Ikan PrimaLand

Rendra Masdrajad Safaat. (Foto: Disway.id)

Oleh Dahlan Iskan

WAKTU saya menuju ke toilet di kantor pusat TikTok di Shenzhen terlihat ada orang yang lagi salat. Lagi rukuk dan sujud. Di lantai gedung yang mengilap.

Dilihat dari bajunya ia pasti anggota rombongan kami. Saya tidak sulit mengenalnya: Rendra Masdrajad Safaat. Ia satu-satunya yang berjenggot di bawah senyumnya yang selalu mengembang.

Ini kali keempat Rendra ke Tiongkok. Usianya masih 42 tahun. Bisnisnya real estate bersyariah. Di Malang. Nama perusahaannya: PT PrimaLand.

Nama PrimaLand dipilih untuk mengenang masa-masa miskin: Rendra pernah bekerja sebagai penjaga warnet. Nama warnetnya: PrimaNet.

Itulah pekerjaan pertamanya setelah lulus dari STM milik Telkom di Malang. Ia tidak mau pulang ke Bondowoso. Ia harus bekerja.

Ia tidak tega ibunya terus mengirim uang Rp 300.000 tiap bulan. Sang ibu, guru SD di Bondowoso, masih harus menghidupi banyak anak: dirinya dan beberapa anak dari suaminyi yang belakangan.

Gajinya sebagai penjaga warnet Rp 350.000/bulan. Sedikit lebih banyak dari kiriman sang ibu. Agar cukup untuk hidup ia ambil kos di belakang warnet. Di situ banyak juga karyawan toko Ramayana yang kos.

Sebagai lulusan STM jurusan informatika ia bisa membuat program. Sebagai penjaga warnet, Rendra tahu ada yang menggunakan internet untuk trading forex. Juga untuk multilevel marketing (MLM).

Rendra pun terjun ke MLM. Ia mulai punya uang. Sedikit. Bisa mencicil beli rumah. Lalu jadi agen trading forex. Uangnya tambah banyak.

Salah satu karyawan Ramayana ada yang bernama Mira Susaudah. Ia kawini gadis Malang itu.

Di jasa trading forex itulah ia mulai bisa memupuk modal. Beli tanah. Beli lagi. Tanah lagi. Sebagian yang lain untuk mengembangkan usaha kuliner. Gagal. Usaha rekreasi gagal.

Meski uangnya mulai banyak Rendra merasa hidupnya tidak tenang. Ia selalu dalam keraguan: apakah hasil usaha forexnya itu sepenuhnya halal.

Usaha Rendra itu berkembang karena ia bisa melayani transaksi kecil-kecil. Seratus dolar pun bisa. Banyak yang masuk. Apalagi promosi perusahaan forex itu sangat keras. Sampai pasang logo di kaus klub sepak bola Liga Inggris Fulham dan Aston Villa. Juga di tim Formula One.

“Sering dalam satu bulan bisa dapat hasil Rp 1 miliar,” ujar Rendra tadi malam.

Saya memang ngobrol dengan Rendra saat di bus dalam perjalanan dari kantor pusat mobil listrik BYD di luar kota Shenzhen ke Guangzhou. Tiga jam kami dalam bus bersama 38 anggota rombongan lainnya.

Keraguan akan hasil usahanya itu berakhir saat seorang teman ke rumahnya. Si teman “menyadarkan” dirinya. Si teman adalah aktivis kelompok MTR –Masyarakat Tanpa Riba.

Rendra pun banting setir. Ia meninggalkan bisnis forex yang sulit dibedakan dengan judi online. Ia melakukan apa yang disebut “hijrah”. Berpindah menuju jalan hidup yang “bersih”.

Tidak sulit. Ia sudah punya modal. Tabungan tanahnya cukup untuk mulai berusaha baru. Ia dirikan real estate. Yakni real estate syariah.

Dua komplek perumahannya diberi nama dua pahlawan dalam hidupnya: Mira Residence dan Dinah Residence. Mira nama istrinya. Dinah nama ibunya.

Saat “hijrah” itulah ia berdoa: semoga usaha barunya dapat hasil lebih banyak dari sebelum hijrah.

Doa itu terkabul. Kalau pun tidak hijrah belum tentu tetap sukses. Jasa forex seperti itu kian lama kian turun.

Rendra orang yang teguh. Termasuk dalam bisnis. Perumahannya terbaik di dunia perumahan syariah. Janji lebar jalan, fasilitas umum dan lingkungan yang baik ia penuhi. Ia bangun masjid di situ. Pondok. Tempat berkuda.

“Anda lantas jadi aktivis MTR?” tanya saya.

“Tidak,” jawabnya.

“Kenapa?”

“Saya buat lembaga sendiri. Namanya KTR –komunitas tanpa riba”, katanya. Lingkupnya hanya Malang. Anggotanya sekitar 200 orang.

Tahun lalu Rendra kedatangan tamu: pengurus Partai Keadilan Sejahtera, PKS. Ia diminta jadi caleg PKS untuk DPRD kota Malang. Dapilnya Lowokwaru.

Waktu minta izin ibunya, sang ibu mengizinkan. Waktu minta izin istrinya, sang istri menolak: takut Rendra masuk penjara.

Di kota Malang memang pernah terjadi: semua anggota DPRD-nya masuk penjara. Kecuali satu orang.

Rendra punya jalan keluar. Semua aset dialihkan atas nama istri. Kalau kelak bernasib seperti anggota DPRD yang lalu itu asetnya aman. Toh aset itu didapat sebelum jadi anggota DPRD.

Kini Rendra anggota DPRD. Ia bertekad tidak akan korupsi. Usahanya sudah cukup besar. Gajinya sebagai anggota DPRD akan dihabiskan untuk melayani banyaknya proposal dari dapilnya. Ternyata proposal permintaan dana seperti itu banyak sekali.

“Sudah berapa lama memelihara jenggot seperti ini? Sejak masuk PKS?”

“Bukan. Sejak jauh sebelum masuk PKS. Sejak hijrah tahun 2013”.

Selama kunjungan di Tiongkok ini ia selalu pilih-pilih kalau makan. Dari begitu banyak pilihan ia selalu hanya mengambil ikan dan udang.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia