untuk membangun rumah murah dan memberikan makan gratis di sekolah-sekolah. Di sisi lain, semoga saja ia bisa melepaskan bayang-bayang masa lalunya, baik sebagai menantu Suharto maupun sebagai jenderal yang dituduh melakukan pelanggaran HAM.
Kepemimpinan Prabowo mungkin bisa dilihat sebagai campuran antara visi modern dan tradisi lama. Sementara ia membawa ide-ide besar untuk Indonesia raya, seperti rencana ambisius menjadikan negara ini eksportir pangan dalam lima tahun, masih ada pertanyaan besar tentang bagaimana ia akan menyeimbangkan impian modernnya dengan realitas politik dan militer yang lebih keras.
Apakah Prabowo akan menjadi “gemoy grandpa” yang akan membawa Indonesia ke puncak kejayaan, ataukah ia akan menjadi simbol dari kembalinya kekuasaan militer yang mengekang? Hanya waktu yang akan menjawab.
Satu hal yang pasti, di bawah kepemimpinannya, Indonesia akan menjadi panggung besar dengan Prabowo sebagai bintangnya —dan kita semua akan duduk di kursi penonton, menunggu untuk melihat bagaimana ceritanya berkembang lima tahun ke depan.*
Jakarta, 15.10.2024
Penulis adalah Pendiri Republika Online 1995