Belajar Ala Pesantren, Pilihan Tepat untuk Libur Ramadan

Ilustrasi Pondok Ramadhan. (Foto: Ist)

J5NEWSROOM.COM, Wacana libur penuh selama bulan Ramadan yang diusulkan Kementerian Agama menjadi perhatian masyarakat, memicu perdebatan di berbagai kalangan. Dr. H. Hilmy Muhammad, anggota DPD asal Yogyakarta, memberikan pandangannya bahwa masukan dari masyarakat, baik pro maupun kontra, merupakan bahan penting untuk mempertimbangkan kebijakan tersebut.

Menurut Gus Hilmy, kebijakan ini memiliki nilai positif, terutama dalam membangun spiritualitas dan karakter siswa. Ia menyatakan bahwa memberikan satu bulan dari dua belas bulan untuk fokus pada nilai-nilai keagamaan dan pendidikan karakter adalah hal yang patut diapresiasi. Namun, ia mengakui bahwa tantangan utama muncul di wilayah perkotaan, di mana orang tua sering kali khawatir tidak dapat mengawasi anak-anaknya karena kesibukan kerja.

Sebagai alternatif, Gus Hilmy menyarankan agar sekolah menerapkan program seperti sekolah pesantren selama Ramadan, sebagaimana pernah dilakukan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Dalam model ini, kegiatan belajar mengajar digantikan dengan aktivitas yang berfokus pada nilai-nilai agama dan pengembangan karakter, seperti tugas harian berupa catatan kegiatan Ramadan yang dipantau oleh guru.

Ia juga menyoroti keunggulan metode pendidikan di pesantren yang telah teruji dalam membentuk karakter siswa. Di pesantren, siswa tidak hanya diajarkan teori, tetapi juga dibimbing melalui praktik langsung, sehingga pendidikan lebih efektif dalam menginternalisasi nilai-nilai moral dan spiritual.

Bagi para guru, libur Ramadan juga memberikan kesempatan untuk meningkatkan ibadah. Gus Hilmy bahkan mengusulkan agar sekolah memberikan rekomendasi pesantren sebagai alternatif bagi siswa yang ingin memanfaatkan waktu Ramadan dengan lebih mendalam. Di pesantren, siswa dapat belajar tentang toleransi budaya melalui interaksi dengan santri dari berbagai latar belakang, yang berkontribusi pada pembentukan karakter yang lebih adaptif dan toleran.

Selain itu, Gus Hilmy menyarankan opsi lain seperti pemberian tugas praktikum mandiri atau kelompok sebagai pengganti kegiatan belajar mengajar rutin. Ini dapat berupa tugas kreatif dari guru mata pelajaran atau guru ekstrakurikuler untuk menjaga produktivitas siswa selama Ramadan.

Gus Hilmy menegaskan bahwa kebijakan ini perlu dirancang dengan cermat untuk menjawab kebutuhan semua pihak, baik siswa, orang tua, maupun guru, sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi pembentukan karakter generasi muda.

Editor: Agung