Oleh Shamsi Ali Al-Kajangi
DUNIA bisa sedikit legah. Minggu lalu telah terjadi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah. Tentu menjadi harapan semua pihak hendaknya peperangan yang cenderung melebar di Timur Tengah itu segera dihentikan. Sudah terlalu banyak korban nyawa maupun kerusakan infrastruktur yang belum tentu bisa dibangun kembali dalam kurun waktu yang singkat.
Namun demikian, perlu terus diingat dan disadari bahwa pembantaian dan pembunuhan, baik secara langsung dengan pemboman maupun tidak langsung dengan menahan bantuan kemanusiaan, di Palestina khususnya Gaza terus berlanjut. Jangan sampai gencatan senjata ini menjadi justifikasi untuk berhenti melakukan tekanan politik dan ekonomi kepada pihak-pihak yang tangannya berlumuran darah; Israel, Amerika dan Barat secara umum.
Sebenarnya saya harus terus mengatakan bahwa dunia Islam juga, khususnya negara-negara di Timur Tengah, tidak lepas dari dosa-dosa yang entah bagaimana menghapusnya. Kekejaman Israel dan keterbukaan Amerika dan sekutunya yang seolah tanpa beban membantu penjajah zionis itu bisa terjadi karena dunia Islam hanya mampu mengutuk di ruang-ruang sidang dan pertemuan-pertemuan tingkat tinggi. Pertemuan-pertemuan yang seringkali hanya menjadi ajang pertandingan pidato dan kutukan. Lalu seolah semua telah menjadi pahlawan-pahlawan pembela Palestina.
Bahkan yang paling menyedihkan seringkali statemen-statemen yang disampaikan di ruang publik sangat berbeda dengan apa yang terjadi di balik pintu-pintu diplomasi. Statemen-statemen di ruang publik tidak lebih sebagai hiburan (bagaikan sogokan) kepada masyarakat luas yang masih punya perhatian dengan penderitaan Saudara-Saudaranya. Di balik pintu-pintu diplomasi seringkali yang terjadi adalah pendekatan-pendekatan pragmatis. Biasanya atas nama kepentingan nasional dan keamanan regional. Yang sesungguhnya bagi sebagian adalah demi kelangsungan kepentingan kekuasaan.
Sesungguhnya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah mengekspos beberapa fakta yang harus kita ketahui. Selama ini seolah yang berperang adalah Israel dan Hizbullah. Tapi sejatinya di balik dari dua kubu itu ada kekuatan kekuatan global yang punya kepentingan besar. Sebenarnya kepentingan Israel hanya satu. Semua yang dianggap ancaman di Timur Tengah harus dilenyapkan. Minimal harus dilemahkan. Dan Hizbullah adalah ancaman besar bagi Israel sejak lama.
Namun di balik dari dua kubu yang terlibat langsung itu ada kekuatan-kekuatan global yang tidak pernah puas dengan segala kerusakan yang telah mereka lakukan dalam beberapa dekade terakhir. Siapa lagi kalau bukan kekuatan NATO di bawah komando Amerika dan kekuatan Rusia yang juga sedang membangun Koalisi besar. Salah satunya melalui BRICS.
Kedua kubu besar dunia global ini saling berusaha mendominasi dunia, baik secara politik, ekonomi dan militer. China masuk dalam arena perebutan dominasi ini. Walaupun China bermain lebih cantik dan lebih kepada ambisi dominasi ekonomi dunia. Walaupun tanpa disadari dengan ekonomilah kelak politik bahkan militer dunia dapat ditundukkan. China mampu membuktikan itu di mayoritas negara-negara Asia Afrika, bahkan di negara-negara Latin dan Amerika Selatan.
Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah di Libanon dicurigai terjadi karena beberapa hal. Tapi yang pasti bukan karena Israel murni ingin berdamai dengan Hizbullah. Apalagi di bawah kepemimpinan seorang politisi radikal Benjamin, Israel jika saja memungkinkan bahkan ingin lebih memperluas konflik di Timur Tengah. Tujuannya satu, melemahkan semua pihak-pihak yang dianggap ancaman bagi negara zionis itu. Bahkan lebih jauh dengan dorongan keyakinan zionis, beberapa negara termasuk Mesir, Jordan, Suriah bahkan hingga Saudi Arabia merupakan bagian dari daerah-daerah yang harus dikuasai oleh Israel.
Gencatan senjata ini juga mengekspos fakta bahwa Israel sesungguhnya tanpa dukungan Amerika tidak akan berani dan mampu melanjutkan peperangan itu. Hal ini semakin memperkuat asumsi (fakta) yang selama ini banyak disebut bahwa sesungguhnya Amerika mampu menghentikan genosida Israel di Gaza. Tapi Amerika tidak melakukan itu karena bagaimanapun Gaza tidak dianggap bagian dari sebuah negara besar di Timur Tengah (Iran). Berbeda dengan Hizbullah yang dengan terbuka memang dikenal sebagai bagian dari kekuasaan regional Iran, baik secara politik maupun ideologi keagamaan (syiah).
Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Iran adalah kekuatan yang masih diperhitungkan oleh dunia global, termasuk Amerika. Fakta ini menjadikan beberapa negara di Timur Tengah menjadi cukup ketakutan. Selain Israel, Saudi Arabia, Uni Emirate, Mesir dan beberapa negara lainnya menjadi sangat khawatir dengan kekuatan dan dominasi Iran di Timur Tengah. Apalagi Irak dan Suriah semakin terbuka menjadi bagian dari Koalisi Iran di Timur Tengah.
Di sinilah kemudian Rusia dengan sangat lihai memainkan peranan globalnya. Iran mampu merangkul dua kubu yang merasa saling terancam; Saudi dan Iran. Saudi menjadi bagian dari BRICS. Sementara Iran walaupun bukan bagian dari kubu BRICS tapi dalam sejarahnya selalu dekat dengan Rusia. Sehingga Rusia jelas mampu menyatukan pihak-pihak yang berseberangan (Iran) maupun yang dianggap dekat dengan Amerika (Saudi Arabia).
Kini dengan terpilihnya Donald Trump Rusia akan semakin berada di atas angin. Donald Trump memang dikenal dekat dengan Putin. Dan yang lebih penting Donald Trump memiliki mindset keuangan dalam kepemimpinan. Sehingga untuk ikut terlibat dalam kancah peperangan-peperangan global itu dia akan berpikir dua kali. Maka minimal dalam beberapa tahun ke depan Rusia akan banyak mengendalikan dunia, khususnya Timur Tengah. Dan China akan terus menggandeng untuk ambisi ekonomi globalnya.
Yang akan menangis dalam beberapa tahun kedepan ini, minimal 4 tahun, adalah Ukraine. Trump tidak akan tertarik membantu negara itu melawan Rusia. Sementara Israel masih bisa tersenyum. Karena kemungkinan Trump tidak membantu secara militer. Tapi akan terus Israel membantu melalui tekanan diplomasi dan/atau sogokan ekonomi (untuk negara-negara Arab/Muslim) untuk semakin memperluas pendudukan di tanah-tanah yang diakui Zionis Israel.
Sementara dunia Islam jika tidak sadar, akan tetap tersenyum asam menjadi penonton melihat pergerakan dunia yang semakin ganas. Dunia Islam akan tetap hebat di ruang-ruang summit dengan pidato-pidato hebat dan kutukan. Tapi semua itu masih bagian dari NATO (no action talk only). Wuiih!
Jamaica Hills, 30 Nopember 2024
Penulis adalah Presiden Nusantara Foundation/Direktur Jamaica Muslim Center. Artikel ini dijapri via WA ke J5NEWSROOM.COM, Sabtu 30 Nopember 2024